"Kiara," panggil Bagas. "Kantin?" ajaknya. Silvi yang ada disebelah Kiara langsung menjawab. "Ayo. Aku lapar." Silvi menarik tangan Kiara untuk berdiri.
Kiara sebenarnya malas pergi tetapi karena tangannya yang sudah di tarik, terpaksa dia ikut. "Pelan-pelan Silvi jalannya."
"Kenapa sih kamu? Dari pagi tidak bersemangat. Aneh."
Di jalan menuju kantin, mereka berpapasan dengan geng anak-anak yang selalu membuat onar di Sekolah. Mereka terkenal dengan biangnya keonaran di Sekolah, tetapi walau pun sering membuat onar mereka hanya di beri peringatan ringan saja karena orang tua mereka cukup terpandang di kota itu.
"Wah, Cinderella sudah berubah jadi Upik abu lagi nih," celetuk seseorang.
"Bukannya kemarin malam, serasa jadi Ratu di acara dansa," timpal yang lain.
Kiara tahu kalau sindiran itu untuk dirinya tetapi tidak dihiraukannya. Bagas dan Silvi juga tidak memperdulikan omongan mereka. Berjalan terus, Anjing menggonggong Kafilah berlalu.
"Dari mana mereka tahu aku ikut acara itu, bahkan sampai tahu aku berdansa segala. Apa mereka juga hadir di sana?" Kiara berbicara sendiri dalam hatinya dengan banyak pertanyaan dibenaknya.
Sampailah mereka di kantin. "Aku pesan mie ayam, kalian mau apa? Sekalian aku pesankan," Silvi menawarkan diri.
"Kamu mau apa Kiara?" tanya Bayu. "Mie ayam juga?"
"Aku tidak lapar. Jus alpukat saja," jawab Kiara mengedarkan pandangannya ke sekeliling kantin untuk mencari tempat duduk kosong.
"Titip 2 jus alpukat ya, tidak pakai lama," kata Bagas menarik tangan Kiara mencari tempat duduk yang kebetulan ada di sebelah Dodo.
"Kosong Do?" tanya Bagas menunjuk ke kursi sebelahnya.
"Iya, kosong," jawab Dodo dengan mulut yang sedang mengunyah.
Bagas menyuruh Kiara duduk terlebih dahulu di susul dirinya. "Kamu tidak lapar? Tadi pagi sudah sarapan?"
"Sudah," jawab Kiara berbohong, dirinya memang sedang tidak berselera makan.
"Dengar-dengar kalian kemarin malam ikut acara anniversary perusahaannya Pak Leo ya," tanya Dodo tiba-tiba.
"Kamu tahu Pak Leo?" tanya Bagas melihat Dodo.
"Tahu. Ayahku bekerja di perusahaan itu. Lagi pula siapa yang tidak kenal dengan Pak Leo? Wajahnya sering muncul di majalah para eksekutif muda. Memang kalian tidak tahu siapa Pak Leo?" tanya Dodo. "Pak Leo saja kalian tidak tahu, kalian ini seperti orang yang baru turun gunung."
Silvi datang dengan membawa nampan yang berisi mie ayam dan 3 jus alpukat. Langsung duduk di sebelah Kiara. "Sengaja aku langsung bawa, lapar banget." Tanpa basa basi Silvi langsung makan mie ayamnya.
"Berarti ayahmu kenal dengan Papaku. Kamu kemarin datang ke acara itu?" tanya Bagas mengambil jusnya.
"Tidak, malas ke acara seperti itu. Aku lebih memilih main game di rumah," jawab Dodo. "Ayahku sudah lama bekerja diperusahaannya Pak Leo. Sebelum kedua orang tuanya Pak Leo kecelakaan dan meninggal."
Kiara diam-diam mendengarkan apa yang sedang dikatakan Dodo.
"Kecelakaan? Pantas saja kemarin malam itu, aku tidak melihat keluarganya," kata Bagas.
"Pak Leo selama ini hidup sendiri, makanya sikapnya sangat dingin sama orang. Kaya raya tetapi kesepian. 4 tahun yang lalu, Pak Leo dikhianati kekasihnya. Dia memergoki kekasihnya sedang bercinta di Apartemennya sendiri," ucap Dodo dengan suara yang sengaja dipelankan.
Kiara yang kebetulan sedang meminum jusnya langsung tersedak mendengar ucapan Dodo.
Bagas melihat ke arah Kiara. "Pelan-pelan dong sayang meminumnya."
Dodo melanjutkan bicaranya. "Memang kalian tidak tahu, beritanya waktu itu tersebar di setiap majalah. Bahkan dengar-dengar Pak Leo sampai depresi. Sejak saat itu dia tidak pernah punya kekasih lagi."
"Kamu salah satu fans Pak Leo? Sampai tahu masalah pribadinya segala," celetuk Silvi.
"Aku cuma mengaguminya karena kesuksesannya kalau yang lainnya aku tidak suka. Dia itu salah satu penikmat one night. Dan juga katanya, apa yang ada ada dipikirannya tidak bisa di tebak orang. Mungkin itu yang membuat dia bisa sesukses itu."
Kiara hanya diam, mendengarkan tanpa berkomentar apa pun. Begitu juga dengan Bagas dan Silvi.
"Makananku sudah habis, aku sudah selesai. Rasanya kenyang sekali, cacing-cacing dalam perutku sudah tidak bernyanyi lagi." Dodo melihat Kiara. "Kamu kenal dengan Pak Leo?"
"Kenapa?" Kiara balik bertanya. Dalam hatinya sedikit terkejut di tanya seperti itu.
"Katanya kamu berdansa dengan Pak Leo. Beruntung sekali bisa berdekatan dengannya. Dia itu salah satu orang yang anti bersosialisasi."
"Kamu tahu dari mana aku ada di acara itu, lagi pula aku di sana dengan Bagas," jawab Kiara melihat Bagas.
"Iya, aku yang mengajaknya. Jangan menyebar gosip yang aneh-aneh." Bela Bagas.
"Kamu memang tukang gosip Dodo." Celetuk Silvi yang sudah selesai makan mie ayamnya.
"Aku cuma tanya, kenapa jadi dicap tukang gosip? Sudahlah, aku mau ke kelas duluan." Dodo pergi meninggalkan mereka bertiga. Beberapa saat mereka bertiga terdiam dengan pikiran masing-masing sepeninggalnya Dodo.
"Kiara, cerita dong. Bagaimana acaranya?" tanya Silvi penasaran. "Kiara! Malah bengong sih." Panggil Silvi dengan suara yang sedikit keras.
Kiara yang di panggil gelagapan. "Iya, kenapa?" tanyanya.
"Kamu lagi melamun apa?" tanya Bagas lembut.
"Ngga sayang, ngga melamun apa-apa," jawab Kiara mengambil jusnya mencoba untuk mengalihkan perhatian.
"Cerita dong, acara itu. Bagaimana?" tanya Silvi penasaran.
"Tidak ada yang istimewa, seperti acara-acara Anniversary yang lainnya. Iyakan Bagas?" Kiara minta dukungan dengan tersenyum manis.
"Iya, sama saja" jawab Bagas balas tersenyum. "Tadi anak-anak bisa tahu kita pergi ke acara itu. Darimana mereka tahu?"
"Para pembuat onar itu, orang tuanya punya pengaruh di kota ini. Pasti mereka ada di acara itu sampai mereka tahu. Mungkin kalian yang tidak melihat mereka."
"Iya. Mungkin mereka ada di sana makanya mereka tahu." Kiara melihat jam tangan yang melingkar manis ditangannya. "Sebentar lagi jam istirahat habis, kita kembali ke kelas." Kiara mengajak Silvi dan Bagas pergi dari situ.
Bagas diam-diam memperhatikan sikap Kiara yang tidak seperti biasanya. "Silvi, duluan ke kelas. Aku mau bicara sebentar dengan Kiara." Bagas menarik tangan Kiara ke taman samping sekolah.
"Ada apa sih Bagas? Sebentar lagi jam istirahat habis." Kiara melepaskan tangannya dari pegangan Bagas.
"Aku ingin bicara denganmu. Hari ini kenapa sikapmu aneh?"
"Aneh apanya? Aku biasa saja, seperti biasa," jawab Kiara menghindar tatapan Bagas.
"Lihatlah, menatapku saja kamu tidak berani. Kenapa denganmu? Apa terjadi sesuatu?"
Beberapa saat Kiara terdiam, dirinya sendiri tidak mengerti sebenarnya apa yang terjadi dengannya. Perasaan apa yang dia rasakan sekarang. Ingin rasanya dirinya menangis tetapi menangis untuk apa? Sedih karena apa?
"Kiara, kenapa jadi melamun?" Bagas meraih tangan Kiara, diusapnya lembut. "Baiklah, aku tidak akan memaksa kalau kamu tidak mau cerita. Lupakan saja." Bagas mengelus lembut pipi Kiara, lalu dipeluknya dengan lembut.
Kiara membalas pelukan Bagas, dirinya mencoba untuk menghilangkan segala kegalauan yang sedang dirasakannya. "Bagas adalah kekasihku. Pria yang baik yang sangat mencintaiku. Maafkan aku, karena hati ini hampir saja berpaling darimu. Maafkan aku, Bagas. Semuanya akan kembali seperti dulu, hanya ada Kiara dan Bagas." Kiara semakin merapatkan tubuhnya memeluk Bagas. Hatinya berbicara sendiri, merasa bersalah kepada kekasihnya.
.....
Waktu terus berjalan, di sebuah pusat perbelanjaan nampak Evelyn sedang melihat-lihat beraneka macam perhiasan yang sedang dipajang. Matanya berbinar melihat sebuah kalung berlian yang terpajang indah dileher sebuah manekin. "Cantik sekali kalung ini. Pasti sangat mahal. Andai saja aku bisa membelinya. Ya Tuhan, cantiknya." Evelyn terus saja bergumam sendiri tanpa memperdulikan orang lain yang memperhatikannya.
"Kamu menyukainya?" tanya seorang pria yang sedang berdiri disampingnya, ikut melihat kalung yang sedang dikagumi Evelyn.
Jangan lupa tinggalkan komentar atau vote di setiap chapter.