Di rumah Bagas, nampak Papa sedang duduk di ruang tamu dengan setelan jasnya. Disampingnya Bagas sedang sibuk merapikan penampilannya yang sudah rapih, hatinya gelisah menunggu sang kekasih yang masih ada di dalam kamar bersama Mamanya.
"Bagas, duduklah. Kenapa sangat gelisah?" tanya Papanya yang sedari tadi memperhatikan anaknya.
"Tidak, Bagas tidak gelisah," elaknya berusaha menghilangkan kegelisahannya, padahal hatinya ingin segera melihat kekasihnya.
Papa tersenyum melihat tingkah anaknya, teringat dirinya sendiri sewaktu masih muda. Bagas terlihat tampan dengan setelan jas berwarna abu, cocok sekali dengan kulitnya yang putih. Meskipun rambutnya hanya di sisir biasa tetapi ketampanannya tetap terpancar nyata. Penampilannya memang sesuai dengan umurnya.
Terdengar langkah suara sepatu semakin mendekat ke arah mereka. Bagas terdiam melihat takjub. Kiara yang berjalan ke arahnya sangatlah berbeda dengan Kiara yang biasa bersamanya di Sekolah. Sepatu high heels terpasang indah di kakinya, gaun putih yang terlihat biasa menjadi terlihat sangat luar biasa membalut indah ditubuhnya. Rambut yang cuma diikat biasa nampak menawan setelah dipasang hiasan yang cantik.
"Kiara," gumamnya pelan. "Cantik sekali."
Bagas tersadar dari kekagumannya, segera dihampirinya Kiara yang berdiri di samping Mamanya.
"Cantik siapa, Mama atau Kiara?" tanya Mama menggoda Bagas.
"Tentu saja lebih cantik Mama dong, tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan Mama," jawab Bagas yang langsung berdiri di antara mereka berdua.
Kiara tersenyum malu, wajahnya sedikit memerah di saat tangan Bagas memeluk pinggangnya.
Papa bangun dari duduknya lalu menghampiri mereka bertiga. "Ayo, bidadari-bidadariku sudah saatnya kita berangkat." Papa memberikan tangan kanannya ke Mama dan tangan kirinya ke Kiara. Tentu saja tangan Papa di sambut mereka berdua dan langsung melenggang ke luar meninggalkan Bagas sendirian.
"Tunggu, Papa curang. Kenapa keduanya di bawa," protes Bagas dengan wajah kesal yang ketinggalan di belakang.
"Siapa cepat dia dapat, kamu terlalu lambat untuk bergerak," jawab Papa setengah teriak. Mama dan Kiara hanya tersenyum mendengar interaksi Papa dan Bagas.
.....
Di tempat acara, orang satu per satu mulai berdatangan. Perusahaan kali ini mengadakan anniversary yang ke 25 sengaja diadakan lebih mewah dari tahun-tahun sebelumnya.
"Pak Bayu," panggil seseorang dari belakang.
Bayu menoleh ke belakang, melihat ke asal suara. "Monika."
"Kamu gagah sekali, aku dari kejauhan sudah melihatmu tetapi takut untuk menyapamu. Takut salah orang," ucap Monika diakhiri dengan tertawa kecil.
"Kamu juga terlihat sangat cantik, seperti biasanya," balas Bayu balik memuji Monika.
"Apa Pak Leo sudah datang?" tanya Monika.
"Sepertinya belum, aku belum melihatnya. Tamu undangan juga belum semuanya datang. Acara baru di mulai 1 jam lagi."
"Dalam acara seperti ini, aku hampir tidak mengenali teman-teman sekantor. Mereka datang dengan penampilan terbaiknya seperti dirimu." Monika tersenyum melihat Bayu. "Malam ini kamu berbeda sekali."
"Benarkah? Apa aku masih bisa terlihat tampan di matamu kalau kamu sudah melihat dia," tunjuk Bayu sedikit memonyongkan bibirnya ke arah pintu.
Monika otomatis melihat ke arah yang Bayu tunjuk. "Pak Leo," gumamnya pelan.
Mata Monika berbinar senang melihat Bos besar sekaligus pujaan hatinya baru saja datang. Aura ketampanan Presdir memang tidak terbantahkan. Walaupun disampingnya ada beberapa orang yang sama-sama memiliki ketampanan di atas rata-rata tetapi Presdir tetap yang paling bersinar malam ini.
"Sekarang siapa yang paling tampan antara aku dan Bos Leo?" Bayu melirik ke arah Monika. "Nasehatku untukmu. Sadarlah, kamu tidak ada artinya buat Bos. Jangan sampai hatimu pecah berserakan." Bayu pergi, berjalan menghampiri Leo.
"Maaf, bisa bicara sebentar dengan Pak Leo." Bayu meminta izin ke orang-orang yang dari tadi mencoba mencari muka di hadapan Leo.
"Silahkan," jawab. Mereka satu per satu pergi meninggalkan Leo dan Bayu.
"Akhirnya, mereka pergi. Aku dari tadi sudah muak melihat tampang mereka yang terus-terusan mencari muka didepanku," ucap Leo pelan.
"Pelayan." Bayu memanggil salah satu pelayan yang khusus bertugas untuk memberikan minuman kepada para tamu.
"Minumlah ini." Bayu mengambil dua gelas minuman. Yang satu dia berikan ke Leo dan yang satunya lagi dia minum sendiri.
Mata Leo menyapu ke sekeliling ruangan, dilihatnya cctv terpasang di setiap sudut ruangan. Para bodyguard telah siap berada diposisinya masing-masing.
"Semuanya sudah kamu kerjakan sesuai dengan apa yang aku suruh?" tanya Leo pelan.
"Sudah, bahkan aku menambah beberapa bodyguard untuk berjaga-jaga bila ada hal yang tidak kita inginkan. Tenang saja, keamanan kita berlapis, baik di luar mau pun di dalam."
"Bagus. Tetapi ingat, jangan lengah. Kita harus tetap waspada. Kita mempunyai banyak musuh di dunia bisnis, jangan sampai mereka mencari kesempatan di dalam acara besarku ini."
"Tenang saja, percayakan padaku. Nikmati anniversary perusahaan kita ini. Lihatlah ke arah kananmu, para wanita melihat dirimu seperti macan betina yang siap menerkam. Luar biasa pesonamu, padahal aku dan dirimu tidak jauh berbeda."
"Kamu kalah jauh dibawahku," ucap Leo sambil meminum minumannya.
"Ada seseorang yang dari tadi menunggumu."
"Siapa?" tanya Leo.
"Wanita yang bergaun merah di sana." Bayu menunjuk dengan bibirnya.
"Monika," ucap Leo datar, setelah melihat siapa wanita yang di maksud Bayu.
"Kamu sama sekali tidak ada hati ke Monika?" tanya Bayu.
"Tidak." Singkat Leo menjawab tanpa harus berpikir terlebih dahulu.
"Padahal tadi sore kalian habis bercinta. Aku melihat kalian masuk bersama-sama. Apalagi yang kalian lakukan di dalam kalau pintu sudah dikunci, pastinya bercinta."
"Masalah itu lain, aku membayarnya. Bagiku Monika hanya boneka, dia sendiri yang menyerahkan tubuhnya padaku," ucap Leo.
"Sebentar lagi acara akan di mulai, sepertinya para tamu undangan sudah semuanya datang." Bayu mengalihkan pembicaraan, memperhatikan sekelilingnya. Ruangan memang terlihat sedikit penuh dibandingkan tadi.
"Pergilah, kamu urus acaranya." Leo menyuruh Bayu pergi.
"Kamu siap-siap sebagai Presdir. Ada bagian untukmu menyapa para tamu undangan yang hadir." Bayu segera pergi untuk mengurus acara yang akan di mulai.
Pandangan Leo menyapu ke seluruh para tamu yang hadir, posisinya berdiri sekarang sangat memudahkan untuknya melihat siapa saja yang hadir. Sekali-kali dia meminum minuman digelas yang dipegangnya.
"Pak Leo," terdengar suara wanita menyapa dirinya.
Leo melihat ke asal suara. "Monika," Leo tersenyum, kemudian pandangannya kembali menyapu ke seluruh ruangan untuk melihat orang-orang. Sampai iris matanya berhenti pada satu titik orang yang baru saja datang.
"Pak, ada apa?" tanya Monika karena melihat Leo yang tampak tegang.
Leo tidak menjawab, tatapannya tidak beralih dari orang yang baru saja datang.
"Apa penglihatan aku tidak salah, bukankah itu si bocah ingusan. Kenapa dia ada di sini?" Leo bertanya-tanya di dalam hatinya sendiri. "Dengan siapa dia ke sini?"
"Pak, apa Bapak baik-baik saja," Monika kembali bertanya.
"Aku tidak apa-apa, mungkin karena tidak terbiasa di tempat banyak orang. Aku sedikit tidak nyaman." Leo menjawab sekenanya saja untuk menghilangkan kecurigaan Monika.
"Kalau begitu, kita cari tempat yang lebih nyaman." Monika mengedarkan pandangannya mencari tempat untuk duduk. "Pak, kita ke sana saja. Tempat untuk Bapak berada di sana, biar bisa duduk," ajak Monika.
Leo mengikuti Monika yang berjalan terlebih dahulu ke meja yang khusus untuk dirinya sebagai Presdir. Sekali-kali pandangannya mengarah ke Kiara yang baru saja masuk.
Jangan lupa tinggalkan komentar atau vote di setiap chapter