Planet Scram, Kota Arcon.
Markas Plazma Guardian, 800 meter dibawah tanah.
Lobi.
Planet Scram, sebuah planet biru yang ditemukan pada awal abad ke-20 ini merupakan salah satu dari puluhan buah planet di tata surya lain yang layak untuk dihuni dan diteliti habitat-habitatnya. Planet ini dibagi menjadi dua belas benua yang disebut sebagai "Kota", lalu negara bagian yang disebut "Distrik", dan yang terakhir adalah "Sub-distrik" yang tidak terlalu sering digunakan dalam pemetaan wilayah.
"Hee... Baru pertama kali aku datang kesini." Seorang pemuda 17 tahun berambut hitam berjalan bersama Leonard menyusuri lobi yang tidak terlalu ramai dan cukup mewah dilihat, banyak orang dengan jas dan seragam militer bersenjata lengkap lalu lalang dan saling berbincang di setiap sisi ruangan.
Dia memiliki rambut hitam pendek yang dicukur tipis pinggirnya. Dia mengenakan kemeja putih panjang yang dirangkap dengan jas berwarna biru gelap, lalu celana kain dengan warna yang sama dan sepatu pantofel hitam.
"Biasa saja, tidak ada yang aneh disini." sahut Leonard sembari membenahkan sarung tangannya. Rambut hitam panjang tanpa kuciran dan jubah tebal hitam membuat orang-orang yang melihatnya seperti orang yang suka menyendiri dan suram.
"Jadi begini rupanya, Planet Scram..."
"Aku merasa lebih ringan disini," ungkap pemuda disebelah Leonard mengayunkan tangannya.
"Gravitasi disini hanya 90% dari gravitasi bumi, wajar saja jika tubuhmu terasa ringan," jelas Leonard.
"Hum.... Benarkah?" Pemuda itu bertanya lagi, Leonard hanya mengangguk pelan menatap malas dirinya.
"Bersiaplah, sebentar lagi kita akan sampai."
"Ahh, baiklah."
.
*tok* *tok* *tok*
"Ya, masuklah." Pintu pun terbuka dan nampak Leonard bersama pemuda disampingnya memasuki ruangan.
"Haa, lihatlah! Dia datang! Ucapanku benar, bukan?" Entah kenapa, seorang wanita bersorak ria dari dalam ruangan seperti sudah mengetahui kedatangan Leonard dan pemuda disebelahnya tersebut.
Tapi wanita tersebut hanya menyebut subjek "dia", yang berarti, ia hanya menyadari salah satu kehadiran saja, atau mungkin hanya berharap jika salah satu dari mereka berdua memang benar-benar datang kesini sesuai janji yang entah kapan ditetapkannya.
Pertanyaannya : Siapa yang diundang kemari, jika salah satunya hanya mengantar?
Jawabannya sudah jelas daritadi—pemuda tersebut.
"Selamat sia-"
"L-L-L-lohhh?!?!?"
"H-Hani? Jadi selama ini kau tidak pulang sebulan karena pindah kesini?" pemuda tersebut terkejut. Jadi, mereka bertiga (Leonard, Hani, dan pemuda tersebut) adalah tiga bersaudara.
"Ahaha bukan, bukan. Kebetulan aku lagi malas bertugas, jadi Hani yang disini menggantikanku sementara selama sebulan," jelas Leonard.
(Malas bertugas, meh.)
"Yah, walau tidak benar-benar sebulan penuh. Beberapa hari yang lalu aku juga tidak pulang kerumah untuk membantu misi observasinya."
"Jadi... Oke mari kita lihat." Seorang pria yang duduk di kursi layaknya bos mengambil sebuah stofmap yang didesain layaknya buku rapor.
"Zack Freelancer, umur 17 tahun... klasifikasi esper kelas B...." Ia membaca biodata dari Zack, pendatang baru tersebut, dengan seksama.
"Menarik, kemampuanmu menurut data professional sepertinya cukup bagus." ucapnya.
"Wah, benarkah?" Zack mulai bersemangat mendengarnya.
"Nama esper.... Turbo...???"
"Sepertinya kemampuanmu adalah berlari cepat, bukankah begitu?"
"Oh iya, sebelum itu namaku adalah Bryant, salam kenal," ucap pria berperawakan bos tersebut.
"Ya, salam kenal..."
"Kemampuanku memang lebih dikenal seperti itu, walau aku jarang menggunakannya." Zack mulai menjelaskan secara singkat kemampuan espernya.
"Kemampuanku adalah memanipulasi kecepatan seluruh tubuhku."
"Jadi, misalkan saat aku ingin mencuri sesuatu...."
"Tuan Bryant, dalam tiga hitungan, ambil pulpen dimejamu secepat mungkin," pinta Zack melihat sebuah pulpen dimeja yang berdiri tegak di wadahnya.
"Yah, sebelum itu, jangan panggil aku 'Tuan'. Itu hanya membuatku merasa lebih tua," seru Bryant.
"Ya, baiklah, mengambil pulpen ya...," ucap Bryant mengambil pulpen tersebut sejenak, lalu menaruhnya lagi persis sesuai posisi awal.
"Baiklah, kita mulai."
"3. 2. 1."
"Hi-hi." Dengan kilatnya, Zack berusaha menangkap pulpen tersebut.
"Eh?" Ia merasakan keanehan. Pulpen tersebut selalu menembus tubuhnya.
"T-T-Tembus?" Sementara itu, Hani dan Leonard hanya cekikikan melihatnya.
"Apa maksudnya ini?" Zack mendecih kebingungan.
"Yah, aku tidak bermaksud mempermalukanmu. Aku hanya menurutimu sekaligus mengetes teknologi terbaruku." ujar Bryant sembari menunjukkan sebuah pulpen yang sama dari balik jasnya.
"Uwah?!" Zack terkejut begitu melihat pulpen dimeja barusan perlahan menghilang layaknya hologram.
"Bagaimana... kau melakukannya?"
"Ini adalah penemuan terbaruku. Yah, ini hanya iseng. Walaupun tidak terlalu berguna, berkat kemampuan esperku aku pun bisa mewujudkannya," jelas Bryant sembari menaruh pulpen yang dipegangnya.
"Wadah pulpen tersebut bisa memproyeksikan hologram dengan akurasi salinan hingga 99,4 persen. Aku mengendalikannya dengan chip berukuran nanoskropik yang sudah tertanam didalam tubuhku."
"Chip tersebut bisa menerima sinyal dari saraf lalu mengirim perintahnya pada objek. Pada pulpen ini, dia kuperintah untuk memecah molekulnya dan berpindah kedalam kantong jasku."
"Sungguh kemampuan yang luar biasa." Zack terkagum.
"Aku tidak punya nama esper, tapi banyak yang mengetahui kemampuanku. Kemampuan ini kunamai U.I atau disingkat..."
"Ultimate Intelligence."
"Ultimate... Intelligence?"
"Yap. Kemampuan dari Bryant adalah peningkatan kemampuan dalam berpikir. Kemampuan ini bisa dipadukan dengan kelima inderanya," sahut Hani.
"Nah, contohnya seperti ini." Wanita itu berjalan dan berhenti ketika sudah sejajar dengan Zack.
"Coba hitung jarak ujung kepalaku dengan ujung kepalanya," pinta Hani pada Bryant.
"10,77033 cm," Belum ada sedetik, Bryant langsung menjawabnya.
"H-Hebat...." Zack terkesima.
"Oke, cukup perkenalannya. Baiklah, ini adalah tugas pertamamu." Bryant menyerahkan secarik kertas pada Zack.
"Aku tidak mengharapkan keberhasilanmu, tapi tetaplah berusaha."
"Hmm...." Zack membaca sekilas selembar kertas tersebut. Disitu terdapat biodata singkat mengenai seseorang.
"Itu adalah targetmu. Lakukan apa yang kuperintah setelah ini. Hani dan Leonard akan ikut membantu menyelesaikannya."
"Baiklah, aku akan berusaha sebaik mungkin," jawab Zack.
.
.
.
Kota Plazma, Distrik 7.
"Jadi... Karena kalian berdua belum pernah menunjukkan kekuatan kalian padaku, coba jelaskan." sahut Zack sembari melihat sekelilingnya.
"Oke, aku duluan," seru Hani.
"Pertama-tama, coba tatap mataku dan lihat apa yang berubah."
"Umm baiklah." Zack menatap Hani selama beberapa detik, pupil matanya tiba-tiba melonjong kembali.
"Matamu berubah bentuk."
"Benar sekali! Ketika mata ini aktif, itu artinya kemampuanku juga aktif."
"Kemampuanku adalah peningkatan kemampuan insting, sensor, dan ketahanan tubuh. Kemampuan ini disebut Predator."
"Hmm.... ya ya ya...."
"Lalu... Leo?"
"Oh, aku? Kemampuanku sendiri sebenarnya cukup langka dan susah dikendalikan, yaitu manipulasi benang." Leonard mengacungkan telunjuknya, seketika sebuah ujung benang muncul perlahan dari jarinya.
"Benang ini memiliki ketebalan 2 milimeter, sekuat baja damaskus dan ini sangat tajam."
"Setelah itu, nama esperku adalah Blader String."
"Uhh sebenarnya ini lebih seperti senar karena mengeluarkan nada saat dipetik, tetapi karena terlalu panjang maka kusebut benang," tambah Leonard.
"Benarkah? Boleh aku mencoba—"
"Sembunyi, ada yang datang." Hani menyela pembicaraan begitu menyadari sesuatu yang genting. Sontak mereka bertiga langsung berlari dan sembunyi dibalik pilar sebuah tempat parkir dibawah gedung.
"Siapa?"
"Target kita, tidak kusangka dia malah menunggu kita disini," bisik Hani.
Zack menggaruk kepalanya karena dia tidak melihat siapapun. Tidak ada wajah yang sesuai dengan data targetnya.
"Nama esper, Soul-steal," Zack membaca biodata esper yang diberikan Bryant.
"Kemampuannya adalah kendali rohani dan 'merampas'."
"Nama asli... Fujiwara Elijah Hanzou." sambungnya.
"Lalu... apa kalian tahu orang yang tertidur di bangku tersebut?" tanya Zack.
"Mungkin itu hanya mayat beberapa hari yang lalu," simpul Leonard.
"Tidak, itu asli. Aku masih bisa merasakan panas tubuhnya." ujar Hani, ia sudah mengamati jasad yang nampak tertidur tersebut selama 2 menit.
"Dan dia...!!!"
"Apa?" Leonard penasaran apa yang ingin diucapkan adik perempuannya.
"....." Hani tidak menjawab, tiba-tiba ia merasakan keringat dingin.
Seketika keadaan pun hening sejenak. Mereka bertiga terus-terusan mengamati orang tersebut yang nampak sedang tertidur.
*hening*
*hening*
*hening*
"Semuanya, awas belakang!" teriak Hani. Sontak mereka langsung melompat kesamping. Pilar persembunyian mereka pun hampir roboh dibuatnya.
"Erkh... apa-apaan... orang ini...?!?" ucap Zack sembari kembali berdiri. Ia melihat seorang wanita berdiri dihadapannya, namun bukan Hani.
"Hoi, hoi, hoi... Tidakkah kalian tahu jika tidak baik mengamati orang tidur?" Wanita yang mencoba menyerang tersebut mengeluarkan suara pria dengan seramnya. Bola matanya penuh dengan warna merah pekat dengan semburat akar hitam disekitar matanya.
"Senang bertemu kalian...."
"Kalian cukup bernyali juga untuk mencoba menyerangku hari ini."
"Menyerangku?" gumam Leonard.
"Hmm-hmm, nampaknya hari ini adalah hari yang pas untuk membunuh seseorang." ujar wanita tersebut.
"Kau pikir membunuh kami akan semudah itu? Heh, ini tiga lawan satu loh." sahut Hani.
"Jangan sombong dulu, karena aku akan memberimu seratus kepalan di wajahmu itu!" ancam Zack.
"Whoa, kejamnya... begitukah caramu meladeni seorang wanita sepertiku?"
"Tidak, aku tidak peduli kau itu berkelamin atau tidak. Yang pasti, kami tidak akan mati olehmu!" seru Zack dengan semangat Kesetaraan Gender-nya.
Angin langsung berhembus satu arah dengan sejuknya, diikuti beberapa helai daun dan debu yang terhempas bebas. Kini, trio bersaudara tersebut sudah memasang kuda-kuda siaga terhadap seorang wanita dihadapan mereka. Mereka hanya berpikir jika wanita tersebut cukup kuat, bahkan mereka bertiga masih berpikir masih bakal kesusahan melawannya.
"Baiklah, maju sini!"
***
Bersambung.
— Bald kommt ein neues Kapitel — Schreiben Sie eine Rezension