App herunterladen
11.76% Kamulah Rumahku, Mr Min / Chapter 2: 01. Awal Mula Dosa

Kapitel 2: 01. Awal Mula Dosa

"Aku tahu benar bagaimana kita bermula. Kita terikat janji suci bukan berdasarkan hati yang murni dan tulus. Lalu.. dengan begitu.. apa aku seorang pendosa besar?"

Aku disini. Sebuah tempat yang diidamkan setiap pasangan menjadi akhir dan awal segalanya. Tempat yang menjadi akhir hubungan pacaran setiap pasangan normal, juga awal dari kehidupan baru mereka. Tempat sakral yang tidak seharusnya kupermainkan.

Yang lebih gila adalah aku bersama orang yang tak pernah kusangka bahkan tak kukenal sama sekali. Seorang mafia yang beberapa waktu lalu hendak menghabisi nyawaku. Namun yang menyebabkannya tak jadi membunuhku sama sekali bukan karena tiba - tiba ia menyukaiku semacam cerita-cerita di drama. Aku dan sang mafia ini memiliki kesepakatan yang mengatasnamakan pernikahan.

Ya, aku tahu ini sangat salah dan terasa tak benar. Mengingat dia mampu membunuhku kapanpun ia mau. Tapi atas apa yang kuterima seumur hidupku, aku mencoba untuk membalas dendam setidaknya sekali. Pada orang - orang kalap dan tamak yang tak tau kapan mengakhirinya bila bersangkutan dengan harta dan tahta.

Aku, Ahn Jang Mi. Orang tuaku meninggal akibat keserakahan bibiku akan harta keluarga kami. Sejak kecil aku mengalami tindak kekerasan karena terpaksa harus diasuh dengan bibiku yang gila harta itu.

Hari ini, aku berdiri disini dengan pria itu dan baru saja selesai mengucap janji. Selanjutnya kami berdiri berhadapan saling menatap. Mata itu terlihat tajam dan tegas sama seperti pertama kali ia menatapku di mobil waktu ia menculikku. Wajah itu jauh dari ekspresi manisdan ramah sedikitpun. Kulit putihnya jauh lebih putih dari punyaku dan semakin terlihat menyilaukan akibat cahaya matahari sore yang masuk lewat celah jendela gereja. Ia diam namun seolah berbicara padaku lewat matanya. Alhasil ia membuatku mengikuti arah pandangnya, pintu keluar gereja.

Pria itu, Min Yoongi. Bukan orang yang berhasil merebut hatiku, cintaku, maupun setiaku. Bukan lelaki yang memberiku kasih dan sayang serta siap berkorban apa saja demi diriku. Ia hanya memberi uluran tangannya, yang kuterima sebagai tanda kerjasama kami dimulai.

Dengan itu kami resmi menjadi pasangan suami istri yang jauh dari kata normal. Ia mengulurkan lengannya padaku seraya memintaku berjalan bersama. Kami membuat ini terasa wajar didepan pendeta dan beberapa saksi. Setiap orang yang ada disini tersenyum menatap kami. Padahal semuanya palsu.

Kami melangkah keluar gereja lalu menuju ke mobil hitam yang sudah terparkir disana. Supir membuka pintu untuk Min Yoongi dan membiarkanku duduk berdampingan di kursi penumpang. Mobil melaju dan kami pun meninggalkan gereja dengan membawa serta dosa yang sudah siap kutanggung sejak awal saat aku membuat kesepakatan gila itu dengannya.

...

Satu minggu sebelum pernikahan.

Jika aku harus memilih satu hari yang paling memilukan setelah hari kematian orang tuaku, itu jatuh pada hari ini. Hidupku sudah berat dengan tinggal bersama bibi. Hingga akhirnya aku berhasil melarikan diri satu bulan yang lalu. Namun naas sekali, aku bertemu sekelompok pria berjas hitam yang rapi dan tiba-tiba membawaku paksa masuk ke dalam sebuah mobil van ditengah shift kerja part time-ku.

Aku merasakan perih di tanganku yang terikat kuat kebelakang. Beberapa saat kemudian salah satu dari mereka menerima telepon.

"Ya Mister?"

"Baik"

"Mr. Min ingin bicara padamu," ujar pria itu.

Kemudian ponsel itu diarahkan ke wajahku dan terdengarnlah suara sang penelpon yang diakui sebagai Mr. Min, entah siapa. Mungkin pemimpin mereka.

"Ahn Jang Mi. Aku tau kau mempunyai sebuah harta karun besar di Pulau Hong Do."

Dia bicara langsung pada intinya.

"Lalu?" tanyaku.

"Pertanyaan bodoh. Aku harap kau memiliki cara untuk membawaku ke Pulaumu itu beserta surat kepemilikannya jika kau masih ingin bernapas lebih lama," balas pria dibalik telepon.

Sejujurnya aku sempat berpikir, daripada terus hidup menderita mungkin mati ditangan orang ini memang lebih baik. Tapi aku tak pernah rela mati begitu saja meninggalkan hal yang sudah dibangun ayah sewaktu muda dengan susah payah jatuh ketangan bibi Ahn atau keluargaku yang lain. Perusahaan beserta cabangnya, aset keluarga, harta dari kakek yang diwariskan pada ayah dan kami. Aku yakin sekali saat ini bibi Ahn dan pamanku yang lain tengah mencari cara agar perusahaan induk bisa dipegang oleh mereka. Keluargaku semuanya naif dan munafik. Maka, jika aku menyerah sekarang semua kerja keras ayah dan kakek akan mereka kuasai bahkan mereka salahgunakan untuk kepentingan pribadi. Termasuk Pulau Hong Do yang diincar oleh orang ini.

Maka muncullah sebuah gagasan dari otakku yang memang sudah jauh dari akal sehat. Toh, ini tidak akan merugikan aku sama sekali. Setidaknya aku bisa mati dengan tenang setelah membalas dendam pada bibi atas kematian ayah dan ibu.

"Aku punya sebuah tawaran. Pulau itu akan lebih mudah menjadi milik Anda jika menikah dengan saya, bukan? Saya akan memberikan pulau Hong Do pada Anda namun dengan satu syarat. Tolong bantu saya membalaskan dendam pada keluarga saya terutama bibi saya."

Bicara apa aku barusan? Orang waras mana yang melamar penculik yang mengincar hartanya? Ditambah aku belum pernah melihat wajah si pria ini sama sekali.

Eh? Sunyi? Apa ia sudah mengakhiri sambungan teleponnya?

Tak lama terdengar suara tawa darinya. Ia pasti menganggapku gila dan konyol. Hah! Aku tahu ini gila tapi ini satu - satunya caraku bertahan dan merencanakan semuanya dari awal. Aku butuh bantuan orang ini jika ia benar - benar orang hebat. Aku sempat menguping pembicaraan mereka dan nampaknya mereka ini bukan penjahat biasa. Cara menculikku saja sangat rapi sampai aku yakin teman kerjaku dan orang sekitar tak ada yang menyadari bahwa aku sedang diculik. Atas pertimbangan itu, aku punya sedikit harapan. Siapa tahu aku bisa mengajaknya bekerja sama untuk menggagalkan rencana bibi Ahn dan keluargaku yang rakus harta itu.

"Sayangnya aku tak tertarik untuk terikat dengan wanita manapun."

Kemudian sambungan itu terputus begitu saja. Aku menghela napas. Benar, kan? Mana mungkin penculik ini mau menerima tawaran gilaku?

...

Seolah tak habis - habis penderitaanku, kini kedua tanganku menggantung di sisi kanan dan kiri dalam keadaan terikat di sebuah gudang. Hal yang sama terjadi pada kedua kakiku. Tubuh ini seperti tertarik dari segala arah. Aku bagaikan kriminal yang siap dihukum mati. Aku tak tahu sudah melewati berapa malam disini. Hanya semangkuk nasi yang mereka berikan padaku setiap harinya. Alhasil tubuh ini lemas tak karuan.

Namun aku tak menyerah dengan gagasanku itu. Setiap kali pria yang mereka panggil Mr. Min itu datang, aku selalu berusaha membujuknya untuk menerima tawaranku.

"Bukankah lebih baik jika kau menikah denganku? Kau mungkin bisa mendapat lebih dari hanya sebuah pulau di Hong Do itu."

Namun ia tak pernah merespon perkataanku sedikit pun. Sama halnya dengan hari ini.

"Untuk apa kau menyanderaku seperti ini? Kau membuang waktu," ujarku lagi.

Sungguh hatinya teguh sekali. Ia tak menanggapi perkataanku seolah aku tak ada disini.

"Berikan padaku!" bentaknya tiba-tiba pada seorang pegawai yang tengah menyuapi nasi ke mulutku. Kemudian ia mengambil alih dan kini menyodorkan sesuap nasi padaku.

"Buka mulutmu!" titahnya.

Aku menuruti permintaannya kemudian ia mulai angkat bicara.

"Ahn Jang Mi."

Aku mendongak dan menatap mata tajam itu. Baru kali ini aku menatapnya dati dekat. Ia ternyata nampak lebih muda kalau dilhat lagi. Sekilas penampilannya tidak mencerminkan penjahat sama sekali. Setidaknya dimataku begitu.

"Apa kau benar - benar akan melakukan ini? Apa yang bisa kau lakukan agar aku percaya atas tawaranmu ini?"

Sungguh, ini pilihan terakhirku. Setidaknya sebelum mati, aku harus membalaskan dendam.

"Hanya aku yang tahu dimana surat tanah itu disimpan. Seluruh keluargaku yang gila harta itu tidak ada yang tahu satupun. Jika kau perlu bukti, silahkan lacak tempat yang aku berikan. Setelahnya baru putuskan untuk setuju menikahiku atau kau boleh membunuhku jika tidak setuju atau aku berbohong padamu."

Ia pun mengangguk sejenak kemudian membuka ikatan tanganku.

"Makanlah sendiri," ujarnya singkat kemudian berlalu pergi meninggalkan aku bersama anak buahnya. Apa Mr. Min sedang bermurah hati padaku? Kenapa ia melepas ikatan tanganku?

Aku mungkin bisa memiliki harapan selain mati. Ini kesempatan satu - satunya. Maka aku mengatakan kalimat itu padanya. Kalimat yang mungkin akan kusesali suatu saat.

"Tunggu!"

Ia menoleh dan berbalik.

"Jadi, apa ini artinya kau setuju dengan tawaranku?" tanyaku.

Pria itu menjawabnya dengan smirk di wajahnya dan kembali melanjutkan langkahnya.

...

*Bersambung*


AUTORENGEDANKEN
Hana_Lestari_5455 Hana_Lestari_5455

Haii! Terima kasih telah membaca. Mohon hargai karyaku ya dengan memberikan dukungan. ^^ <3

Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C2
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen