App herunterladen
95% sekolah hantu / Chapter 19: LOKER YANG TERBUKA

Kapitel 19: LOKER YANG TERBUKA

Rahel mengunjungi taman belakang sekolah untuk mencari Vito, tapi hantu tampan itu tak ada di sana. Ia juga pergi menuju rumah lama Vito, dan cowok itu tak ada juga di sana.

Rahel bingung barus mencarinya di mana lagi. Halte bus pun tak memberikan jawaban untuk setiap pertanyaan yang ia ajukan.

Gadis itu berjalan dengan lesu menuju halte. Kendaraan yang berlalu lalang, dengan asap, dan debu membuatnya batuk.

Rahel duduk sambil menyandarkan kepalanya pada tiang. Memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang sambil berharap Vito datang menemuinya.

"Rahel?"

Suara berat itu membuat Rahel menoleh. Senyuman yang tercetak pada wajahnya, tiba-tiba luntur karena tahu siapa yang datang.

Gadis itu menghela samar, dan kembali pada posisi asalnya sambil memainkan kedua kakinya di bawah sana.

"Lo ngapain di sini?" tanya Juna sambil ikut duduk di samping Rahel.

"Capek gua, pengen duduk sambil liatin orang bawa motor," sahut Rahel asal.

"Tumben, lo gak kaya biasanya yang semangat banget."

Gadis itu kembali menghembuskan napas, "Iya emang, hari ini sama hari kemarin rasanya sepi banget."

"Sepi kenapa?"

"Vito gak ada nemuin gue. Dia ilang abis kita bantuin ainun, gue bingung harus nyari dia kemana."

"Mungkin dia lagi di rumahnya," sahut Juna sambil memainkan kerikil dengan kakinya.

"Tadi pagi, sama barusan gue udah kerumahnya. Di tempat tongkrongannya pun gak ada."

"Terus kenapa lo nunggu di sini?"

"Soalnya ini tempat pertama gue ketemu sama dia. Jadi gue nunggu di sini, kali aja dia ada lewat," jelas Rahel yang kali ini menatap wajah Juna.

Juna hanya menghela, dan kemudian beranjak. Menyimpan kedua tangannya ke dalam saku celana, dan berkata, "Gue duluan, udah mau maghrib."

"Hm, take care Dude!"

"Jangan lupa pulang!" ucap Juna sebelum akhirnya melenggang pergi.

Gadis itu hanya menatap punggu milik Juna yang lama-kelamaan menghilang dari pandangannya. Rahel kembali menghela untuk yang kesekian kalinya, ia masih berharap Vito datang untuk menemuinya sebelum fajar tiba.

Namun, tak ada tanda-tanda kedatangan hantu tampan itu. Aura positif terus saja terasa, membuat Rahel segera beranjak untuk pergi pulang.

"Mau kemana?"

Suara yang di tunggu-tunggu itu muncul, Rahel segera berbalik, dan memberikan senyumannya.

"Lo darimana aja? Kenapa ninggalin gue malam itu? Kenapa gak muncul selama dua hari?" tanya Rahel tanpa henti.

"Ada urusan penting, maaf ya," sahut Vito dengan raut muka menyesal.

"Urusan penting mulu, emang apa sih? Jangan sampe lo temenan sama yang negatif ya!"

"Eh! Engga, gue pengen balik ke akhirat. Gue gak mau lama-lama nyangkut di dunia!" sahut Vito cepat.

Rahel tersenyum tipis sebelum ikut duduk di dekat Vito, "Emang lo kemana sih? Gue gak boleh tau ya? Rahasia banget?"

Hantu tampan itu mengangguk sebagai jawaban finalnya.

"Yaudah deh, gue paham sekarang," ucap Rahel sebelum terdiam sejenak, "Eh! Lo tau soal loker yang gak bisa nutup di kolam renang?"

Vito menggeleng, "Engga, gue gak pernah main sampai ke lantai tiga. Emang kenapa sama lokernya?"

"Ada yang gak beres sama lokernya, tapi gue gak tau."

"Mungkin penunggunya."

"Atau mungkin gue bocor ya?!" tanya Rahel heboh.

"Engga, lo gak bocor. Santai aja!"

Gadis itu kembali menghembuskan napas lega, sambil memeriksa detak jantungnya yang terasa begitu cepat.

"Oh, astaga! Gue hampir mati," ucap Rahel.

"Belum waktunya."

"Kaya tahu aja kapan waktunya," ucap Rahel dengan kekehannya.

Vito hanya tersenyum tipis sambil menatap wajah Rahel, "Gimana jadinya kalau kita bisa saling bersentuhan?"

"Hm, pasti lebih bagus. Mau nyoba?"

Vito menggeleng pelan, sedangkan Rahel mengecurutkan bibirnya ke depan. Ia penasaran, tapi Vito tidak mengizinkan.

"Oh iya Hel, kalau pengen ketemu sama gue. Panggil aja nama gue tiga kali, tapi jangan sama juna ya!" ucap Vito sebelum beranjak.

Rahel mendongak dengan kening bertaut, "Kenapa sama juna?"

"Gapapa, jangan aja!" Vito memberikan senyuman manisnya sebelum menghilang.

"Enak banget sih jadi hantu, bisa ngilang semaunya."

****

Gadis itu berlari menelusuri lorong kosong dengan tergesah-gesah. Keringat membasahi punggung kemeja seberta pelipisnya.

Langkahnya terhenti di depan tangga, mencoba untuk menormalkan deru napasnya. Setelah beristirahat beberapa saat, Rahel kembali berlari menaiki tangga, menuju lantai tiga.

"Astaga! Masih jauh atau engga sih? Gue capek," ucap Rahel sebelum mengubah langkahnya menjadi berjalan santai.

"Mau kemana Hel?" tanya Hera.

Rahel menoleh sekilas tanpa menghentikan langkahnya. Gadis bernama Hera, dan Feli itu juga ikut berjalan di samping Rahel.

"Mau kemana sih Hel? Kok buru-buru banget," tanya Hera lagi.

"Kolam."

"Mau ngapain?"

"Ada yang ketinggalan di loker gue."

"Penting banget?" tanya Feli.

Rahel hanya mengangguk sambil berdeham sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan.

"Kita apain?" tanya Feli.

Hera hanya tersenyum licik, kemudian ia segera menutup pintu kaca itu dan mengucinya dengan rapat.

"Rasain!" ucap Hera.

****

Rahel berjalan menuju lokernya, dan mengambil benda pipih yang ia lupakan sejak kemarin.

Gadis itu menghela lega sambil memeriksa ponselnya yang memiliki baterai hanya enam puluh persen. Ia segera menutup lokernya kembali dan berjalan menuju pintu keluar.

Kening Rahel bertaut dalam, ia segera berlari dan mencoba membuka pintu kaca itu sambil berteriak.

"Ih! Kerjaan dua anak tadi pasti," ucap Rahel kesal, "Woy! Tolongin gue! Pak eko, atau siapa pun yang lagi di luar tolongin gue!!"

Rahel mendengus, suaranya tidak di dengar oleh siapa pun. Ia pikir di luas sana tidak ada orang, apa lagi ini sudah sore. Sudah waktunya untuk kelas terakhir.

"Gue harus apa?" ucap Rahel menahan isak tangisnya.

Ia mulai memperhatikan sekitar. Suasananya berubah menjadi sangat sepi, aura negatif pun mulai berdatangan menyapanya. Detak jantung Rahel semakin cepat, ia merasa takut, dan bingung sekarang.

"Oh iya! Vito, tolongin gue Vit!" teriak Rahel sambil mendongak, "Vito, vito, vito tolongin gua!!"

Gadis itu mulai bosan. Usahanya sia-sia, tak ada satu pun yang membuahkan hasil. Pemanggilan roh yang di lakukannya tak kunjung berhasil, bahkan meminta tolong pada manusia pun tidak berhasil.

Rahel hanya bisa menghela, berjalan mendekati gazebo dan duduk di sana. Kedua netranya mulai terpejam, Rahel mencoba untuk memanggil Vito dengan caranya sendiri.

Namun, aura negatif semakin terasa. Rahel membuka kedua matanya dengan cepat, perhatiannya beralih pada loker yang terbuka itu.

"Anjir! Ini pada kenapa sih? Gue sial banget," ucapnya ketakutan.

Rahel kembali mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Menghilangkan rasa takutnya, dan mencoba untuk tenang.

Tolong... tolongin aku!

Sakit.. ini sakit hiks.. hiks...

Suara isakan itu terdengar begitu menakutkan. Tubuh Rahel menjadi membeku, padahal ia ingin berlari menjauh.

Tolong.. kepala aku sakit. Ada darah ini, darah...

Suara wanita itu terdengar nyaring, dan kemudian berubah menjawa gela tawa mengerikan.

Rahel tidak kuat untuk terus mendengarkan suara-suara itu. Ia terus mencoba untuk menggerakan badannya. Sedetik kemudian, otot-ototnya mulai terasa. Rahel segera berlari menuju pintu keluar yang masih terkunci.

Ia mencobs untuk mencari cara untuk keluar, tapi tak ada satu pun cela untuknya keluar. Semuanya tertutup dengan rapat.

Suara-suara itu semakin terasa menjauh, Rahel semakin ketakutan. Wajahnya terlihat sangat pucat, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia kembali berteriak meminta tolong sambil memukul pintu kaca itu dengan kuat.

"Jangan takut! Aku gak nyeremin kok."

Suara kembali terdengar, kali ini terdengar jelas pada telinganya. Rahel menoleh dengan perlahan, menatap seorang gadis dengan wajah yang penuh darah tengah menatapnya sambil tersenyum lebar.

Rahel berteriak dengan kencang, kedua netranya terbuka lebar, dan detik berikutnya ia terjatuh dengan kedua mata yang tertutup rapat.

Sosok mengerikan itu mulai mendekati Rahel yang pingsan, mendekatkan wajahnya pada wajah Rahel dengan begitu dekat.

Sesekali makhluk itu berkedip, memperhatikan setiap inchi wajah cantik itu. Ia mencoba menyentuh pipi Rahel, tapi aktivitasnya harus tertunda karena suara langkah kaki seseorang. Hantu perempuan dengan seragam yang penuh dengan darah itu segera menghilang.

Tak lama kemudian, pintu kaca itu terbuka lebar. Cowok tinggi dengan seragam olahraga itu segera membawa Rahel keluar.

*****


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C19
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen