Kuda hitam itu berlari dengan cukup kencang. Langkah keempat kaki yang gesit itu terdengar menggema begitu membelah hutan belantara di sekitarnya. Kikikannya juga seringkali terdengar, bersahutan dengan suara seruan sang penunggang yang memacunyauntuk kian melesat jauh agar tak terhentikan.
Sementara itu dua orang yang menungganginya tampak begitu menikmati perjalanan ini. Mereka menyukai sensasi saat belari bersama angin yang berhembus di sekitar mereka ataupun ketika tubuh mereka melonjak mengikuti hentakan kaki-kaki sang kuda. Senyuman kebahagiaan terlihat di wajah keduanya.
"Apa ini terlalu kencang?" bisik Night pada sang putri yang duduk di depannya.
"Tidak sama sekali. Saya menyukainya," kata Eliana sambil menatap Night dari balik bahunya. Senyumannya terlihat begitu lebar penuh kebahagiaan.
"Baguslah kalau begitu…" kata Night puas sambil sedikit mempercepat lari binatang itu.
Keduanya terus melaju seakan tengah menyongsong kebebasan yang selalu hanya bisa mereka dapatkan secara sembunyi-sembunyi seperti ini.
Sementara itu tanpa mereka sadari dua tamu tak diundang tampak memperhatikan keduanya dari dahan sebuah pohon yang menjulang tinggi di sekitar sana. Dua pasang mata itu tampak mengikuti pergerakan kuda tadi dengan tatapan tajam dan penuh kebencian.
"Lihatlah ulah anak itu. Bahkan walau sekarang dia sudah resmi menjadi Raja yang baru, dia masih juga senang bermain-main. Parahnya dengan seorang manusia? Benar-benar menggelikan," kata Kris sambil menyilangkan tangannya. Terus memperhatikan kedua orang itu hingga menghilang dari pandangan.
"Tidak mengherankan sama sekali. Dia selalu begitu, hanya memberikan amanat kepada Larry lalu kemudian menghilang dari istana. Dia benar-benar pemimpin yang payah," tanggap Justin dingin.
"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang? Apa kita akan membiarkan ini semua begitu saja?" tanya Kris sambil kembali melirik saudara kembarnya itu.
"Jangan khawatir." Justin menyahut dengan sangat santai. Kini bahkan sebuah seringaian kejam terlihat di wajah rupawan itu. "Sepertinya aku mendapatkan ide hebat untuk mengalahkannya. Kali ini kita bisa membuatnya benar-benar tak berdaya dan bahkan menyerah menjadi raja," ucap Sang Pangeran dengan nada penuh muslihat.
"Tapi aku baru sadar kalau ada Pangeran yang tak ada." Si manusia modern Honey bergumam tiba-tiba. "Bukankah sebelumnya Paman Larry bilang kalau ada empat Pangeran kembar? Tapi sejauh ini hanya terlihat Night, Justin, dan Kris?"
"Kevin tak ada.…" Night malah menggumam tiba-tiba, membuat Honey dan Larry langsung menoleh padanya.
"Apa Anda sekarang sudah bisa mengingat semuanya, Yang Mulia?"
Night menggeleng cepat. "Belum semua. Tapi sepertinya beberapa hal sudah mulai terlihat di pikiranku. Aku bisa mengingat saudara dan masa kecilku tapi aku sama sekali belum mengingat kelanjutan cerita dari Putri Eliana ini."
"Tepat seperti dugaan saya selama ini. Sepertinya Anda bukan melupakan semua ingatan itu, Yang Mulia. Mungkin karena Anda terlalu lama di peti sehingga membuat ingatan itu memudar. Anda hanya perlu sesuatu untuk memancing ingatan-ngatan itu kembali," kata Larry dengan senyuman lega, namun tak lama wajahnya kembali terlihat serius. "Berbicara soal Pangeran Kevin – ya, bisa dikatakan bahwa bahwa beliau tidak ambil bagian dalam perperangan ini. Sebab dibanding saudara Anda yang lain, hanya beliaulah yang paling dekat dengan Anda. Beliau juga selalu berada di pihak Anda hingga akhir."
"Hingga akhir?" tanya Night cepat mendengar ucapan itu. Firasatnya tiba-tiba memburuk lagi.
"Sayangnya beliau telah tewas tak lama setelah Anda menghilang, Yang Mulia."
"A-Apa?"
***
Ketika sore baru menjelang, Night mengantar Eliana kembali ke istana. Dan seperti biasanya, melarikan diri dengan Night adalah hal terbaik yang dilakukan oleh sang putri. Mengingat ia tak perlu harus takut ketahuan oleh siapapun. Karena hanya dengan sebuah keajaiban, mereka dapat berpindah tempat dalam sekejap mata.
"Tadi itu sangat menyenangkan, Tuan. Sayang sekali hari ini kita harus kembali lebih cepat," keluh Eliana sesampainya mereka di kamar tidur. Walau dia terlihat sedikit lelah dengan keringat yang membasahi wajahnya, namun gadis itu terlihat sangat bahagia. "Kalau saja aku tidak harus menghadiri acara kerajaan itu aku tidak akan mau pulang. Aku masih ingin terus menunggangi kuda itu seharian bersama Anda, karena rasanya menyenangkan."
"Tidak apa-apa. Kita bisa kesana lagi besok ketika pagi menjelang," sahut Night langsung tersenyum mendengar protesan sang Putri.
"Benar juga." Eliana kembali melirik Night dengan ekspresi senang. "Tapi besok Tuan akan menepati janji anda, bukan? Anda akan mengajariku menunggangi kuda?"
"Ya. Aku tidak akan ingkar janji, Tuan Putri."
Keduanya tampak kembali saling tersenyum. Seakan waktu yang mereka habiskan tak pernah cukup untuk saling bersama. Seperti saat ini dimana untuk mengucapkan kata-kata 'Selamat tinggal' ataupun 'Sampai jumpa' saja terasa sangat berat di lidah.
"Nanti malam apakah Tuan akan mendatangiku lagi? Saya ingin bermain ke bukit itu lagi?" Eliana membuka kebisuan, terlihat sedikit malu-malu mengatakannya.
"Kapanpun Anda menginginkannya saya akan datang, Tuan Putri…"
"Benarkah? Terima kasih, Tuan. Saya benar-benar senang dengan kehadiran Anda di sini.
Lagi-lagi hening. Keduanya orang itu kembali saling memberikan tatapan mendalam satu sama lain.
Bagi Eliana hal ini mendebarkan dan sedikit memalukan. Sementara bagi Night yang tak terlalu paham jenis emosi manusia, semua ini membuatnya begitu nyaman dan tentram saja. Pokoknya dia merasa lebih senang sejak mengenal Eliana.
Di tengah keindahan momen ini, tiba-tiba sang putri mendekatinya. Dengan sedikit berjinjit ia mengecup salah satu pipi Night dengan pelan. Di sanalah Night mulai tak tahu tentang bagaimana menamai perasaannya ini. Ia hanya memberikan tatapan bingung pada sang putri yang mulai tak berani melihat wajahnya setelah perbuatan itu.
"Astaga kenapa harus melakukan itu. Memalukan."
Honey langsung merutuk kecil begitu melihat mereka. Refleks menutupi matanya.
Entah karena memang wajah mereka mirip atau ada alasan lain, setiap perbuatan sang putri memberi cukup banyak dampak pada dirinya. Sehingga mungkin itu sebabnya sekarang ia ikut merasakan panas di pipinya melihat momen itu. Bukannya karena terpesona, melainkan karena merasa malu dan canggung sekali.
'Apa-apaan sih dia? Dia kan seorang putri. Seseorang yang anggun. Bangasawan nomor satu di kotanya. Tapi kenapa tanpa basa-basi mencium pria seperti itu? Tingkahnya membuatku sangat malu,' gumam Honey di dalam hati.
Sementara itu Night tidak terlalu mendengarkan bisikan hati Honey karena ia sendiri seperti terbawa kembali dengan kenangan itu. Rasanya dia dapat kembali mengingat dan merasakan sensasi yang pernah dirasakannya pada saat itu. Pada saat jatuh cinta pada sosok Putri Eliana.
***