Rani mendengar deru mobil Dika yang sudah datang. Ia sangat gugup sekaligus ketakutan untuk bertemu dengannya. Pasti sang anak akan marah besar padanya atas kejadian tersebut.
"Duh, gimana nih? Dika udah pulang. Bisa-bisa dia marah sama aku, terus gak mau ngomong lagi sama aku."
Rani masih belum membukakan pintu tersebut, padahal Dika berkali-kali mengetuknya. Pria itu juga sering memanggil dirinya untuk dibukakan puntu. Dengan sedikit keberaniaan, maka ia pun melangkah menuju ke arah pintu dan membukanya.
"Dika," ucap Rani dengan perlahan dan menatap wajah anaknya. Ia melihat mimik muka Dika seperti lain dari biasanya. Ia pun langsung ketakutan.
Dika duduk di kursi dan terdengar mengembuskan napas panjang. Saat ini ia sungguh tak ingin berdebat dengan ibunya sendiri. Padahal Rani telah bersalah pada dirinya dan juga Leony. Namun, entah kenapa, ia malah semakin merasa sedih.
"Kenapa sih, Bu?" tanya Dika.
Deg!