App herunterladen
54.54% DEWASA / Chapter 6: Episode 5 Ekskul Expo

Kapitel 6: Episode 5 Ekskul Expo

Terdengar pengumuman dari pengeras suara sekolah yang berbunyi imbauan kepada seluruh staff pengajar untuk berkumpul di ruang guru melanjutkan Rapat Kurikulum Tahun Ajaran 2010 – 2011. Kiki berbincang – bincang sebentar dengan Ica sebelum beralih berkumpul bersama Edo, Hadi, dan Muzammil, begitupun Ica yang juga beranjak dari tempat duduknya untuk bergabung bersama lima teman perempuan sekelasnya Shinta, Lia, Intan, Sherin, dan Mutmainah.

Bel tanda berakhirnya kegiatan sekolah pada hari pertama Tahun Ajaran 2010 – 2011 akhirnya berakhir dan para penghuni kelas XI IPS-1 merapikan tas ranselnya lalu meninggalkan ruang kelas.

"Lo mau langsung pulang apa masih di sini dulu nih, Ca ?", tanya Kiki.

"Gue ngga langsung pulang, Ki. Gue ada kumpul sama anak – anak ekskul Mading dulu sebentar", jawab Ica. "Gue mau samperin Della dulu tapinya, tadi dia masih di kelas. Ada wali kelasnya yang ngga ikut rapat", tambahnya.

"Okedeh Ca. Kalo gitu sampe ketemu besok, ya ! Gue sama Azam, Edo, Hadi, mau lanjut nonton Ekskul Expo sesi dua sekalian daftar buat gabung ke ekskul Futsal", pamit Kiki.

"Iyah, bye Kiki !", balas Ica dengan senyum manisnya dan lambaian tangan feminim khasnya. Kiki berjalan menyusul ketiga teman kelasnya yang berjalan di depannya meninggalkan Ica yang masih menunggu Della memasukkan barang bawaannya ke dalam tas ranselnya di depan kelas XI IPS-2.

Empat sekawan itu tiba di lapangan basket dan melihat area sudah ramai oleh para siswa – siswi baru kelas X yang sedang mendaftarkan diri ke berbagai stand ekskul yang hadir di sesi kedua. Kiki melihat di sesi kedua ini ada stand tenda – tenda kecil ekskul yang sama dengan sesi pertama, akan tetapi sudah diganti spanduk atau papan penandanya, beserta pengguna tendanya. Kiki melihat stand – stand yang mewakili ekskul Futsal, SPA (Siswa Pecinta Alam), Basket, Hockey, Bulutangkis, Karate, Judo, Tae Kwon Do, REMAS (Remaja Masjid), dan ROHKRIS (Rohani Kristen). Pada sesi ini, giliran ekskul – ekskul olahraga yang akan tampil.

Mereka duduk di area koridor pinggir lapangan basket untuk menyaksikan demonstrasi aksi memukau seni bela diri dari Ekskul Karate, Judo, dan Tae-Kwon Do, juga demonstrasi aksi pertandingan futsal, basket, bulu tangkis, dan hockey yang masing – masing gilirannya berdurasi sepuluh menit. Para siswa – siswi mulai memenuhi area pinggir lapangan dan beberapa lainnya menyaksikan dari jarak yang agak jauh dari lapangan.

Pembawa acara Ekskul Expo, Akeera Safitri, mengumumkan bahwa Ekskul Karate akan menjadi ekskul olahraga pertama yang akan mendemonstrasikan aktifitasnya . Terlihat beberapa pemuda menggunakan atribut karate, yaitu dogi (setelah baju karate) dan obi (sabuk) bergotong royong membawa beberapa balok batu yang berukuran agak besar dan menyusunnya.

Tiga pemuda beratribut karate yang bersabuk cokelat itu masing – masing menyusun balok batu di hadapan mereka tiga lapis, dengan dua batu diletakkan secara vertikal untuk menopang tiga lapis yang diposisikan horizontal, membentuk "meja batu kecil". Kemudian ketiga karateka remaja bersabuk cokelat itu secara bersamaan mengambil sikap kuda – kuda dan menarik napas panjang. Mereka melepas napasnya sambil berteriak dan memukul "meja batu kecil" mereka masing – masing hingga hancur.

Para penonton bersorak – sorai dengan kagum dan memberikan tepuk tangan yang meriah kepada ketiga karateka muda bersabuk cokelat tersebut. Ketiga karateka itu lalu memberikan hormat kepada para penonton dengan gestur membungkuk, lalu meninggalkan lapangan dan kembali dengan membawa tujuh balok batu yang disusun berlapis ditopang oleh barisan batu bata. Kemudian mereka bertiga menyingkir dari "meja batu" baru tersebut dan muncul sosok karateka baru yang memasuki lapangan basket yang membuat ekspresi wajah Kiki berubah menjadi masam. Kiki juga menyadari bahwa Nadira menatap sosok itu dengan ekspresi wajah yang kesal, seakan punya riwayat interaksi yang buruk dengan orang tersebut.

Para penonton kembali bersorak dengan meriah dengan hadirnya sosok Ivan Mardi Rasyid di lapangan basket mengenakan atribut karate, namun dengan mengenakan sabuk berwarna hitam. Akeera memberitahukan kepada para penonton bahwa Mardi adalah Wakil Ketua Ekskul Karate SMA Cijantung Jakarta Timur dan sudah mencapai level Dan-2 serta berkontribusi sebanyak tiga kali menyumbangkan piala Juara 1 Kejuaraan Kumite Karate Antar Sekolah Tingkat SMA kepada SMA Cijantung. Para penonton mulai mengurangi sorak – sorainya dan berbincang satu sama lain sambil menjaga pandangan mereka kepada Mardi. Mardi kemudian mengambil sikap kuda – kuda yang kokoh dan mengambil napas dalam lalu menahannya. Kemudian Mardi melepaskan napasnya sambil teriak dan memukul tumpukan tujuh balok batu tersebut hingga hancur. Para penonton lalu bersorak – sorai dan bertepuk tangan meriah melihat aksi Mardi.

Seorang karateka bersabuk cokelat yang berambut keriting dan berkulit agak gelap mengumumkan bahwa Mardi akan bertarung melawan ketiga karateka bersabuk cokelat itu sekaligus dan penonton meresponnya dengan kagum juga bingung mempertanyakan skenario demonstrasi yang akan mereka tampilkan. Mardi dan ketiga karateka itu berdiri berhadapan dan saling memberi hormat, lalu mengambil sikap kuda – kuda kumite karate. Para penonton sekejap hening dan memandang keempat karateka dengan fokus, menunggu aksi – aksi mereka di lapangan, terutama penasaran bagaimana Mardi akan menaklukan ketiga lawannya. Salah satu karateka bersabuk cokelat yang berambut pendek ikal memulai serangan dengan tendangan melompat yoko tobi geri, namun dengan cepat Mardi menghindar tepat sebelum tendangan itu mengenai wajahnya dan menghalaunya serangan berikutnya pukulan menyamping uraken-uchi dengan tangkisan haishu-uke, dan secepat kilat melakukan serangan balik dengan tendangan ushiro-geri yang berhasil disarangkan ke bahu karateka pertama yang menyerangnya.

Penyerang pertama langsung terjatuh karena kehilangan keseimbangan, dan Mardi langsung menghalau serangan cepat berikutnya dari karateka kedua yang berkulit putih dan berambut model belah tengah. Penyerang kedua melayangkan serangan tendangan samping yoko-geri namun dengan cepat sekali lagi Mardi berhasil menghalaunya dengan tangkisan dasar karate gedan-barai dan langsung melayangkan serangan balik dengan pukulan ke arah kepala oi-zuki-jodan namun berhasil ditangkis oleh lawannya dengan tangkisan yoko-empi, menangkap serangan Mardi dan membalasnya dengan serangan sikut.

Seakan sudah membaca gerakan lawannya, Mardi seketika menahan serangan balik sikut lawannya dengan tangannya yang lain, lalu mencengkeram tangan lawan yang sebelumnya digunakan untuk menghalau serangan pukulan ke kepala yang dilayangkan Mardi. Mardi lalu memutar badannya keluar ke arah kiri Sembilan puluh derajat sembari mencengkeram tangan lawannya, lalu dengan cepat menghantamkan bahunya kepada dada penyerang kedua itu hingga terjatuh. Belum sepenuhnya kembali ke posisi siap, Mardi langsung mendapat serangan dari penyerang terakhir sang karateka sabuk cokelat yang berambut keriting dengan kulit gelap.

Penyerang terakhir berusaha menyarangkan tendangan angkat mae-geri ke arah dagu Mardi, namun Mardi berhasil menghindarinya dengan melompat kebelakang. Menghindar dengan reflek cepat ketika posisi tubuh belum siap menerima serangan berikutnya membuat Mardi sedikit kehilangan keseimbangan, dan penyerangnya langsung kembali mendekat untuk menyarangkan serangkaian kombo pukulan cepat yang berhasil mengenai area perut Mardi, namun Mardi berhasil menghalaunya dengan cepat dan membalasnya langsung dengan pukulan keras ke perut lawan disusul dengan tendangan belakang memutar ushiro-ura mawashi-geri yang keras ke perut lawan hingga sang penyerang terakhir itu tersungkur ke tanah.

Para penonton memberikan tepuk tangan meriah diiringi sorak – sorai keras kepada penampilan Mardi yang berhasil menghalau semua serangan penyerangnya, hanya menerima satu pukulan di perut. Sebagian besar penonton menyerukan nama Mardi secara serempak, lalu Mardi berdiri sejajar dengan ke tiga karateka bersabuk cokelat untuk memberikan sikap hormat kepada para penonton. Setelah itu, Mardi berjalan ke arah Akeera dan meminta mic darinya. Akeera menyerahkan micnya dengan ekspresi kebingungan, lalu Mardi mulai berbicara.

"Saya mewakili ekskul Karate, pengen ngajak satu teman saya untuk berpartisipasi dalam demonstrasi ekskul Karate ! Ya, yang lagi ke arah ke luar gedung utama sekolah deket ruang guru ! Perlu temen – temen tau kalo kakak yang di sana itu juga seorang karateka level Dan-1 !", seru Mardi berbicara dengan Mic sambil menunjuk ke arah lorong keluar gedung sekolah dekat ruang guru.

Seketika penonton langsung mengalihkan pandangannya kepada sosok siswa berpostur tinggi dan kekar seperti Mardi yang mengenakan topi sekolah dan jaket bomber berwarna hitam, membawa tas ransel hitam besar di punggungnya hendak berjalan ke luar gedung menuju area parkir. Kiki menoleh ke arah Mardi menunjuk, dan langsung mengenali siapa yang dimaksud.

Hasanudin Al Musharaf.

Hasan berhenti sejenak menoleh ke arah Mardi, lalu kembali berjalan melanjutkan perjalanannya.

"Saya yakin Kak Hasan nggak akan tega ngecewain adik – adik kelas dan temen – temen seangkatannya dengan nolak ajakan yang bakal menghibur mereka semua di sini !? Lihat, semuanya udah nyorot Kak Hasan dan pengen kakak bergabung di sini buat unjuk gigi !", seru Mardi dengan suara yang lebih keras melalui mic.

Sebagian penonton tampak terkejut dan berbicara kepada satu sama lain menanggapi seruan Mardi dan sosok Hasanudin yang sedang berjalan ke luar untuk pulang. Kiki seketika terkejut mendengar perkataan Mardi, dan melihat Nadira berdiri dari tempat duduknya berjalan mendekat kepada Akeera dan melihat ke arah Hasanudin yang masih tidak bergeming dari tempatnya berdiri.

Hasanudin berhenti untuk kedua kalinya dan memalingkan tubuhnya ke arah lapangan basket. Seluruh penonton langsung terdiam hening dan suasana sekitar lapangan basket menjadi tegang. Ia mulai berjalan ke arah Mardi, disaksikan dengan antusias dan penuh rasa penasaran oleh seluruh penonton, terutama para siswa – siswi baru yang masih mengenakan seragam SMP. Ketua ekskul Judo, Ghaffar, berdiri dari tempat ia duduk dengan wajah yang agak kesal dan berjalan ke arah Mardi.

"Mar, apa – apaan ini !? Waktu demonstrasi karate udah mau abis dan anak – anak gua dah pada siap masuk ke lapangan ! Ngajak dia duel sekarang berarti lu makan jatah ekskul gua dan itu gua ngga mau ya !", desis Ghaffar dengan kesal.

"Santai aja, far ! Duel ini ngga cuma bikin Karate banyak yang minat, tapi ekskul bela diri lain, termasuk Judo lo juga ! Ini ga bakal lama, gue minta jatah lo lima menit aja dari waktu selesai giliran gue. Pas banget ini lo bisa jadi wasit, sekalian ingetin gue soal waktu", balas Mardi.

"Tch ! Gua tau tujuan lu sebenernya ngadain duel dadakan ini ! Kurang – kurangin masukin urusan pribadi lu ke tempat yang salah ! Gua tolerir kali ini, begitu gua bunyiin peluit, lu sama dia harus berhenti duel !", tegas Ghaffar dengan geram.

"Iye, iye, far ! Kita mulai sekarang makanya mumpung dia udah di sini !", balas Mardi.

Sang Ketua Ekskul Judo yang memiliki tinggi sedang dan bertubuh kekar itu kembali ke tempat duduknya untuk mengambil handphonenya setelah meminta pluit dari pembawa acara pendamping Akeera, Dito Pramudya. Nadira berjalan mendekat kepada siswa tinggi berjaket hitam itu dan berbisik ke telinganya.

"Sayang, kamu jangan kepancing emosi, yah! Kamu nggak harus ngeladenin dia !", bisik Nadira yang khawatir.

"Aku terpaksa. Satu sekolah udah ngeliat aku. Dan kalo aku ngga ladenin, dia bisa permaluin kamu dengan ngehujat aku di hadapan publik ini", balas Hasan.

"Aku Ketua OSIS, sayang ! Dia ngga akan berani –"

"Dia berani ngapain aja kalo gengsinya udah kena"

Nadira hanya bisa menghela napas. Pertarungan ini sudah tak terelakkan lagi.

Hasan menatap pacarnya itu dengan ekspresi datar standarnya, lalu perlahan tersenyum.

"Insya Allah aku ngga akan kenapa – kenapa. Aku ngga akan tega bikin kamu ngeliat aku dihajar di depan orang sebanyak ini", Hasanudin meyakinkan Nadira dengan lembut.

Nadira mengangguk dengan senyum manisnya.

"Kalo gitu, sini, aku bawain jaket kamu, dan aku beliin dulu air minum buat kamu. Abis itu, aku anter kamu ke parkiran motor sebelum aku tampil sama ekskul Hockey", cetus Nadira. Wajahnya sudah tidak penuh kekhawatiran lagi.

"Makasih, sayang", ucap Hasanuddin. Ia tersenyum lagi.

Pipi Nadira berubah menjadi warna pink.

"Kalo ngga banyak orang, aku udah cium pipi kamu sekarang juga tau !", canda Nadira.

Hasanudin tertawa kecil mendengarnya, lalu menitipkan jaket dan topi sekolahnya pada Nadira. Kemudian ia berjalan ke hadapan Mardi.

Para penonton akhirnya bisa melihat jelas wajah laki – laki yang ditantang duel oleh Mardi. Mereka kembali bersuara, dan sebagian bersorak dengan meriah. Mulai terdengar pula teriakan antusias dari para penonton puteri setelah Hasan membuka topinya. Para anak perempuan yang masih di sekitar lapangan mengarahkan pandangan penuh kekaguman dan ekspresi yang antusias melihat Hasanudin Al Musharaf, kekasih sang Ketua OSIS cantik Nadira yang berpostur tinggi dan berbadan kekar. Kulit putih bersihnya membuat kulit Nadira terlihat gelap berdiri di sebelahnya. Rambutnya pendek berombak berwarna coklat yang semakin terang karena disorot teriknya sinar matahari. Ia berhidung mancung sebagaimana kebanyakan keturunan Arab dan Turki, dan memiliki mata indah berwarna cokelat terang keemasa

Hasanudin sangat rupawan dengan bentuk wajah yang jantan, hidung mancung, dan bersih tercukur dari kumis serta janggut. Para penonton perempuan bergegas mengambil handphone mereka yang mayoritas Blackberry, dan mengarahkan kamera handphonenya kepada Hasanudin untuk mengambil fotonya. Tidak ada satupun siswi yang berada di area lapangan yang bisa menyangkal keindahannya yang bahkan siapapun laki – laki idaman mereka, semuanya terlupakan karena wujud Hasanudin.

Nadira berjalan kembali ke arah koridor tepi lapangan basket di dekat tiang bendera membawa barang – barang Hasanudin dan menaruhnya di dekat teman – temannya yang duduk di dekat tiang bendera. Nadira terlihat berbicara sebentar kepada mereka, seperti meminta tolong untuk menjaga barang – barangnya dan Hasanudin, lalu kembali berjalan menelusuri koridor kea rah koperasi sekolah. Hasanudin yang berdiri berhadapan.

"Waktu lu berdua sepuluh menit dari sekarang ! Inget, jangan nyerang alat vital, jangan kebawa emosi, dan jangan bikin duel ini seakan kayak berantem pribadi yang bakal disorot banget sama semua yang di sini !" Gua ngga mau tau pokoknya begitu gua bunyiin peluit lu berdua harus stop ! Kalo ngga, gua sendiri yang bakal berhentiin paksa !", bisik Ghaffar kepada kedua petarung, wajahnya masih terlihat marah.

Mardi dan Hasanudin mengangguk memberi tanda setuju. Ghaffar menatap kedua partisipan duel dengan serius.

"Lo tadi udah liat kan kenapa Mardi bukan orang yang bisa lo lawan mau ngelawan Mardi, Ki !", bisik Hadi mengingatkan Kiki.

"Iya, gue liat dengan seksama banget tadi, Di ! Gue juga sempet ngelawan dia kan sebentar pagi ini ! Tapi pendirian gue tetep sama, gue akan tetep hadapin dia kalo gue pergokin dia mau ngehajar orang lagi ! ", tegas Kiki.

"Sekarang lu fokus simak ini ! Kita liat apa Bang Hasan bisa kalahin Bang Mardi di sini. Waktunya cuma sepuluh menit. Bang Mardi itu udah Dan-2, sementara Bang Hasan Dan-1", sahut Muzammil.

Dari lantai dua gedung pertama sekolah, terlihat Anna juga menyaksikan duel Mardi melawan Hasanudin. Kiki juga melihat Ica dan Della hendak duduk di sudut lapangan dekat lorong ke Koperasi Sekolah.

Kedua partisipan duel persahabatan itu melakukan gestur sikap hormat Karateka dan memasang kuda – kuda. Ghaffar masih di sana untuk memberi aba – aba memulai. Ia berjalan mundur menjauh hingga berhenti di depan tiang bendera, lalu membunyikan peluit untuk memulai duel Mardi melawan Hasanudin.

Mardi memulai serangan dengan tendangan memutar ushiro-ura mawashi-geri ganda sambil melompat kepada Hasanudin, namun Hasanudin dengan cepat menghindari kedua tendangan cepat itu dan langsung melayangkan serangan balik dengan tendangan lutut kaki kanan menuju pinggul Mardi. Mardi dengan cepat menepisnya dengan telapak tangan kirinya dan langsung membalas dengan pukulan oi-zuki-chudan ke arah area rusuk kiri Hasanudin. Hasanudin langsung mengantisipasi pukulan itu dengan mengangkat tinggi – tinggi lutut kirinya menepis serangan tinju Mardi yang hampir saja mengenai rusuk kirinya.

Hasanudin kemudian memulai serangan dengan kombinasi pukulan karate oi-zuki-chudan, gyaku-zuki, serangan sikut empi-uchi, lalu tendangan kedepan ke arah ulu hati tsumasaki, namun dapat dihalau semuanya oleh Mardi dengan mudah. Mardi kemudian melakukan serangan balasan dengan mencoba melayangkan tendangan ura mawashi-geri secara cepat dan beruntun, namun dengan cepat Hasanudin menepis semua tendangan itu dengan tangkisan yang melindungi kepala age-uke bertepatan dengan momentum tendangan – tendangan itu dilayangkan. Hasanudin lalu memutar badannya untuk melayangkan serangan balasan ke arah leher Mardi dengan pukulan menyamping uraken-uchi, namun sekali lagi terbaca oleh Mardi dan berhasil dihalau dengan teknik tangkisan keluar uchi-uke.

Mardi dengan cepat langsung mengubah tangkisannya menjadi cengkeraman pada tangan Hasanudin, lalu melayangkan serangan balik menggunakan sikut menuju mulut Hasanudin. Hasanudin tampak terkejut dan sedikit tegang merespon serangan balik cepat Mardi, namun dengan cepat dan beruntung menahan serangan sikut mardi dengan telapak tangan lainnya untuk meredam benturan terhadap mulutnya.

Secara bersamaan, Hasanudin melayangkan serangan balasan tendangan kedepan jarak dekat mae-geri kekomi yang mengenai perut Mardi dengan keras hingga membuat Mardi terdorong mundur sambil memegang perutnya, terlihat sedikit merasa kesakitan. Hasanudin juga sedikit terdorong mundur karena sempat menahan serangan sikut Mardi. Seluruh penonton bertepuk tangan dan bersorak heboh menyaksikan duel mereka yang menakjubkan dan sedikit sekali penonton yang memutuskan untuk beranjak pergi dari menonoton duel ini.

Kiki menyimak duel mereka dengan pandangan nyaris tak berkedip. Dia tampak kagum dengan teknik – teknik karate yang ditampilkan dua petarung remaja tersebut. Kiki mulai tersenyum dengan tatapan antusias memfokuskan pandangannya pada Hasanudin. Ia juga melihat dari sudut yang berseberangan di dekat tiang bendera Nadira mulai tersenyum lega sambil memegang jaket bomber hitam Hasanudin yang dia dekap ke dadanya.

Mardi dan Hasanudin kembali menjaga jarak dan menstabilan kuda – kuda mereka. Duel ini masih imbang.


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C6
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen