Tidak terlalu jauh di depan sana, kami sudah bisa melihat Lucia yang sepertinya sedang bersembunyi di balik semak-semak.
Masih membimbing diriku dengan menarik tangan kananku bersamanya, Rord mulai menaikkan kecepatannya ketika berjalan.
Dengan kecepatan yang tidak terlalu kencang itu, kami berdua akhirnya menghampiri Lucia dan ikut bersembunyi bersamanya.
Dia segera menyadari suara langkah kaki yang aku dan Rord perbuat dan langsung menoleh ke arah kami.
Bukan dikarenakan telinga-nya yang tajam, kurasa itu hanya memang dikarenakan suara yang kami buat terlalu keras saja.
"Ah, akhirnya kalian datang juga."
"Maaf membuat menunggu, Lucia. Apa kami terlalu lama?"
"Kalian benar-benar lama sekali, tahu ... sungguh, sebenarnya apa yang daritadi sedang kalian la--kukan--?"
Dalam sepersekian detik setelah menyapa kami, ditunjukkan dengan ekspresi pada wajahnya, Lucia terlihat seperti sedikit terkejut akan sesuatu hal yang tidak kuketahui tepat ketika dirinya melihat Rord dan diriku.
...? Apa? Apa ada sesuatu yang aneh dengan kami...?
"Ada apa?"
"Tidak, tidak ada apa-apa."
Lucia mengalihkan pandangannya kembali ke depan.
Sesaat tadi ia terlihat seperti merasa tidak nyaman akan sesuatu ... atau apa itu hanyalah perasaanku saja?
"!"
Tanganku serasa seperti sedang ditarik oleh sesuatu ... bukan, kurasa seperti ada yang sedang berusaha melepaskan genggaman tanganku.
"Oi, sampai kapan kau ingin menggenggam tanganku seperti padaku?"
Rord menoleh kepadaku sembari berusaha untuk melepaskan genggaman tangannya.
Aku tidak sadar akan hal itu dan masih saja berusaha untuk menahannya.
"Ooi. Apa kau melamun?"
Sampai akhirnya aku sadar akan perbuatan yang baru saja kulakukan.
"A--Ah, maaf."
Aku segera melemaskan genggaman tanganku dan membiarkan tangan Rord pergi.
Sesaat setelah itu terjadi, entah mengapa aku seperti merasa kesepian akan sesuatu.
Dan tanpa sadar, aku pun kembali melihat-lihati tanganku yang baru saja menyentuh tangan lembut milik Rord untuk waktu yang cukup lama.
Pada saat ini terjadi, aku bisa merasakannya ... tatapan iri yang asalnya masih belum kuketahui entah dari mana.
Aku tidak benar-benar yakin jika itu adalah 'iri', tapi aku yakin sesuatu yang mirip akan cocok dengannya.
Mengabaikan tatapan tersebut, aku menoleh pada Lucia dan Rord yang memulai pembicaraan lebih dahulu tanpa diriku.
"Jadi, di mana makhluk yang mengaum itu...?"
Rord bertanya pada Lucia yang ada di depannya.
Menanggapi pertanyaan yang diberikan, Lucia menoleh pada kami untuk melihat dan kembali mengalihkan pandangannya ke depan untuk menunjukkan sesuatu tanpa menunjuknya.
"Dia ... ada persis di hadapan kita."
"!"
Aku melihat ke arah yang Lucia tunjukkan.
Makhluk tersebut terlihat seperti pohon. Namun, perbedannya ialah ia tidak memiliki dedaunan dan hanya memiliki batang yang menjulur tidak beraturan ke mana-mana.
Di bagian tengah tepat sebelum batang-batang tersebut menjalar, terbentuk semacam wajah berupa mata kosong yang bersinar merah dan sesuatu seperti mulut tepat di bawah keduanya.
"Ma--Makhluk apa itu?"
Firasatku berkata buruk akan hal ini.
"Clipart Tree. Dari penampilan, sekilas mereka memang terlihat tidak jauh berbeda dari Evil Tree. Nanun, hal yang paling membedakan terletak pada bagian tubuhnya. Evil Tree tidak memiliki tangan ataupun kaki sehingga mereka hanya bisa menggunakan batangnya dan dedaunnya untuk menyerang. Namun, Clipart berbeda, mereka memang tidak memiliki daun, tapi mereka memiliki dua pasang tangan yang mampu membuat diri mereka lebih berbahaya daripada Evil Tree."
Rord menjelaskan apa yang ia ketahui soal monster baru ini.
"Sudah kuduga dari Rord, kau ini benar-benar jenius, ya..."
"He He..."
Memuji Rord dengan kata-kata manisnya, Lucia melakukannya sembari mengelus-ngelus kepala Rord melalui rambut halusnya.
Rord terlihat senang akan hal tersebut dan perasaan itu ia tunjukkan dengan tersenyum sembari menutup kedua matanya.
Membuat suara seperti anak-anak kecil yang sedang kesenangan bermain di taman, mungkin seperti itulah suara yang ia buat.
"..."
Kelihatannya ia merasa nyaman saat diperlakukan begitu...
Aku merasa tidak enak untuk menganggu keasikan di antara mereka dan bicara dengan suara pelan.
"Ja--Jadi, apa yang harus kita lakukan...? Setidaknya, kita sudah tahu jika tidak ada seseorang yang bertarung dengannya, bukan? Menurut pendapatku, kurasa sebaiknya kita menghindarinya saja."
Lucia berhenti mengelus kepala Rord setelah aku bertanya seperti itu dan menanggapi pertanyaanku setelahnya.
"Yah, menghindarinya mungkin adalah salah satu opsi terbaik dalam situasi ini. Namun, bukankah akan menjadi menarik jadinya jika kita bertarung dengannya? Hitung-hitung sebagai latihan juga."
Memegangi masing-masing sisi pinggangnya dengan kedua tangan, Lucia memberiku sebuah saran.
"Yah, itu hanya sebuah saran dari seorang teman. Keputusan masih ada di tanganmu."
Jangan membebankan semuanya padaku begitu, dong...
Dia pasti melakukan ini dengan sengaja...
Padahal akulah yang sebelumnya bertanya padanya mengenai hal yang perlu dilakukan ... tapi, tiba-tiba melemparkan semua hal kepadaku seperti ini ... itu benar-benar tidak adil, tahu.
Maksudku, bukankah kami adalah tim...? Tidak adil untuk memutuskan sesuatu sendirian, tahu.
Yah, tapi aku telah diberi sebuah kepercayaan, yang artinya, mereka sudah benar-benar percaya pada keputusanku. Akan tidak enak jadinya jika aku mengembalikannya begitu saja ... yah, meskipun tidak menutup kemungkinan jika mereka hanya tidak ingin untuk repot-repot berpikir, sih...
"Apa kau bisa melakukannya, Lucia?"
Dengan nada lemas, aku berjalan mendekati Lucia.
"Eh? Melakukan apa?"
"Mengalahkan monster itu, tahu. Maksudku, tanpa sebuah kerja sama tim, apa kau bisa mengalahkannya dengan seorang diri saja?"
Ketika jarak di antara kami sudah semakin dekat, entah mengapa respon yang ia berikan semakin terkesan seolah-olah ia sedang tergesa-gesa.
"O--Oh, itu, ya. Ya--Yah, jika itu adalah pertarungan satu melawan satu, a--a--aku cukup yakin akan bisa menang dengan mudah. Bi--Bisa aku tahu alasan mengapa kau menanyakannya?"
Jadi begitu, masalahnya adalah jumlah, ya...
Namun, mengingat jika makhluk itu sekarang sedang sendirian saja mungkin merupakan sebuah keuntungan bagi kami.
"Baiklah, mari kita lakukan ini. Lucia, kau sudah tahu apa yang perlu kau lakukan, bukan?"
"Padahal kau belum memberiku perintah apapun, tapi mengapa kau bersikap seolah-olah kita sudah memiliki sebuah rencana?"
"Benar, benar, itu benar, tahu."
Gagal sudah adegan keren dalam sebuah kelompok...
Padahal kukira adegan semacam itu akan terjadi meskipun ikatan di antara kami masih belum terlalu kuat ... tapi, ternyata itu memang tidak mungkin, ya.
"A--Ano, jadi begini..."
Aku mengumpulkan Lucia dan Rord dan duduk jongkok bersama mereka dengan jarak yang lumayan cukup berdekatan.
Mengambil sepotong ranting kayu yang tergeletak di atas tanah di dekatku, aku pun menjelaskan rencana yang telah kupikirkan.
"Pertama, aku akan mengalihkan perhatian Clipart sembari menjaga jarak dengannya. Dan pada saat itu, Lucia, aku ingin kau berusaha untuk menyerangnya semampumu. Ingat, ya, semampumu saja. Aku tidak ingin dirimu untuk langsung mengalahkannya begitu saja tanpa memberikan kami sebuah kesempatan untuk bersinar."
"O--Oh, baiklah, aku mengerti. Aku hanya perlu menyerangnya sedikit saja, bukan?"
"Ya, kau benar."
Bagus, ini adalah rencana yang matang, aku yakin jika ini pasti akan berhasil.
Yah, meskipun gagal, setidaknya kami punya Lucia yang bisa menutupinya.
"He--Hey, bagaimana denganku? Apa yang perlu kulakukan?"
Rord mendekat padaku dan membuat wajah kami berhadap-hadapan.
Mengapa dia dekat-dekat begini...?
"A--Ah, kau, ya..."
Sebenarnya, aku tidak pernah terlalu memikirkan sebuah peranan untuknya.
Yah, karena alasan tertentu, sih ... aku tidak ingin jika dia sampai terluka karena kesalahan yang kuperbuat.
"!"
Ah, benar juga.
"Hey, Rord. Kau bisa menggunakan sihir, kan?"
"...? Tentu saja aku bisa. Bukankah aku sudah pernah memberitahunya padamu? Aku ini adalah makhluk yang derajatnya jauh lebih tinggi daripada siapapun di dunia ini, tahu."
"Ya, ya, bicaralah sesukamu, Tuan Putri-ku yang imut. Kalau begitu, aku ingin dirimu untuk menyerangnya dari titik buta yang akan muncul dengan sihir nantinya. Sihir apapun itu bukanlah masalah, asal kau bisa melukainya ataupun menumbangkannya."
"O--Ooh, baiklah. Aku mengerti! Kau bisa mengandalkanku!"
Kenapa dia tiba-tiba terlihat sangat bersemangat seperti ini...?
Sepertinya dia lumayan percaya diri dengan 'sihir' atau apapun itu.
Tidak, bukan itu ... kurasa dia memang hanya suka ketika dirinya sedang dipuji...
Yah, mengingat jika dirinya adalah seorang Tuan Putri yang tumbuh besar di sebuah kastil yang sangat besar, wajar-wajar saja jika dia memiliki sifat seperti itu.
"Baiklah, kalau begitu, maei langsung saja kita laksanakan rencanany-- eh?"
Aku tidak menyelesaikan kata-kataku karena munculnya sesuatu yang membuatku benar-benar sangat terkejut.
Eksistensi sihir...
Sejak aku tiba di dunia ini, aku masih belum pernah melihatnya secara langsung. Dan karena itulah aku benar-benar sangat terkejut karena tiba-tiba hal itu langsung muncul tepat di hadapanku sekarang.
Dari apa yang kulihat, bisa terlihat adanya sebuah lingkaran yang sedikit tembus pandang dengan pola-pola yang tidak kuketahui sedang berputar dengan pelan di kedua tangan Rord.
Lingkaran yang sedikit tembus pandang itu berwarna merah menyala dan membentuk pola-pola yang beragam. Namun, masih tetap teratur.
Kilauan dan percikan-percikan berwarna merah menyala pun terlihat keluar dari lingkaran tersebut.
He--Hebat...
Eksistensi sihir ... aku tidak menyangka jika mereka benar-benar ada...
Mau dilihat bagaimanapun juga, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan jika hal itu merupakan hasil dari rekayasa digital.
"He--Hey, Rord. Apa benda itu memang umum dimiliki oleh para pengguna sihir?"
" 'Benda itu'? Ah, maksudmu lingkaran mantra ini, ya?"
"Ya, ya, benar, lingkaran itu."
"Ah ... aku tidak tahu alasan jelasnya, tapi sepertinya sudah tidak banyak orang yang masih menggunakannya. Namun, karena ini juga bisa digunakan untuk menangkis serangan, maka dari itu aku memutuskan untuk menggunakannya. Maksudku, bukankah ini praktis? Mantra ini juga bisa dilakukan untuk memperkuat mana. Aku tidak mengerti mengapa orang-orang pada zaman sekarang tidak ada yang menggunakannya lagi."
'Ja--Jadi begitu ... singkatnya, selain bisa digunakan untuk memperkuat sihir, benda itu juga bisa digunakan sebagai perisai, bukan...?"
"Yah, simpelnya begitu, sih. Hanya saja..."
"Hanya saja...?"
Aku meneruskan kata-katanya dan menunggu dirinya untuk melanjutkannya.
"Tidak, lupakan saja. Hal ini sedikit rumit untuk dijelaskan."
"Apa-apaan itu...?"
Aku yang kecewa lalu pergi berjalan untuk menemui Lucia.
Namun ... apa semua pengguna sihir memang keren-keren seperti ini...?
Aku melirik ke arah Rord yang sedang membuat beberapa gestur tangan dan kembali membuat lingkaran mantra yang sama seperti sebelumnya.
Sepulangnya dari sini, aku akan memintanya untuk mengajari diriku bagaimana cara melakukannya nanti.
Namun, mengapa harus merah dari semua warna yang ada?
"..."
Kalau kuingat-ingat lagi, kurasa ini adalah kali pertamanya aku melihat Rord menggunakan sihir.
Aku masih tidak terlalu tahu bagaimana cara kerja sihir yang ada di dunia ini.
Namun, sepertinya hanya dengan penjelasan yang sebelumnya pernah kubaca ketika sedang bermain video game seharusnya bisa mempermudah.
Di kebanyakan gim MMO, sihir biasanya selalu dideskripsikan sebagai sesuatu yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan serta cara kerja alam.
Yang artinya, dengan menggunakan sihir, kau bahkan bisa memanipulasi segala teori dan bagaimana cara alam bekerja.
Sebagai contoh, pada gim MMO, biasanya akan ada tokoh pengguna sihir yang bisa menggunakan sihir untuk memanggil badai atau sesuatu yang mirip dengannya.
Tidak hanya sihir saja yang bisa memanipulasi, bahkan suatu sosok pun akan dapat dimanipulasi hanya dengan melalui kata-kata.
Yah, singkatnya, sihir itu praktis. Bisa mempermudah suatu kehidupan maupun juga sebaliknya.
Aku yang masih kecewa berjalan sembari menutup mata.
Hingga aku akhirnya sadar jika di hadapanku sekarang ini sedang tergeletak suatu makhluk yang memiliki kulit yang cukup kasar.
Aku yang baru saja mengedipkan mata langsung terjatuh cukup jauj ke belakang karena terkejut.
Tepat benar-benar di hadapanku, sedang tergeletak Clipart yang sedari tadi sedang kami berbincangkan.
Makhluk itu sepertinya sudah tak sadarkan diri.
Aku tidak tahu mengapa aku bisa mengetahuinya, tapi entah mengapa firasatku berkata seperti itu.
Ketika aku menaikkan pandanganku, bisa terlihat kehadiran seorang gadis berambut pirang panjang sedang berdiri menindas makhluk yang sudah tidak berdaya itu.
Terkadang, aku merasa heran ... akan dirinya.
Kurasa aku benar-benar terlalu meremehkannya...
Aku bahkan sampai lupa ... jika gadis Himedere yang kukenali ini ... adalah seseorang dengan gelar yang setara dengan pahlawan.
Padahal belum sampai satu menit, tapi dirinya sudah bisa membuatnya tumbang secepat ini.
"A--Ah ... a--aku rasa aku terlalu berlebihan..."
Lucia menggaruk-garuk pipinya dengan pelan.
Sepertinya dia sedang kebingungan untuk menjelaskan situasinya kepadaku.
"Ma--Maaf, ya. Lain kali, akan kupastikan untuk menahan diri."
Dasar. Mereka yang memiliki gelar pahlawan itu ... benar-benar terlalu nge-cheat, tahu.
Aku rasa dengan peristiwa ini ... pandanganku terhadap dirinya jadi cukup naik...
"Oh! Kau sudah mengalahkannya, ya? Itu terasa sangat cepat."
Rord menghampiri kami.
Mengapa dia bisa terlihat sangat tenang begini...?
Anggota baru kelompok kita sudah bisa mengalahkan monster kuat hanya dengan seorang diri, lo!
"Ya--Yah, itu dikarenakan sebuah ketidaksengajaan, sih ... ini bukanlah hal yang patut untuk dibanggakan."
"Tidak, itu tidak benar. Tentu saja kau bisa membanggakannya. Seperti orang-orang yang lainnya. Meraih prestasi itu sama seperti ketika kau sedang makan nasi, tahu."
Aku tidak paham apa yang sedang ia bicarakan ... tapi, entah mengapa Lucia terlihat senang ketika mendengarnya.
Dan juga, apa yang barusan itu adalah sebuah peribahasa? Dapat dari mana ia kata-kata itu?
Aku yakin jika dirinya hanya asal membuatnya tanpa memikirkan artinya.
"..."
Ah, aku bahkan hampir lupa...
Fakta jika Rord adalah putri dari raja iblis...
Pantas saja ia tidak terlihat terkejut setelah melihat Lucia mengalahkan monster hanya dengan seorang diri.
Eh? Tunggu.
Apa itu artinya ... hanya akulah orang biasa yang ada di sini...?
....
Yah, tanpa perlu diteliti lebih jauh lagi, sepertinya itu memang benar...
Mereka ini ... dari awal saja sudah luar biasa ... bagaimana jadinya kedepan nanti...?
Aku iri. Iri melihat seseorang yang selalu berjalan di depanku.
Perasaan itu sering kali muncul ketika aku melihat seseorang yang sedang mencapai sesuatu dalam kehidupannya.
Meskipun aku tahu tidak pantas rasanya untukku berpikiran seperti itu ketika diriku sendiri masih belum melakukan pencapaian apapun dalam hidupku.
Pada akhirnya, aku hanya akan selalu berjalan di belakang. Mengikuti mereka yang dari awal sudah ada di depan.
Yah, aku tidak akan pesimis meskipun hanya hidup sebagai tokoh sampingan dalam kehidupan.
"..."
Tepat ketika aku berpikir jika sudah tidak akan ada lagi hal yang dapat membuatku terkejut, mereka tiba-tiba saja muncul...
Sekawanan Evil Tree, bukan, bukan hanya mereka saja, bahkan para Clipart juga berkumpul mengelilingi kami.
Membuat posisi kami menjadi terkepung sehingga akhirnya tidak ada lagi jalan keluar yang tersedia untuk kami.