App herunterladen
11.36% LOROLOJO: Lord Rord Lort Journey / Chapter 5: Vol I 4 『Keberangkatan』

Kapitel 5: Vol I 4 『Keberangkatan』

"Hey, apa yang sedang kalian bicarakan?"

"HIIi...?!"

Saking terkejutnya, tubuhku terasa seperti sedang disetrum dengan Stun Gun dan membuatku kehilangan kontrol pada otot-ototku untuk sementara. Aku yakin, Rord juga merasakan hal yang sama.

"Hai! Aku sudah kembali!"

Orang tersebut rupanya adalah Modar.

"... Rupanya kau, Modar. Kau membuatku terkejut saja..."

"... Memangnya ada apa?"

Sesaat barusan, aku merasa jika aku akan terkena serangan jantung. Namun, setelah mengetahui jika orang itu adalah Modar, kurasa akan baik-baik saja jika aku memberitahunya.

"Ah. Itu, sebenarnya...---"

"---Ti--tidak! Tidak ada apa-apa kok!"

Rord memotong ucapanku dengan cepat.

"Kenapa kau ini? Jangan memotong kata-kataku."

Dia terlihat panik dan seolah sedang mencoba untuk menyembunyikan sesuatu.

"Sebenarnya, Modar...---"

Saat aku ingin mengatakannya, mulutku langsung terasa seperti sedang di sumpal. Di sumpal oleh tangan kecil yang lembut milik seorang gadis yang kukenal.

A--apa yang kau lakukan Rord?!

"--Sebenarnya dia sedang sakit perut dan ingin buang air besar, tetapi dia tidak tahu dimana letak toiletnya, maka dari itu aku mencoba untuk bercanda dengannya, dan karena itu jugalah dia terlihat panik karena sudah tidak tahan lagi. Namun, karena aku mulai merasa kasihan dengannya, aku memutuskan untuk mengantarnya ke toilet sekarang. Kalau begitu, Modar. Bye-bye!"

"... MhMmmHhM--mmHhmuuUU...!"

"Ta--tapi, dia kelihatannya ingin mengatakan sesuatu tuh..."

"Kau tahu kan kebiasaannya, dia itu memang suka bercanda!"

"..."

"Kebiasaannya...?"

Rord menyeretku pergi menjauh dari aula sembari menutup mulutku sepanjang jalan.

Aku tidak bisa bernafas...!

"UuuUUggggguuuuuggg,UUUUhhhHHUUu!"

Jika mengarah pada omongannya sebelumnya, sepertinya ia benar-benar ingin membawaku pergi ke toilet.

... To--TOLONG...!

***

Kami akhirnya sampai dan masuk ke dalam toilet.

Kelihatannya jalan yang kami ambil tadi menjadi berbekas dengan corak tubuhku karena Rord menyeretku sepanjang jalan.

Setelah masuk ke dalam toilet, ia akhirnya melepas tangannya dari mulutku.

"HAH! Hah... ha huh hah hah heh..."

Nafasku menjadi sesak dan manual seketika.

Aku pikir aku akan mati tadi!

Kesadaranku perlahan mulai kembali.

"Kenapa kau ini? Masa segitu saja sudah lemas. Dan juga, jangan mencoba untuk bernafas saat aku menutup mulutmu!"

Memangnya itu salah siapa?!

Aku mendekati Rord dan menggeleng-gelengkan kedua bahunya dengan tanganku.

"Hoii... Hoii... Apa yang kau lakukan?"

"Harusnya aku yang bertanya! Apa maksudmu melakukan itu?! Aku pikir aku akan mati tahu! Kau lebih baik punya alasan yang bagus untuk ini. Kalau tidak, aku akan melakukan hal-hal yang gila padamu...!"

Aku mencoba untuk mengancam Rord karena kesal.

Aku tahu ia pasti punya alasan karena melakukannya, tetapi, karena aku sedang kesal, aku akan mencari kesempatan untuk membalas perbuatannya.

"... Yah, tenanglah. Tenanglah. Tenanglah terlebih dahulu Lort. Aku melakukannya demi dirimu tahu"

"Demi diriku? Kau hampir saja membunuhku tahu!"

"Yah, kalau itu sih, salahkan saja dirimu yang lemah itu..."

Demi raja iblis... Gadis ini benar-benar...!

....

"Nyawamu ... bisa saja akan berada dalam bahaya jika kau mengatakan kebohongan itu pada Modar."

... Hah?

Nyawaku bisa berada dalam bahaya?

Bagaimana itu bisa terjadi?

"Apa maksudmu?"

"Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku melakukan itu demi dirimu. Maka dari itu, berterima kasihlah terlebih dahulu padaku."

"Kenapa aku harus berterima kasih kepada seorang gadis yang baru saja berusaha untuk membunuhku?"

Dengan nada kesal, aku membalas kembali perkataannya.

"Berterima kasihlah! Berterima kasihlah pada sang penyelamatmu!"

Penyelamatku? Bukankah kaulah orang yang baru saja mencoba untuk membunuhku?!

Disamping itu, sekarang dia terasa seperti seorang tuan putri yang sedang menunggu pelayan yang ia panggil. Meskipun dia benar-benar seorang tuan putri, tetapi sikapnya itu benar-benar membuatku merasa kesal.

Sial! Pengen sekali aku pukul rasanya!

"Baiklah! Aku hanya perlu berterima kasih kan! Terima kasih!"

Aku mengatakannya dengan suara yang mengesalkan. Aku rasa itu sudah cukup.

"... Tidak bagus...! Ulangi lagi!"

"Hah...?! Kenapa aku harus mengatakannya lagi? Padahal mengucapkannya sekali saja sudah membuatku sangat merasa tidak nyaman!."

"... Kalau begitu, tidak akan kukatakan alasannya padamu!"

Eh. Ini hanya aku saja, atau, bukankah tadi aku yang sebelumnya mengancam terlebih dahulu? Kenapa posisi kami malah terbalik begini?

"Te--terima kasih Tuan Putri Rord. Aku sangat berterima kasih padamu..."

"Nah, begitu kan sudah lumayan. Setidaknya kau sudah lebih baik dari sebelumnya."

"Sudahlah cepat! Bukankah kau akan memberitahu alasannya? Mengapa kita pergi dari Modar? Dan juga, apa yang kau maksud dengan nyawaku yang terancam?"

"Yah. Yah. Sabar. Sabar. Aku akan menceritakannya satu persatu... Tidak, kurasa itu tidak perlu. Karena dua hal itu saling berhubungan."

Saling berhubungan? Apa yang dia maksudkan?

"Dengar ya. Jika kau mengatakan kebohongan itu pada Modar... Kau akan... Dibunuh olehnya."

Di--dibunuh...?

Bagaimana caranya?

Tidak. Mengapa hal itu bisa terjadi?

"Dengan tangannya sendiri. Dia akan, membunuhmu..."

Setelah Rord mengatakan itu. Atmosfer ruangan toilet ini menjadi sangat kuat.

Aku bisa merasakan tenggorokanku yang menelan ludahku secara manual.

"Aku merasa nyawamu akan terancam jika kau mengatakannya, maka dari itu, secara spontan aku menyelamatkanmu dengan menyegel mulutmu dan membawamu kemari."

....

"... Yah, itu hanya kemungkinan sih. Hanya berasal dari teori. Firasatku juga berkata begitu sih."

"... Tunggu sebentar. Apa kau barusan bilang kemungkinan, dan juga firasat?"

"Iya, aku bilang begitu kok. Apa kau tidak dengar? Apa kau merasa diriku hebat karena bisa berpikir begitu? Atau kau jadi sangat ketakutan dan ingin meminta pelukan kepadaku? Ayo sini, biar kakak peluk..."

"..."

"Sini... Biar kakak peluk...----- WUUAAHH...! He--hei! Kenapa kau mengangkatku?"

Sudah kuduga hal seperti ini akan terjadi. Sedari awal seharusnya aku tidak mendengarkannya jika pada akhirnya akan sampai ke titik ini juga.

"Oh. Apa kau benar-benar ingin minta peluk...? Sini sama kakak---WUUOOGgghAAaaHH...!"

Kalian lebih baik tidak tahu apa yang baru saja kulakukan padanya.

***

"... Jalannya tidak seimbang... Kenapa kastil ini rasanya bergoyang-goyang...? Setirlah yang benar kapten!"

Kami berjalan kembali menuju aula, tempat dimana pesta penyambutan akan diadakan.

Dan kami pun berpapasan dengan raja iblis dalam perjalanan.

"... Oh. Apa kalian dari toilet juga? Pestanya sepertinya sudah mau dimulai loh... Disamping itu, apa yang terjadi? Rord, kenapa kau kelihatan lemas begitu?"

"Tidak terjadi apa-apa kok."

"... Bu--BUGGEHhh... Aku. Mau ke toilet sebentar..."

"Bukankah kau baru saja dari toilet?"

"Tidak terjadi apa-apa kok."

***

Aku dan Rord akhirnya kembali ke aula kerajaan.

Dan saat kami sudah sampai, sepertinya jumlah orang yang ada di tempat ini semakin bertambah banyak.

Aku juga bertemu kembali dengan Modar. Kurasa firasat Rord itu salah, karena Modar kelihatannya tidak bertingkah waspada atau semacamnya.

Kurasa aku bisa bersimpul jika sekarang aku masih baik-baik saja.

"Kalau begitu, mari kita laksanakan pestanya. Para hadirin sekalian!"

Pesta penyambutan akhirnya dilaksanakan dan berjalan dengan lancar.

Raja iblis memperkenalkanku pada orang-orang yang hadir di pesta, meskipun sebelumnya aku sudah melakukannya.

Aku tidak tahu mengapa ia melakukannya lagi, kurasa itu karena untuk formalitas saja.

Dan juga, dia sudah membenarkan kebenaran mengenai namaku. Meskipun pada awalnya aku sedikit takut, tetapi raja iblis bisa mengatasinya dengan sangat mudah.

Dan setelah orang-orang mengetahui kebenerannya, kelihatannya mereka tidak terlihat marah. Itu mungkin karena raja iblis sendiri yang mengatakannya atau mungkin memang teori Rord lah yang salah.

Para iblis juga tidak semenakutkan yang kukira, malahan mereka berperilaku baik padaku.

Yah, setidaknya sekarang aku sudah bisa merasa lega karena sudah bebas dari ancaman yang menghantuiku.

Tidak banyak hal yang dapat kuceritakan... Karena kelihatannya Rord bersenang-senang saat pesta...

Ia memegang gelas yang penuh dengan bir di masing-masing tangannya sekaligus.

Dia itu... Apa dia benar-benar berencana untuk meminum semua bir itu?

"Hoi Lort, ayo sini ikut minum denganku..."

"Tidak mau ah. Daripada itu, memangnya usiamu sudah cukup buat mabuk-mabukan seperti itu?"

"Jangan khawatir ah... Ayolah! Ikut saja sini."

"Bukankah sudah kubilang tidak mau?"

"Apa sih... Kamu tidak asik ah."

Petualangan dengan putri raja iblis ya... Terasa seperti mimpi saja.

Dikarenakan sedang mabuk, keseimbangan Rord menjadi tidak stabil dan...

"Ho--Hoi! Hati-hati...!"

Pada akhirnya, ia terjatuh dan menumpahkan bir yang ia pegang pada tangannya ke pakaianku.

"A--apa yang baru saja kau lakukan?!"

"... He. Hehehehe..."

Aku tidak tahu itu dirinya sendiri atau memang ia sedang mabuk, tetapi...

Petualangan dengan putri dari raja iblis... Yah, pokoknya aku harap tidak akan ada sesuatu yang buruk terjadi... Setidaknya, tolong dengarkanlah do'a ku itu, kau yang hidup di atas sana.

***

Singkat cerita pesta penyambutan akhirnya sudah selesai.

Aku sudah tidak melihat lagi orang-orang yang hadir pada pesta itu. Mungkin saja mereka langsung pulang selekas pesta itu selesai.

Rord juga kelihatannya sudah tidak mabuk lagi, dan kurasa kondisinya akan jadi baik-baik saja mulai sekarang.

"Kelihatannya kau sudah jadi lebih sedikit tenang ya, tuan putri."

"Heh, tentu saja. Kau pikir memangnya siapa diriku ini?"

"Walaupun kau berkata begitu. Padahal sebenarnya kau menangis dan merengek seperti anak sekolah dasar secara terus menerus di kamarmu sebelum kita mau berangkat kan...?"

"...?! Ba--bagaimana kau bisa tahu?!"

"Bukankah itu sudah terlihat sangat jelas? Hanya dengan melihat matamu yang merah dan bengkak itu saja, bahkan orang sepertiku bisa langsung tahu loh..."

Layaknya seorang gadis yang akan pisah rumah dengan orang tuanya untuk pertama kali, bahkan ternyata seorang tuan putri juga bisa begini ya. Yah, menurutku itu wajar saja karena dia akan meninggalkan rumahnya untuk waktu yang lama.

Untuk keberangkatan kami, sepertinya Modar akan menemani kami sampai ke depan gerbang.

"Jadi, kalian benar-benar akan pergi ya."

"Ya, begitulah..."

....

Aku melihat ke arah sekitar depan gerbang.

Anehnya, aku tidak melihat satupun kereta kuda yang seharusnya mengantar kami menuju kota.

"... Anu, Mas Modar. Kalau aku boleh tahu... Kemana perginya kereta kuda yang akan mengantar kami?"

"Mengantar?"

"Eh?"

"... Eh?"

"Bu--bukannya kalian akan mengantar kami?"

"Apa aku pernah bilang seperti itu? Kami tidak mengantar kalian kok."

Ieh?!

Bahkan diantar saja tidak.

Apa biaya transportasi di dunia ini semahal itu?

Yah, mungkin jarak antara kota awal dan kastil ini tidak terlalu jauh.

Kalau begitu...

"Ehem, ehem. Erm, Bang Modar. Bukankah seharusnya ada yang perlu kau berikan padaku di situasi seperti ini?"

"Oh. Benar. Aku hampir saja lupa."

Ini dia. Seorang kesatria yang memiliki pedang besar semacam senjata kutukan di punggungnya akan memberikanku sesuatu.

Pasti itu merupakan pedang kutukan yang dapat mengalahkan naga dengan sekali serang kan? Tidak, mungkin saja itu merupakan pedang kutukan yang hanya bisa digunakan setelah kau berlatih dengan keras. Tidak, tunggu, apa mungkin pemberiannya merupakan pedang yang akan menyatu dengan penggunanya? Atau mungkin saja, pedang yang ada pada punggungnya itu?!

Yah, kalau yang itu sih kurasa sedikit berlebihan.

Lebih baik tidak usah terlalu berharap.

Dia mengeluarkan sebuah pedang kecil dari kantungnya. Tidak, daripada pedang kecil kurasa Pisau lipat lebih cocok untuknya.

Dia lalu menaruh pisau lipat tersebut pada telapak tanganku dengan santainya.

"... Erm, Pak Modar?"

"Ada apa?"

"Kenapa kau memberikanku sebuah Pisau lipat?"

Bahkan ukurannya sangat kecil.

" 'Kenapa' kau tanya? Bukankah kau yang memintanya? Itu adalah senjatamu."

"Ini... Senjataku?"

Apa orang ini benar-benar serius?

"..."

Aku menatap Pisau lipat yang baru saja ia taruh pada telapak tanganku.

Dengan ukuran sekecil ini, apa ini bahkan pantas untuk disebut sebagai senjata?

"Apa kau tidak suka?"

"Ti--tidak. Aku suka kok. Sangat suka. Terima kasih ya, akan kupakai dengan baik."

Ya sudah jelas aku tidak suka lah Modar! Modar saja sana!

....

Bahkan peralatan awal pun tidak ada.

Yah, lagipula ini masih awal.

Pastinya, peralatan dan kemampuanku akan berkembang seiring perjalanan.

... Dan dengan begitu, petualanganku yang baru akhirnya, benar-benar akan dimulai!


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C5
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen