Haruskah sesulit ini saat dihadapkan oleh pilihan-pilihan yang ada di depanmu?
Haruskah aku memilih salah satu?
Kenapa semua pilihan ini terasa sulit?
Tak bisakah aku memilih yang kumau tanpa harus mengikuti keinginan orang lain?
⭐⭐⭐⭐
Yuk kasih ❤ yang banyak di kolom komen. Biar aku semakin semangat melanjutkan. ditunggu ya komen dan ❤ nya.
HAPPY READING ❤❤
"Kamu cantik sekali malam ini, sayang," puji Lukas yang malam itu memakai tuxedo hitam. Saat itu mereka berada di ballroom restaurant The Florentino. Lukas menarik tangan Gladys hingga tubuh keduanya menempel. Lukas menarik pinggang Gladys dan mendekatkan wajahnya. Sedemikian dekatnya sehingga Gladys dapat merasakan nafas hangat Lukas menyentuh bahunya yang telanjang.
Tadi siang Lukas mengirimkan dress warna hitam yang membalut mesra tubuh mungil Gladys. Kerah sabrina pada baju itu mempertontonkan bahu mulus Gladys. Sebenarnya Gladys risih memakai gaun tersebut. Apalagi belahan gaun tersebut hampir mencapai pahanya. Aduh, kenapa sih Lukas pilih dress kayak gini. Banyu bisa ngambek nih kalau melihat bajuku seperti ini.
"Kok nggak bilang kalau ini acara ulang tahun rumah sakitmu?" Gladys berusaha mengalihkan perhatian Lukas yang dari tadi menatapnya dengan pandangan intens dan memuja.
"Kurasa tak ada bedanya bila kuberitahu hal itu. Aku hanya ingin memamerkan calon istriku yang cantik dan seksi ini. Tapi kini aku agak menyesal."
"Menyesal kenapa?"
"Aku menyesal mengirimkan gaun ini. Melihatmu memakai gaun ini, malah membuatku ingin menghabiskan malam ini hanya berdua denganmu di apartemenku. Dan bukannya memamerkanmu kepada yang lain. Aku tidak rela melihat mata-mata lapar para lelaki yang memandangi kecantikan calon istriku ini. Apalagi rambutmu yang ditata seperti itu semakin memperlihatkan lehermu yang jenjang. Membuatku ingin meninggalkan jejak disitu. Belum lagi parfummu membuatku mabuk kepayang."
Gladys mencoba menjauhkan tubuh Lukas yang menempel erat pada tubuhnya. Namun Lukas malah mempererat pelukan pada pinggangnya.
"Jadi dokter jangan mesum." protes Gladys. Ia merasa gelisah dengan sikap Lukas.
"Bagaimana tidak mesum kalau penampilanmu malam ini sangat menggoda. Membuatku ingin menyeretmu ke apartemen dan bercumbu denganmu." bisik Lukas dengan gairah yang terlihat di kedua matanya.
"Mas, ini di tempat umum. Banyak mata yang memperhatikan kita. Aku nggak mau menimbulkan rumor yang aneh akibat kebersamaan kita." Belum sempat Gladys menyelesaikan ucapannya, bibir Lukas sudah melumat bibirnya. Gladys langsung mendorong tubuh Lukas dengan keras. Namun apa daya, tenaga Lukas lebih kuat darinya. Akhirnya Gladys mencubit lengan Lukas. Cara itu cukup ampuh. Lukas melepaskan bibirnya .
"Ouch.. sakit sayang. Kenapa aku dicubit? Oh ya thank you my love. Bibirmu terasa manis," bisik Lukas. My love, sayang. Betapa mudah kata itu keluar dari mulut Lukas, pikir Gladys. Apakah itu semua tulus ia ucapkan?
"Hey kenapa bengong? Ayo kita ke meja yang sudah disediakan di bagian depan sana." ajak Lukas lalu menggandeng Gladys menuju round table di bagian paling depan. Sambil berusaha mengatur nafas dan debaran jantungnya Gladys mengikuti langkah Lukas.
Saat tiba di meja, Gladys melihat kehadiran Meisya dan Bramantyo di meja yang sama.
"Selamat malam om, tante." Dengan hormat Gladys menghampiri mereka dan mencium punggung tangan mereka.
"Malam sayang. Akhirnya berhasil juga Lukas membuat kamu hadir di acara ini," sambut Bramantyo dengan senyum mengembang di pipinya. "Oh ya mami papi mu kok nggak datang؟"
"Maaf om, tadi papi mami mendadak harus berangkat ke Pekalongan karena eyang kakung masuk rumah sakit."
"Oh begitu. Ya sudah sini calon menantu tante duduk di sini," panggil Meisya sambil menunjuk kursi di sebelahnya.
"Baik tante." Duuuh.. malesin banget deh harus pura-pura begini, batin Gladys.
"Lukas, kamu kalau mau mesra-mesraan sama Gladys jangan di tempat umum dong. Malu dilihat oleh kolega-kolega papamu." tegur Meisya sambil mengerling pada Gladys. "Aduuuh tante sudah nggak sabar pengen punya cucu dari kalian."
Blush... muka Gladys langsung memanas karena tiba-tiba Meisya membahas soal cucu. Mampus... mampus... mampus... kenapa jauh banget sih bahasannya. Gue aja belum terima cinta anaknya. Lah ini sudah bahas urusan cucu. Kawin juga belum tante, omel Gladys dalam hati.
"Mam, jangan godain Gladys. Tuh lihat mukanya sampai merah begitu." Bramantyo menegur istrinya.
"Lho, nggak apa-apa tho, pap. Sebentar lagi mereka kan akan menikah. Mama nggak keberatan kok kalau mereka mau proses urusan cucu lebih dulu. Jaman sekarang kan banyak yang begitu, pap."
Astagaa.. lemes banget tuh mulut. Sumpah kagak ada remnya. Ini tempat umum dan dengan entengnya dia setuju-setuju aja sex pranikah. Kacau nih. Beda banget sama ibunya mas Banyu, tanpa sadar Gladys membandingkan Meisya dengan Aminah.
"Maaf tante..."
"Panggilnya mama dong. Kan sebentar lagi kamu bakal jadi menantu mama."
"Eh, maaf belum terbiasa tante." Sumpah gue ilfil banget nih manggil dia mama. "Saya kurang setuju dengan pendapat tante mengenai urusan cucu. Kami saat ini masih dalam tahap saling mengenal. Jangankan masalah cucu, masalah pernikahan aja kayaknya saya belum memikirkannya," sahut Gladys lugas dengan nada bicara yang tetap sopan.
"Om setuju sama kamu Gladys. Makanya om sering banget menegur Lukas mengenai masalah itu." Bramantyo mengeluarkan pendapatnya. "Nak Gladys nggak usah terburu-buru. Jalani semuanya secara bertahap dan tetap dalam koridor norma susila yang berlaku."
"Ah, papap kayak nggak pernah muda saja. Wajar tho pap, apalagi pria tampan kayak anak kita, banyak yang mengejar dan nggak malu-malu menyerahkan dirinya pada Lukas. Yang salah itu bukan Lukas, tapi para wanita yang mengejar dia," bela Meisya.
"Aku juga laki-laki dan pernah muda, mam. Tapi aku nggak melakukan itu sebelum resmi menikah. Dan kamu itu orang pertama buat aku."
"Papap jangan kuno deh. Ini jaman millennial. Hal-hal kayak gitu tuh sudah biasa banget. Tuh contohnya si Aretha, keponakan pak Frans. Dia dan Haris sudah tinggal bareng selama dua tahun sebelum akhirnya menikah. Malah kayaknya menikah karena Aretha hamil, deh."
"Mama tau dari mana soal itu? Perasaan pak Frans nggak pernah cerita soal itu ke papap. Padahal boleh dibilang kami sering golf bareng."
"Ya dari teman-teman arisan mama lah. Waktu itu jeng Murni lihat dengan mata kepalanya sendiri Aretha dan Haris masuk kamar hotel sambil ciuman. Dan ternyata apartemen anaknya jeng Murni, si Putri, itu tetanggaan dengan mereka."
"Mama nih dapat aja berita-berita kayak gini. Jangan su'udzon dulu mam. Siapa tahu sebenarnya Aretha dan Haris sudab kawin siri sebelum tinggal bareng." Tegur Bramantyo.
"Wah, ide bagus tuh. Gimana kalau kalian menikah siri dulu dan tinggal bareng. Biar kalian lebih saling mengenal. Kalau kalian cocok, kita lanjut proses resminya dan adakan resepsi. Kalau ternyata nggak cocok tinggal jatuhin talak lalu pisah. Gampang kan."
Gila, julid banget nih emak-emak yang satu ini. Dan mami pengen besanan sama dia. Oh my god, keluh hati Gladys. Mana tukang ghibah lagi. Mampus gue kalau jadi menantu dia bakal diajak ghibah mulu.
"Papap tau nggak kalau mister Graham, teman golf papap, sering tidur sama caddy-caddynya."
"Ya ampun mam, kamu kok update banget sih berita kayak gini. Mister Graham itu kan emang orang bule yang dari kampungnya di Amerika sana emang sudah biasa free sex."
"Ya, tapi anaknya pak Guntoro, yang jadi sekretaris dia ternyata sudah setahun belakangan ini menjadi simpanan mister Graham. Padahal papap tahu kan pak Gun tuh agamis banget. Jangan papap bilang kalau mister Graham juga sudah kawin siri sama putrinya pak Gun."
"Sudahlah mam, ngapain sih buka aib orang lain. Kelakuan anak semata wayang kamu ya nggak jauh beda kan. Dia sering mengajak pacarnya menginap di apartemen." Lukas hanya nyengir mendengar komentar Bramantyo.
"Mumpung masih muda dan belum menikah pap. Nanti kalau sudah menikah sama Gladys, Lukas nggak akan begitu lagi. Lukas kayak gitu kan karena memendam hasrat pada gadis cantik yang di sebelah mama itu." balas Lukas enteng.
Astaga... ternyata dia sama bejatnya dengan Calvin. Apakah mami papi tahu tentang hal ini?
"Sayang, kamu kok diam saja dari tadi? Masih capek? Pulang dari sini nanti aku pijetin ya." Tangan Lukas mengelus bahu mulus Gladys. Bahkan tanpa malu-malu Lukas berani mencium bahu Gladys di depan kedua orang tuanya.
"Mas," desis Gladys tak suka. Ia risih dengan perlakuan Lukas terhadapnya. Bisa dibilang sudah mendekati pelecehan seksual. "Malu di depan umum."
"Kalau tidak di depan umum boleh?" bisik Lukas sambil meniup-niup telinga Gladys dan tangannya terus mengelus bahu Gladys. "Nggak papa dong. Kan sebentar lagi kita menikah."
Untunglah tak lama MC memanggil nama Lukas untuk naik ke panggung. Lukas menarik tangan Gladys untuk ikut dengannya.
"Mas, mau ngapain?" tanya Gladys panik.
"Sudah kamu ikutin aku saja. Nggak usah membantah. Malu kalau ribut di depan umum." Lukas memamerkan smirknya sambil mengedipkan sebelah matanya. Ia kecup punggung tangan Gladys sambil membawanya ke atas panggung.
"Selamat malam semuanya." Suasana ballroom langsung berubah. Terdengar bisik-bisik disana sini melihat kehadiran seorang gadis cantik menawan di sisi Lukas. Semua orang selama ini tidak pernah melihat Lukas membawa seorang gadis ke atas panggung resmi. Baru kali ini ia melakukannya. Siapakah gadis itu? Apakah ia calon menantu keluarga Bramantyo Prawira?
"Kalian semua pasti bertanya-tanya siapa gadis cantik yang berada di sebelah saya ini. Sebelum saya jelaskan, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para tamu yang sudah hadir di acara ulang tahun rumah sakit kita. Terima kasih kepada pak Bramantyo, yang tak lain adalah papa saya sendiri, dan teman-temannya yang berinisiatif membangun rumah sakit jantung yang ditujukan untuk membantu orang-orang tak mampu."
"Berawal dari rumah sakit kecil yang tidak dikenal hingga kini setelah 10 tahun menjadi salah satu rumah sakit jantung terlengkap di kota kita. Semua itu tak lepas dari bantuan semua dokter, perawat dan karyawan yang telah bekerja sama membesarkan rumah sakit ini. Sebagai penerus dan juga dokter di rumah sakit ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semuanya dan semoga rumah sakit kita terus berjaya dan dapat terus mewujudkan misinya membantu orang-orang tak mampu."
Gladys terpana melihat betapa besar kharisma Lukas saat berbicara di dspan para tamu. Hilang kesan freak dan mesum dari diri Lukas. Berganti dengan sikap humble dan juga berkharisma. Tak heran banyak wanita yang menginginkan dia. Sudut hati Gladys sedikit bergetar karena selama sambutan, tangan Lukas terus menahan tangan Gladys untuk terus memegang lengan kanannya. Bahkan sesekali tangan kiri Lukas mengelus tangan Gladys.
"Sekarang tiba saatnya saya memperkenalkan gadis cantik yang ada di samping saya ini. Mungkin beberapa dari anda sudah melihat adegan di depan sana, saat saya mencium gadis ini. Coba perhatikan, pria mana yang mampu menolak pesona gadis ini. Bahkan saya saja rasanya ingin cepat-cepat menariknya ke KUA malam ini untuk menikahinya. Ya, gadis cantik yang mempesona ini adalah calon istri saya. Namanya Gladys Mariana Praditho. Benar tebakan anda semua. Dia adalah putri satu-satunya Praditho Hadinoto, pengusaha batik terkenal di negeri ini. Buat para pria yang dari tadi melirik gadis ini, mohon maaf anda semua harus kecewa karena gadis ini sudah menjadi milik saya. Dan siapa saja yang berani mendekati dia, akan berhadapan dengan saya."
Semua tamu bertepuk tangan mendengar ucapan Lukas. Namun tak sedikit pria yang langsung patah hati akibat pengumuman Lukas. Tadinya mereka pikir Gladys hanyalah sekedar gadis pendamping seperti yang selama ini Lukas bawa ke acara-acara resmi.
Tiba-tiba tanpa aba-aba Lukas menarik tubuh Gladys dan mencium lembut bibirnya. Para tamu bersorak melihatnya. Gladys langsung mendorong dada Lukas setelah Lukas melepaskan bibirnya.
"Jadi di depan semua tamu, saya akan menyatakan perasaan saya terhadap gadis ini." Tiba-tiba Lukas berlutut dan menyodorkan kotak berisi cincin ke hadapan Gladys. "Gladys, will you marry me?"
Tanpa menunggu jawaban Gladys, Lukas memasang cincin bermata berlian itu di jari manis tangan kiri Gladys. Lalu setelah berdiri ia kembali mencium bibir Gladys. Ia memeluk pinggang Gladys dan menahan tengkuk gadis itu. Semua terjadi begitu cepat. Sementara itu semua tamu wanita yang ada di ruangan tersebut berteriak-teriak histeris karena baper melihat adegan romantis tersebut. Kilat lampu kamera bertubi-tubi menyala mengambil gambar kemesraan mereka.
"Mas." Gladys benar-benar kehabisan nafas saat Lukas menyudahi ciumannya. "Kenapa kamu lakukan itu?" bisik Gladys dengan perasaan tak menentu. Marah, malu, kesal, ingin menangis.
Bukannya menjawab pertanyaan Gladys, Lukas malah melanjutkan pidatonya. "Bapak ibu yang hadir di sini malam ini, menjadi saksi lamaran saya ke kamu, sayang. Terima kasih sudah memberikan saya waktu untuk mengungkapkan cinta saya kepada gadis yang sudah saya cintai sejak bertahun-tahun lalu. Selamat malam."
Sisa malam itu Gladys jalani dengan perasaan tak menentu. Antara marah, tak percaya, dan bingung. Akhirnya sepanjang malam itu dia lewati dengan berdiam diri dan pura-pura tersenyum saat ada yang mengucapkan selamat.
Kenapa jadi begini? Kenapa bukan Banyu yang melamarnya? Kenapa justru Lukas yang melamarnya malam ini, di depan ratusan orang. Gladys benar-benar bingung.
⭐⭐⭐⭐