Setelah makan malam mereka sempat tertunda karena kedatangan Ali tadi, kini mereka kembali melanjutkan makan malam mereka bersama. Ali duduk dipangkuan Azam, lalu Isabel menyuapinya dengan sangat telatan.
Kedua orang tua Isabel senang melihat anak, menantu dan cucunya. Mereka bertiga sudah seperti keluarga yang bahagia.
"Aaa ... Sayang, buka mulutnya," titah Isabel kepada Ali, namun yang membuka mulut justru Azam. Azam bersiap menerima suapan dari Isabel. Isabel langsung memutar bola matanya malas. Dia menggaruk hidungnya yang tak gatal, bingung harus menyuapi Azam atau tidak. Isabel tidak ingin menyuapi Azam, tapi tempatnya sekarang berada, terdapat ibu dan bapaknya. Isabel takut ibu dan bapaknya akan semakin mengkhawatirkan dirinya karena menganggap pernikahan putrinya tidak bahagia, padahal tebakan orang tua Isabel memang benar, pernikahan putri mereka tidak bahagia.
Dengan sangat terpakasa Isabel menyuapi nasi kedalam mulut Azam. Azam sangat senang mendapat suapan dari Isabel.
Setelah selesai makan, mereka semua pergi kekamar masing-masing untuk beristirahat.
Isabel mendudukan dirinya diatas kasur, dan menurunkan Ali dari gendongannya.
"Ali, sekarang Ali mau apa?" tanya Isabel kepada putranya.
"Ali ingin tidur bareng Mamah sama Papah," ungkap Ali. Isabel dan Azam kembali dibuat bingung dengan permintaan Ali, karena biasanya mereka tidak tidur seranjang, Isabel selalu tidur dikasur dan Azam tidur diatas sofa.
"Mamah, Papah, ayo kita tidur. Mamah dan Papah juga tidur, ya. Ayo berbaring Mah, Pah," titah Ali.
"Iya, Sayang," ucap Azam dan Isabel berbarengan.
"Hmm ... iya, Sayang. Kita akan tidur bareng," ucap Isabel. Dia terpaksa melakukannya demi Ali.
"Papah Azam, kemari lah!" titah Isabel. Azam pun segera berdiri dari duduknya dan ikut bergabung bersama Isabel dan Ali diatas kasur.
Mereka pun kini membaringkan tubuhnya diatas kasur. Ali sebagai penengah dari Azam dan Isabel.
"Mamah, Papah, menghadap ke sini. Lihat Ali, jangan lihat keatas sana," ucap Ali. Dengan ragu Azam dan Isabel pun berbalik. Kini mereka saling berhadapan, tatapan mata mereka bertemu. Jantung Azam berdetak sangat cepat.
"Nak, cepat lah tidur!" titah Isabel. Isabel pun menepuk-nepuk bokong Ali, agar Ali segera tertidur. Dan beberapa saat kemudian Ali pun tertidur dengan sangat nyenyaknya. Isabel menatap Azam, dia ingin menyuruh Azam segera pindah tempat tidur kesofa, tetapi sepertinya Azam sudah tertidur sangat lelap.
"Ya ampun, kok Mas Azam malah tidur, sih. Masa iya aku harus tidur seranjang bareng Mas Azam. Nyebelin, kalau aku yang tidur disofa kan ga mungkin. Nanti siapa yang jagain Ali?" ucap Isabel.
Isabel tidak ada pilihan lain selain tidur berdampingan dengan suaminya Azam. Meski sulit Isabel tetap mencoba untuk memejamkan matanya. Sangat lama Isabel terjaga, dia terus mencoba untuk tertidur, tapi tidak bisa. Akhirnya dia putuskan untuk membaca buku saja. Dia mengambil salah satu buku novel kesukaannya, lalu dia pun membacanya. Setelah beberapa lembar selesai ia baca, mata Isabel pun mulai lelah dan akhirnya ikut tertidur menyusul anak dan suaminya kedunia mimpi.
Sekarang mereka bertiga sudah terlelap dalam tidurnya. Karena terlalu nyenyak tertidur Isabel tidak merasakan tangan Azam yang ada diatas tubuhnya.
Azam membuka matanya dan memperhatikan Isabel dan Ali tertidur. Rupanya tadi dia hanya berpura-pura tidur saja, agar Isabel tidak menyuruhnya pindah kesofa. Azam membelai rambut Isabel dan memberikan kecupan kepada Ali. Dia senang bisa berkumpul dengan istri dan anaknya, meski Ali bukan anak kandungnya, tapi Azam sangat menyayangi Ali selayaknya anak kandung.
Rasanya Azam tidak ingin waktu berlalu dengan cepat, dia ingin merasakan momen seperti ini. Azam merasa keluarganya sudah sangat lengkap dan bahagia. Azam juga berharap kelak dia akan memiliki anak bersama Isabel, untuk adiknya Ali, supaya Ali memiliki teman.
Azam menginginkan seorang tuan putri yang cantik persis seperti Isabel, hadir ditengah-tengah keluarga bahagianya. Tapi Azam tidak tahu apakah harapan itu akan terwujud atau tidak, mengingat Isabel yang sama sekali tidak menganggapnya suami. Isabel bahkan menganggap Azam tidak ada.
Jika mengingat akan hal itu Azam menjadi begitu terluka dan sedih. Dia hanya lah seorang suami yang tidak diinginkan. Jangankan untuk dicintai, dihormati saja tidak.
Mata Azam mulai memerah, cairan bening mulai menggenang dipelupuk mata Azam, bersiap untuk meluncur dipipi Azam dan membasahi wajahnya. Setelah ditahan, cairan bening itu tetap keluar dari mata Azam. Azam menangis meratapi nasibnya yang tidak beruntung. Air mata itu sampai membasahi bantal yang Azam gunakan.
'Ya Allah, apa mungkin hamba bisa mendapatkan hati istri hamba? Ya Allah, hamba mohon, bukakan lah pintu hati istri hamba agar bisa menerima hamba sebagai suaminya dengan tulus. Jadikan hamba imam yang dihormati oleh istri sholehah hamba, Isabel. Dan semoga keluarga hamba menjadi keluarga yang bahagia. Izinkan Isabel merawat putranya, Ya Allah. Aamiin'. Batin Azam. Dia terus berdo'a untuk kebaikan keluarganya. Azam tidak ingin hal buruk menimpa keluarganya. Azam akan melakukan apa saja untuk melindungi keluarganya dari berbagai masalah dan bahaya yang mengintai.
Azam menyelimuti Isabel dan Ali, lalu dia ikut memejamkan matanya dan tertidur bersama anak dan istrinya.
Tertidur dengan sangat pulas, kini mereka bangun bersama-sama untuk menunaikan ibadah shalat subuh, kebetulan Isabel telah menyelesaikan tamu bulanannya, jadi dia bisa ikut shalat bersama.
"Selamat pagi anak Mamah," ucap Isabel kepada Ali yang sudah membuka matanya.
"Pagi, Mamah ... pagi, Papah," sahut Ali.
"Pagi, Nak," jawab Azam.
"Mas Azam aku akan mandi duluan bersama Ali, nanti Mas Azam setelah aku dan Ali," tutur Isabel.
"Iya," turut Azam.
Isabel dan Ali pun masuk kedalam kamar mandi, Isabel terlebih dahulu memandikan Ali. Lalu setelah selesai memandikan Ali, dia membawanya kekamar.
"Mas Azam, jika Mas ingin mandi duluan, silahkan! Aku harus memakaikan baju dulu kepada Ali," ungkap Isabel.
"Tidak! Begini saja, biar Mas yang memakai baju, Ali. Kamu lanjut mandi saja! Lagian bajumu sudah basah seperti itu," terang Azam.
"Tapi, Mas, nanti Mas jadi lama," ucap Isabel.
"Sudah, tidak apa. Sudah sana mandi!" titah Azam. Isabel pun menuruti perkataan Azam, dia masuk kedalam kamar mandi dan membiarkan Azam yang mengurus Ali.
"Mari sini anak Papah, kita pake baju dulu," ucap Azam. Ali dengan patuhnya mendengarkan perintah Azam. Azam merawat Ali dengan sangat baik. Sekarang Ali sudah wangi dan memakai pakaian rapih, lengkap dengan pecinya.
Tak lama kemudian Isabel keluar dari dalam kamar mandi dan melihat anaknya sudah rapih.
"Isabel, jangan shalat duluan, nanti tungguin, Mas," pinta Azam. Isabel hanya menganggukkan kepalanya saja.
Setelah Azam selesai mandi, mereka pun segera shalat subuh berjama'ah. Azam menjadi imam shalat Isabel dan Ali. Begitu bahagianya keluarga mereka jika dilihat seperti ini, tapi pada kenyataannya tidak lah seperti itu.