Saat ini dokumen yang berisi tentang informasi Kiara Larasati tengah berada ditangan Calvino. Ditatapnya Kenan dengan tatapan menajam sebelum membuka dokumen tersebut. Seolah paham dengan tatapan Tuan nya Kenan pun langsung menjelaskan bahwa semua informasi penting mengenai Ms. Kiara Larasati, sudah terangkum didalam dokumen tersebut.
"Semuanya?"
Kenan mengangguk.
Dengan tak sabaran segera dibukanya dokumen tersebut. Oh, jadi dia hanya wanita sederhana yang tidak tergabung ke dalam jaringan apapun. Gumam Calvino dalam hati.
Calvino pun terlihat menyungging senyum smirk. "Baguslah, dia bukan wanita berbahaya." Lirihnya. Sialnya, kalimat yang baru saja terucap dari bibirnya telah terdengar oleh Kenan sehingga lelaki tersebut langsung menjelaskan pada Calvino bahwa Kiara Larasari memang lah wanita yang sama sekali tidak berbahaya. Namun, tidak dengan tunangannya. Karena tunangannya itulah yang sangat berbahaya dan mengancam keselamatan Nona.
Kedua mata Calvino menyipit hingga keningnya berkerut Jujur, perkataan Kenan telah membuatnya gusar. "Ada fotonya?" Tanyanya pada Kenan.
"Ada, Sir."
"Bawa kemari!" Pintanya sembari mengetuk - ngetukkan jemari pada meja.
"Ini, Sir. Foto Ms. Kiara terangkum di dalam map ini, Sir." Sembari menyerahkan map berwarna kuning tersebut ke tangan Calvino. Tatapan Calvino menajam penuh perintah tak terbantahkan supaya Kenan segera meninggalkan ruangan.
"Baik, Sir. Saya permisi." Sembari membungkukkan badan sebagai salam hormat sebelum melenggang dari hadapan Tuan nya.
Saat ini hanya tinggal Calvino berteman dengan map tersebut. Entah ini nyata atau hanya perasaan Calvino saja yang jelas map tersebut bagai magnet yang menariknya dengan sangat kuat.
Perlahan di bukanya map tersebut hingga terpampang lah foto - foto Kiara. Calvino tersentak hingga tatapannya pun membeliak bermanjakan foto - foto Kiara. Calvino terlihat mengerjap berulang kali untuk memperjelas penglihatannya. "Samara ... " " lirih Calvino hingga suaranya pun terdengar seperti sedang bergumam.
Tidak mungkin kalau yang ada di dalam foto ini, Samara. Samara, sudah meninggal bertahun - tahun yang lalu. Batin Calvino dengan tatapan mengunci pada foto - foto tersebut.
Tanpa dapat di pungkiri ingatannya pun berpusat pada kejadian beberapa tahun silam pada saat Samara memilih mengakhiri hidupnya ketika dengan sengaja seorang Calvino Luz Kafeel, telah menunda pernikahan demi berlangsungnya pernikahan sang adik tercinta bersama Jozh Mandoze.
Entah apa yang Samara pikirkan saat itu yang jelas undangan yang sudah terlanjur tersebar luas telah membuatnya terhimpit ke dalam rasa malu hingga dia pun tidak lagi memiliki keberanian untuk menghadapi Dunia luar. Tanpa berfikir panjang Samara lebih memilih mengakhiri hidupnya dari pada di kecam rasa malu dari keluarga besar, rekan bisnis, dan juga dari para sahabat.
Ingatan demi ingatan yang semakin terekam jelas telah mengiringi rasa pening pada kepalanya hingga berubah menjadi denyutan hebat. Berulang kali dia pun terlihat mengusap kasar wajahnya. Dan tanpa terasa air mata telah mengalir membasahi pipi kokoh bahkan tanpa dia sadari. "Samara ... sayang." lirihnya berpadukan dengan usapan pada foto tersebut. Kini, tak hanya usapan, akan tetapi setetes kristal bening yang telah membasahi foto tersebut telah menjadi bukti nyata betapa menyesal dan hancurnya hati Calvino saat ini.
Dia pun terlihat menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi dengan mata memejam rapat. Tanpa dapat terelakkan guratan - guratan halus telah menghiasi keningnya menandakan bahwa seorang Calvino Luz Kafeel, sedang di landa rasa frustasi.
Saat ini pikiran Calvino telah melayang jauh memikirkan seseorang di masa lalu. Seseorang yang masih dia cintai dengan sangat dalam. Seseorang yang hingga kini masih menduduki posisi tertinggi di dalam sudut hatinya.
Setelah cukup lama berperang dengan diri sendiri dia pun langsung memanggil Kenan. Tak berselang lama yang di panggil pun sudah berdiri di hadapannya sembari membungkukkan badan. "Anda memanggil saya, Sir?"
Calvino langsung mendongakkan wajahnya dengan tatapan menajam. "Apa kau yakin bahwa yang kau ambil ini foto - foto, Ms. Kiara Larasati?"
"Iya, Sir."
"Dari mana kau dapatkan foto - foto ini?"
"Saya ambil secara langsung, Sir. Ada beberapa foto Ms. Kiara dengan, Nona."
Calvino terlihat menyipitkan matanya hingga keningnya berkerut. Dan bersamaan dengan itu langsung membuka lembar demi lembar foto - foto tersebut.
Kalau begitu foto - foto ini memang foto Kiara, dan bukan Samara. Pikir Calvino.
Shitttt, kenapa wajahnya bisa sangat mirip? Mereka bagaikan pinang dibelah dua. Yang membedakan hanyalah mata dan juga hidung. Mata Samara lebih bulat dan Kiara lebih kecil. Hanya saja hidung Kiara lebih mancung dari Samara.
"Kumpulkan semua informasi mengenai Ms. Kiara Larasati, secara mendetail. Mengenai orang tuanya, saudara kandung, masa kecil, lingkungan, teman, dan juga sahabat."
"Baik, Sir. Saya permisi." Sembari membungkukkan badan sebelum melenggang dari hadapan Tuan nya. Namun, baru beberapa langkah sudah dihentikan oleh suara bariton yang mendominasi dengan arogansi. Bersamaan dengan itu Kenan pun langsung berbalik menghampiri Tuan nya. "Iya, Sir."
"Cari tahu apakah Ms. Kiara Larasati mempunyai saudara kembar atau tidak!"
"Baik, Sir."
"Dan ingat, Kenan. Jangan sampai Nona tahu akan hal ini!"
"Baik, Sir."
Setelah kepergian Kenan, Calvino tampak menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa dengan kedua mata memejam. Kenangan demi kenangan akan Samara kembali merasuk ke kedalaman jiwa. Memporak - porandakan kembali jiwanya hingga yang tersisa hanyalah himpitan rasa sesak.
Kini, luka yang belum mengering itupun kembali mencuat ke permukaan membuat sepasang manik coklat kembali terbuka dan bersamaan dengan itu air mata mengalir membasahi pipi kokoh bahkan tanpa dapat dia hentikan.
Rasa bersalah pada Samara kembali menghantam ke kedalaman jiwa. Seandainya waktu dapat di putar kembali. Ingin rasanya Calvino bisa merengkuh wanita yang sangat di cintainya tersebut ke dalam pelukan. Ingin rasanya menghapus setiap tetes air mata dan membalut setiap luka yang dengan sengaja dia torehkan.
Bibir kokoh pun terlihat bergetar berpadukan dengan ucapan permintaan maaf. "Sorry Samara, sorry." Tanpa dapat di tahan lagi air mata pun mengalir membasahi pipi kokoh.
Inilah titik terberat di dalam hidup Calvino, harus di hadapkan kembali pada luka lama yang hingga kini pun tak pernah dia temukan obatnya.
Kembali ditatapnya foto Kiara sembari mengusapnya lembut. "Aku masih tidak percaya ini. Bagaimana bisa 2 orang memiliki wajah yang sangat mirip?" Ucapnya entah pada siapa karena nyatanya dia pun sedang sendirian.
Calvino terlihat menghentak - hentakkan jemari pada meja berpadukan dengan tatapan lurus ke depan. Seketika pikiran Calvino kembali dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. Mungkinkah Samara memiliki saudara kembar? Ah, itu tidak mungkin. Dia kan Anak tunggal. Kalau pun dia memiliki saudara kembar. Pasti Samara, atau pun keluarga besarnya akan menceritakannya padaku.
🍁🍁🍁
Next chapter ...
Hai, guys!
Suka dengan cerita Calvino? So, tinggalkan komentar ya. Peluk cium for all my readers.
HAPPY READING !!