App herunterladen
41.17% The Boss Is Devil / Chapter 7: 7

Kapitel 7: 7

Mereka menuju restoran. Emily heran kenapa dia berhenti di hotel. Pikirannya sudah negatif saja.

"Pak kok ke hotel bukannya kita mau makan ya?" tanya Emily bingung

"Menurut kamu!" ucapnya

"Bapak mau macam macam ya sama saya? " Emily bergidik ngeri melihat Sean

"Dikasih aja saya ogah sama kamu, ini kamu malah bilang mau macam macam sama kamu. Dengan badan kamu yang krempeng gitu body lurus aja kaya papan, tau gak kamu!"

Emily sangat terkejut dengan yang diucapkan bosnya sendiri. Dengan seenaknya dia mengatai bahwa bodynya seperti papan. Ingin rasanya dia menjabak rambut bosnya itu.

"hello, mau keluar gak" Ucap Sean dengan melambaikan tangannya ke muka Emily yang sedang termenung

"Eh,, pak, iya"

"Keluar!!" perintahnya

"Tapi pak, ngapain mau ke hotel?" tanyanya

"Ya makan lah, kira kamu saya mau tidurin kamu?"

"Dihotel pak?"

"Iya Em, emang di hotel gak ada restoran apa?"

"Saya kan gak tau pak"

Emily keluar dari mobinya dan mengikuti Sean yang sudah keluar dari mobilnya.

Mereka duduk berhadapan. Pelayan datang untuk memberikan menu makanan.

"Selamat sore pak. Silahkan mau pesan apa?" tanyanya

"Saya pesan amuz dan minumannya Fruity Lemon Squash itu saja" ucap Sean

Emily melotot karena makanan disini sangat mahal sekali bayangkan saja lemon tea aja lima puluh ribu sedangkan di tempat biasa dia makan hanya sepuluh ribu.

"Kamu pesan apa Em?"

"Aduh pak, ini makanannya mahal - mahal banget pak, pindah aja ya?"

"Pesan aja sih, saya juga yang bayar"

"Iya ya, kan dia yang bayar, bodo amat lah, aku pesan aja semuanya" batin Emily

"Saya pesa ini terus ini dan ini" katanya sambil menunjuk menu yang dimaksudnya itu

"Baiklah Nona dan Tuan silahkan untuk menunggu, hidangan akan segera di sajikan" Ucap pelayan itu dengan sopan

Tak lama kemudian makanan mereka telah datang, Meja yang seharusnya hanya ada dua makanan saja, jadi banyak makanan yang dipesan Emily.

"Wah makanannya udah datang. mari makan pak" ucap Emily dengan semangatnya

"Kamu pesan makan sebanyak ini doyan apa lapar?"

"Dua duanya pak"

Sean hanya menggeleng dengan Emily.

Mereka akhirnya selesai makan, dan segera siap siap untuk pulang.

"Pak saya pulang dulu ya?" ucapnya pamit

"Kamu pulang sendiri Em?"

"Iya pak, sama siapa lagi, gak mugkin bapak mau anter saya. Saya tau pasti bapak ninggalin saya kaya waktu itu" Emily tidak akan mau dipermalukan lagi seperti hari kemarin.

"Oke"

Sialan. Bos devil gak peka banget yah. seharusnya dia mengantar Emily tetapi dia pergi begitu saja

Suara klakson mobil menyentak orientasi kesadaran yang ia miliki. Mobil hitam itu... bukannya milik Pak Sean?

"Masuk!" Sean memberi perintah. Kaca mobil terbuka setengah sehingga Emily bisa menangkap ekspresi Sean yang tersenyum tipis.

"Serius pak?"

Laki - laki itu mengannguk sepintas

"Jangan sampai saya mengulang dua kali Emily"

Cepat - cepat ia masuk ke dalam mbil. Tidak perlu menunggu ultimatum dua kali. Kalau aura iblis bos sudah keluar ya harus cepat bertindak agar tidak kena slepet. Sudah bagus ia dapat tumpangan, jangan sok - sokan jual mahal yang berakibat dirinya menginap di restoran semalaman.

"Rumah kamu di mana?"

Iya menoleh. Bukannya Sean sudah tau? waktu itu kalau tidak salah, Sean mengatakan rumahnya dekat dari kafe tempatnya bertemu.

"Bukannya bapak sudah tau?"

Liriknya kilat laki - laki itu diarahkan tepat padanya.

"Saya tau, tapi saya tidak tau kalau misalnya rumah kamu pindah mendadak"

Emily tergelak. " Ya nggak lahh pak!"

Pindah kemana? Ibunya bisa meledak kalau tau anak perempuannya migrasi dari rumah. Terlalu lama diluar saja, Ibunya sudah bolak - balik menelponnya apa lagi pindah. Senyumnya luntur perlahan

Inget rumah, ingat juga soal Dea adiknya kalau mereka menikah nantinya, karena Dea sehabis kuliah dia akan menikah sama kekasihnya itu. Sedih nanti ditinggal sama adiknya tidak ada yang mendengar curhatannya lagi walaupun dia cuek minta ampun.

"Saya sedih, pak kalau mikir soal pindah rumah"

Curhat sedikit tidak apa- apa kan? mereka juga tidak sedang berada dalam konteks formal

"Kenapa?"

Kemudi ia putar saat melintasi tikungan tajam. Kota ini tidak pernah tidur. Menjelang tengah malam saja masih banyak yang aktif berjualan

"Saya punya dua adik pak, tapi adik saya yang nomor dua setelah selesai kuliah dia akan menikah otomatis mereka akan pindah rumah baru. kalau sudah begitu rumah begitu sepi pak. Walaupun masih ada adik saya yang bungsu dan ibu saya, saya merasa sepi pak"

"Ya sudah kamu menikah saja"

Emily menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. Mulut Sean kenapa lemes sekali?

"Bapak kalau ngomong gampang banget. Bapak yang mapan dan sempurna aja masih jomblo! apa lagi saya pak" keluhnya terang terangan memikirkan jodohnya yang entah berada dimana, rasanya bertambah pusing saja kepalanya.

Sean tersenyum simpul. Sikap meledak - ledak si nona sekretaris cukup menjadi hiburan untuk mengisi kekosongan perjalanan kali ini.

"Ya udah" Dia terkekeh. "Kamu menikah saja sama saya. Win win solution. Saya nggak jomblo lagi, kamu juga nggak akan khawatir sendiri waktu adikmu menikah nanti"

Oh hell!! Emily menganga. Apa ini adalah lamaran untuknya? secara otomatis otaknya tersetting pada kehidupan after married kalau dirinya betulan menjadi istri Sean

Diktator

"Tidak perlu membantah! saya kepala keluarga, saya yang berhak memutuskan"

perfeksionis

"Baju saya kurang wangi, tolong kamu cuci ulang ya, Emili. oh iya jangan lupa kucek lima ratus kali dan sikat tujuh puluh kali"

Masa bodoh

"Emily mau kamu terjungkal atau terpleset sekalian itu urusan kamu. kamu yang ceroboh, bukan saya"

Ia menggeleng kuat - kuat horor tidak ada manis - manisnya menikah dengan bos sendiri.

"Saya tolak, Pak! saya tolak! ia memekik kuat. Sean terlalu menyeramkan untuk jadi calon suaminya. Tidak mau! Pokoknya Sean hanya sebatas bosnya saja.

"Kamu serius sekali. Saya hanya bercanda" Tawa keras laki - laki itu mengalun di seluruh penjuru mobil.

"Nggak lucu pak!" ana menjawab ketus

Sean berdehem sekali untuk meghentikan tawanya.

"Tidak lucu ya? oke kalau tidak lucu..." Mata gadis itu menyipit menatapnya. Sean melemparkan senyuman lebar.

"Kalau begitu , yang lucu pastinya adalah tarif pengantaran kamu ke rumah. Argonya dua puluh lima ribu ya Emily"

Emily melongok. Bos benar - benar... wow. Tadi siapa yang memerintahkan masuk ke mobil cepat -cepat?

"Nggak bisa gitu dong Pak, tadi kan bapak yang suruh saya naik"

"Tambah lagi menjadi tiga puluh lima ribu"

Naiknya semena mena. Tuhan si bos memang membuatnya bangkrut

"Iya pak iya lima puluh ribu cukup?"

Mobil yang dia tumpangi bergerak memasuki pelataran rumah yang diterangi oleh cahaya lampu disudut gerbang. Emily meronggo tas tangannya untuk mendapatkan satu lembar uang kertas biru.

"Ini pak!" ia mengulurkan pada Sean

"Untuk apa?" tanyanya bingung

"Katanya tadi biaya lima puluh ribu pak. ini saya bayar"

Laki - laki itu tersenyum

"Saya hanya bercanda Em"

Dengan mudah dia mengatakan seperti itu

Kenapa ada bos yang seperti ini.. ya Tuhan tolong aku...


Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C7
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen