App herunterladen
2.84% Which One Should I Choose / Chapter 9: Menyesuaikan Diri Terharap Orang Rumah

Kapitel 9: Menyesuaikan Diri Terharap Orang Rumah

Usai makan malam, Carissa pun kembali ke kamarnya dan merapikan barang-barangnya ke tempat barang itu berada. Martin sendiri tidak habis pikir, bahwa sekarang Carissa adalah kakak iparnya. Ia berpikir mungkin saja saat ini sedang bermimpi dan berkata terus terang pada hatinya bahwa ini hanya omong kosong, tidaklah benar.

Sudah berkali-kali ia mondar mandir di ruang tengah dan membuat Dirga yang sedang duduk mengerjakan tugasnya, semakin dibuat bingung dengan tingkah aneh Martin. "Keknya aku harus masuk sekolah sihir," ujar dirga dengan mata yang masih menatap ke laptop.

"Buat apa coba masuk sekolah sihir? Bukankah sekarang kamu sudah masuk jurusan manajemen, jika kamu masuk sekolah sihir, memangnya kamu mau masuk jurusan apa?" tanya Dirga masih dengan posisi tidak diam di tempatnya.

"Mau masuk jurusan mengubah orang jadi apa yang inginkan," jawab Dirga.

"Lah? Memangnya mau mengubah siapa?" tanya Dirga sontak langsung posisi diam.

"Hah ... Ya mau, sihir kamulah, siapa lagi?" sahut Dirga.

"Kok aku?"

"Ya kamu dari tadi tidak diam di tempat, mondar mandir terus, kek setrikaan aja."

Dih, sensi bener, PMS lu?" jawab Martin sewot lalu pergi ke kamar Carissa.

"Terserah, yang penting aku bisa tenang sekarang," gumam Martin kembali mengerjakan tugasnya. Martin pun mengetuk pintu kamar Carissa dan Carissa membuka pintu kamarnya. "Ah Martin, ada perlu apa ya?" tanya Carissa sedikit canggung.

"Aku ingin bicara sama kamu, bisa?" tanya Martin dengan tatapan yang dalam sekali.

"Y-ya, tentu. Kita mau bicaranya dimana?" tanya Carissa menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada orang yang melihatnya berdua bersama Martin.

"Di cafe saja, mau?" saran Martin.

"Boleh, tapi apa aku diizinkan untuk pergi bersama kamu?" tanya Carissa lagi.

"Tentu saja sepertinya boleh, kenapa tidak memangnya?" tanya Martin mencoba menyakinkan Carissa.

"Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan ganti baju," ujar Carissa kembali mengunci pintu kamarnya. Selang beberapa menit pun, Carissa keluar dari kamar dengan memakai hoodie berwarna abu-abu dan celana pendek berwarna hitam.

Mereka berdua turun menuju lantai bahwa dan bersama-sama menemui Pak Santoso. "Ayah, kami berdua ingin pergi ke supermarket, karena Carissa ingin membeli beberapa keperluannya," ujar Martin.

"Baiklah, kenapa tidak bersama Dirga juga?" saran Santoso.

"Kak Dirga sibuk mengerjakan tugasnya di ruang tengah," jawab Martin.

"Baiklah kalau begitu, pergilah," kata Santoso.

"Iya Ayah," jawab Carissa. Mereka berdua pun pergi ke supermarket, namun sempat dilihat oleh Dirga dari kejauhan. "Sepertinya mereka berdua ingin membicarakan sesuatu yang penting. Apa aku biarkan saja ya mereka berdua dekat? Aaa ... Ide cukup bagus juga, jadi jika Carissa dekat Martin, ototmatis aku punya waktu bebas dan tenang. Nanti juga, Carissa yang akan menikah dengan Martin. Bukannya tidak baik jika menjauhi dua pasangan yang saling suka," gumam Dirga.

***

Mereka berdua sampai di cafe, kalau pun mereka berdua bilang ke supermarket, takutnya Pak Santoso tidak akan mengijinkannya. "Bagaimana bisa kamu bisa dijodohkan dengan kakakku?" tanya Martin.

"Soal itu kan aku sudah cerita sama kamu kalau aku ini sudah dijodohkan dengan orang, tapi masalahnya waktu aku cerita ke kamu, aku lupa siapa nama keluarganya," jawab Carissa sekenanya.

"Iya juga ya, kok kamu bisa lupa sih."

"Ya mana aku tahu juga, namanya juga lupa." Martin dan Carissa pun sama-sama jadi diam sambil menikmati hangatnya segelas kopi cappucino. "Eh ini aku tidak mimpikan?" tanya Martin.

"Mimpi dari mana coba sih? Kalau kamu mimpi pasti sekarang gak bakal bisa rasain hangat kopi," jawab Carissa.

"Iye juga, tapi aku tidak mau jika kamu jadi kakak iparku," kata Martin setengah merengek.

"Memangnya kenapa?" tanya Carissa bingung.

"Dasar tidak peka, sama saja kek kakak aku itu. Kamu lupa ya, aku kan ada bilang kalau aku suka sama kamu."

Carissa menjadi terdiam sejenak untuk mengingat perkataan Martin itu, "Ah, iya. Aku ingat betul, aku kira kamu hanya bercanda saja," jawab Carissa. Sejujurnya juga, Carissa sudah senang sekali saat Martin waktu itu bilang suka, sekarang malah pura-pura lupa.

"Pokoknya aku tidak terima jika kamu jadi kakak iparku, pokoknya aku harus membatalkan perjodohan ini," tegas Martin.

"Tapi bagaimana caranya coba? Aku ini kan baru saja tinggal di rumah kamu, harusnya aku harus menyesuaikan keadaan seperti di rumah kamu dulu."

"Iya, aku kasih kamu waktu dulu ya, setelah itu baru kita bicarakan baik-baik sama Ayahku," saran Martin.

"B-baiklah," jawab Carissa. Perasaan Carissa sedikit senang karena Martin akan membatalkan perjodohan dirinya dengan Dirga. Tapi apa yang akan terjadi, jika suatu saat dirinya sudah jatuh hati pada Dirga dan tidak menyukai Martin lagi. Apa ini yang dinamakan dengan bimbang?

"Kamu kenapa diam?" tanya Martin.

"Tidak apa-apa, ayo pulang ... Ini sudah malam lho," ajak Carissa.

"Baiklah."

***

"Dirga, kenapa kamu tidak temani Carissa pergi belanja?" tanya Santoso sambil meletakkan teh manis untuk Dirga.

"Terima kasih Ayah, hari ini aku masih ada pekerjaan dan besok teman-temanku mengajak untuk pergi kemah," jawab Dirga.

"Oh begitu, bagaimana kamu ajak Carissa pergi juga. Pasti akan sangat menyenangkan," ujar Santoso tersenyum.

"Tidak mau!"

"Lah kenapa? Dia kan cantik dan mandiri, masa tidak mau," kata Santoso berusaha rayu putra sulungnya itu.

"Terserah Ayah saja, aku tidak peduli," ujar Dirga jutek. Pak Santoso bangkit dan pergi meninggalkan Dirga. Tidak lama kemudian, Martin dan Carissa masuk ke dalam rumah. "Aku pergi tidur dulu, selamat malam," ujar Martin kepada Carissa.

"Baiklah," sahut Carissa. Carissa pun melihat Dirga yang masih mengerjakan tugas, dengan insiatif dan tujuan menyesuaikan diri terhadap orang rumah. Carissa pun berjalan mendekati Dirga, "S-sedang apa?" tanya Carissa.

"Jangan sok akrab, sana pergi tidur!" kata Dirga jutek.

"I-iya," jawab Carissa.

***

"Apa-apaan tuh cowok, ngeselin banget. Padahal niatku kan baik, sebegitu susahnya sih buat deketin, lagipula juga aku tidak ada niatan juga buat dia jatuh cinta," gerutuku.

Aku mengganti pakaianku dan membersihkan muka serta tidak lupa menyikat gigi. Dan aku baru sadar, tadi itu kan aku minum kopi. "Terpaksa hari ini tidurnya larut." Sambil menunggu mataku mengantuk, aku pun mengerjakan tugas kuliahku sebagian, yang waktunya masih 1 bulan lagi untku di kumpul.

Aku sangat mencintai jurusanku, tidak peduli apa kata orang. Tiba-tiba listrik pun mati, kebetulan juga handphone habis dayanya. Aku mulai panik sekali, karena aku benci kegegelapan dan pastinya semua orang sudah tidur. Dengan panik, aku pun membuka pintu kamar dan berlari. Tidak sengaja aku menabrak dada bidang dengan aroma greentea dan mint.

"Siapa ini?" tanyaku panik.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C9
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen