App herunterladen
4.28% POLIGAMI / Chapter 12: Perasaan Latifah

Kapitel 12: Perasaan Latifah

Malam berganti pagi, kini Aisyah bersiap akan bekerja kembali ke rumah Latifah. Waktu menunjukkan pukul 6 pagi, dan ia sudah menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya. Aisyah mengetuk pintu kamar ayahnya, lalu ia memberitahu jika sarapannya sudah di siapkan.

Tok.. tok..

"Assalamualaikum yah, sarapan yuk? Aisyah sudah memasak sarapan untuk ayah, Aisyah juga mau berangkat bekerja." Ucap Aisyah sambil berpamitan.

Tidak lama kemudian, pintu itu terbuka dan memperlihatkan Umar yang terlihat lebih segar dari sebelumnya.

"Waalaikum sallam nak, iya ayah akan sarapan sekarang. Ya sudah, kamu berangkat saja nanti kamu telat." Jawab Umar dengan semangat.

Aisyah tersenyum mendengar jawaban sang ayah yang begitu semangat pagi ini, tapi ia jadi merasa tenang jika sang ayah terlihat baik-baik saja. Aisyah jadi bisa meninggalkan ayahnya tanpa ragu, dan untuk sementara Aisyah bisa bekerja dengan serius.

"Iya yah, Aisyah berangkat dulu Assalamualaikum." Pamit Aisyah pada Umar.

Umar mengangguk paham, lalu ia pun menjawab salam yang Aisyah ucapkan.

"Waalaikum sallam, hati-hati di jalan ya nak." Balas Umar sambil mengingatkan.

Aisyah mengangguk lalu ia mencium tangan sang ayah, dan ia pun melangkah keluar dari rumahnya menuju ke rumah Latifah.

30 menit kemudian, Aisyah tiba di komplek tempatnya bekerja. Aisyah langsung mengetuk pintu rumah, dan pintu itupun terbuka.

"Assalamualaikum mba" salam Aisyah pada Latifah.

"Waalaikum sallam, kamu langsung masak saja ya? Soalnya mas Rafka akan bekerja hari ini, jadi ia harus sarapan sekarang." Balas Latifah memberi arahan.

Aisyah mengangguk paham, lalu ia meminta izin untuk masuk ke dalam rumah. Dan Latifah langsung mengizinkannya, lalu Aisyah pun mulai berperang dengan alat-alat dapur untuk membuat sarapan pagi ini.

Kali ini Aisyah akan membuat roti bakar, sengaja ia memilih menu yang cepat di buatnya karna tidak ada waktu lagi. Ia datang pukul 7, dan setengah delapan Rafka sudah harus berangkat ke kantornya. Karna itu Aisyah memilih membuat menu sarapan yang cepat, dan tetap mengenyangkan.

20 menit kemudian, roti bakar buatan Aisyah siap di meja makan. Lalu Aisyah juga menyiapkan susu di beberapa gelas, untuk menemani roti bakar itu.

Setelah menu sarapan itu siap di meja makan, Latifah dan Rafka menghampiri Aisyah. Waktu yang sangat tepat sekali, Aisyah merasa lega karna ia bisa menyelesaikan sarapannya tepat waktu kali ini.

"Masya Allah, roti bakarnya wangi sekali Aisyah." Puji Latifah pada Aisyah.

Aisyah hanya tersenyum tipis, dan berdiri di sisi yang agak jauh dari pasangan suami istri itu. Sedangkan Latifah dan Rafka langsung duduk di bangku, lalu Latifah menyiapkan sarapan untuk sang suami.

"Saya permisi ke belakang dulu, masih ada kerjaan yang belum selesai." Pamit Aisyah yang merasa tidak nyaman berada di sana.

Latifah mengangguk mengerti, lalu Aisyah pun melangkah menuju dapur dan memilih untuk membersihkan alat masak yang tadi di pakainya untuk membuat sarapan.

Sedangkan di ruang makan, Latifah mengambilkan roti bakar untuk Rafka lalu mengambil gelas yang sudah di isi dengan susu dan menaruhnya di dekat piring makan Rafka.

"Nanti mas pulang terlambat, karna ada meeting tambahan dengan client penting." Izin Rafka pada Latifah.

"Iya tidak apa mas, nanti biar aku yang bicara dengan ibu dan bertanya pendapatnya tentang calon istri keduamu." Jawab Latifah dengan tenang.

Rafka melirik Latifah yang terlihat begitu tenang saat mengatakan tentang calon istri barunya itu, padahal Rafka tau jika sebenarnya dalam hati Latifah pasti sedih dengan hal itu.

"Kamu yakin akan melakukan ini? Aku sungguh tidak ingin menyakiti kamu." Tanya Rafka lagi dengan wajah sendunya.

Latifah terdiam sesaat, ia tidak munafik untuk berkata ia baik-baik saja. Latifah merasa hatinya terbakar hingga hancur menjadi debu saat memikirkan Rafka akan memiliki istri baru, tapi Latifah tidak bisa egois. Ia juga harus memikirkan ibu mertuanya yang sangat ingin memiliki cucu, dan juga garis keluarga Rafka yang harus tetap berlanjut.

"Mas, kita sudah membahasnya kemarin. Tolong jangan bertanya lagi, Insya Allah aku sudah ikhlas dengan semua yang akan terjadi." Jawab Latifah dengan senyumnya.

Rafka menghela nafas panjang, mencoba untuk menerima dengan tulus keputusan sang istri.

"Ya sudah, aku ikut apa kata kamu saja. Aku yakin, siapapun pilihan kamu pasti itu yang terbaik." Balas Rafka dengan pasrah.

Latifah tersenyum mendengar jawaban Rafka, lalu ia pun melanjutkan acara sarapan mereka yang sempat terhenti itu. Dan setelah selesai sarapan, Latifah dan Rafka melangkah ke depan rumah.

"Ya sudah sayang, aku berangkat dulu. Kamu baik-baik di rumah, setelah pekerjaan aku selesai aku akan langsung pulang." Pamit Rafka pada Latifah.

"Iya mas, aku mengerti. Kamu hati-hati ya, jangan ngebut." Balas Latifah memberi peringatan.

Rafka tersenyum, lalu Latifah mencium tangannya dan ia pun membalasnya dengan mencium kening sang istri.

"Assalamualaikum" ucap Rafka sambil melambai pelan pada Latifah.

"Waalaikum sallam, hati-hati mas!" Jawab Latifah dengan senyumnya.

Rafka masuk ke mobilnya, lalu Latifah melambai pada mobil Rafka yang mulai melaju meninggalkan rumah mereka.

Setelah mobil Rafka tidak terlihat lagi, Latifah pun masuk kembali ke dalam rumah. Tanpa banyak bicara lagi, Latifah langsung masuk ke kamarnya. Bahkan ia sampai mengabaikan Aisyah yang berada tidak jauh darinya, dan Aisyah menatap bingung pada Latifah yang bersikap tidak biasa.

Tapi Aisyah tidak berani bertanya, karna ia sadar akan posisinya yang hanya orang asing di rumah itu. Ia juga tidak ingin Ikut campur lebih jauh dalam masalah pribadi teman barunya itu, cukup saja ia merepotkan Latifah karna meminta pekerjaan seperti ini.

Aisyah lebih memilih membereskan pekerjaan yang menumpuk itu, daripada memikirkan masalah orang lain yang nantinya malah jadi membuat Aisyah suudzon.

"Astagfirullah, jangan berpikir apapun Aisyah! Ayo kerja! Kerja! Kerja!" Gumam Aisyah merasa telah berbuat salah.

Aisyah pun mengambil keranjang pakaian kotor dan mencucinya, lalu ia juga menjemur dan menyetrika pakaian yang sudah keringnya. Selesai dengan semua itu, Aisyah memasak untuk makan siang.

Sampai akhirnya, adzan dzuhur berkumandang. Aisyah langsung menghentikan kegiatannya, dan melangkah untuk mengambil wudhu. Setelah selesai wudhu, Aisyah langsung melangkah menuju tempat solatnya dan melaksanakan solat dzuhur seperti biasa.

Setelah selesai dengan solat dzuhur, Aisyah melanjutkan kembali pekerjaannya yang tertunda. Ia memasak beberapa menu untuk makan siang, dan setelah selesai Aisyah langsung menatanya dengan rapi di atas meja makan. Lalu ia memanggil Latifah untuk makan siang, tapi tidak ada jawaban apapun dari dalam kamarnya.

Tok.. tok..

"Assalamualaikum mba, makan siangnya sudah siap." Panggil Aisyah pada Latifah.

Aisyah masih menunggu jawaban dari dalam kamar, tapi nyatanya setelah cukup lama menunggu tetap tidak ada jawaban apapun dari dalam kamar Latifah.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C12
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen