Aisyah sampai di rumahnya tepat pukul 5 sore, ia pun langsung membersihkan diri dan berganti pakaian. Tidak lupa ia melaksanakan kewajibannya sebagai muslim, baru setelahnya ia melihat keadaan sang ayah di kamarnya.
Sebelum masuk ke kamar sang ayah, Aisyah lebih dulu meminta izin padanya. Aisyah mengetuk pintu kamar Umar, lalu ia bertanya pada ayahnya itu.
"Ayah, apa Aisyah boleh masuk?" Izin Aisyah pada sang ayah.
"Masuk saja nak, tidak di kunci pintunya." Jawab sang ayah dari dalam kamar.
Setelah mendapatkan izin, Aisyah pun membuka pintu itu dan masuk ke kamar ayahnya. Aisyah menghampiri ayahnya yang sedang duduk di tepi ranjang, sepertinya ia baru saja selesai sholat ashar.
"Ayah, bagaimana keadaan ayah? Apa ayah masih sakit?" Tanya Aisyah khawatir.
Umar tersenyum pada putrinya itu, ia pun menggenggam tangan Aisyah dan tersenyum.
"Alhamdulillah ayah sudah lebih baik, ayah hanya butuh istirahat saja sebentar." Jawab Umar meyakinkan Aisyah.
Aisyah mengangguk paham, ia pun tersenyum melihat ayahnya sudah semangat lagi.
"Alhamdulillah jika ayah sudah baikan, Aisyah senang mendengarnya." Balas Aisyah dengan senyum cerahnya.
"Tentu saja ayah harus cepat sembuh, ayahkan harus bekerja lagi." Tukas Umar dengan pasti.
"Ayah, Aisyah rasa lebih baik ayah di rumah saja ya? Biarkan Aisyah yang bekerja untuk kita, Insya Allah Aisyah bisa yah." Pinta Aisyah pada Umar dengan lembut.
Umar menatap Aisyah ragu, bukannya ia tidak mengizinkan. Hanya saja Umar tidak bisa membiarkan anak gadisnya itu terluka, Umar terlalu khawatir pada Aisyah.
"Tapi nak, apa kamu baik-baik saja jika bekerja? Ayah takut kamu kelelahan, dan akhirnya jatuh sakit." Ungkap Umar pada Aisyah.
Aisyah tersenyum, lalu ia mencium tangan sang ayah dengan begitu penuh kasih.
"Ayah, Aisyah sudah besar. Sudah waktunya untuk Aisyah membalas jasa-jasa ayah, walau tidak sepenuhnya. Tapi setidaknya, Aisyah bisa membantu ayah. Insya Allah, Aisyah sanggup yah." Jelas Aisyah penuh rasa sayang.
Umar tersenyum, lalu ia memeluk Aisyah dengan air mata yang berkumpul di matanya.
"Masya Allah nak, kamu memang selalu bisa memenangkan hati ayah." Puji Umar pada Aisyah.
Aisyah tersenyum, ia pun balas memeluk sang ayah dengan erat. Aisyah juga menyalurkan rasa sayang, dan ketenangannya pada sang ayah melalui pelukan itu.
"Ayah tenang saja, Aisyah tidak akan memaksakan kemampuan Aisyah. Yang penting sekarang, ayah bisa beristirahat dan kita tetap bisa makan. Insya Allah, pasti bisa." Ucap Aisyah meyakinkan Umar.
"Iya nak, ayah percaya padamu. Aisyah memang putri ayah yang paling pintar, terima kasih ya nak." Balas Umar bangga.
"Ayah, jangan seperti itu. Harusnya Aisyah yang berterima kasih pada ayah, karna ayah sudah menjadi ayah terbaik untuk Aisyah." Jawab Aisyah dengan senyumnya.
Umar benar-benar terharu, ia tidak bisa mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Kehadiran Aisyah dalam hidupnya benar-benar menjadi berkah, karna sejak kecil Aisyah selalu bisa menghibur dirinya.
'terima kasih ya Allah, kau telah memberikan cahaya yang begitu berharga untuk hidupku. Jaga Aisyah ya Allah, berilah dia kebahagiaan dan cinta yang sesungguhnya. Kau maha mendengar dan maha mengetahui, hanya kepada engkaulah aku meminta pertolongan.' batin Umar berdoa.
.
.
.
Pagi hari yang baru untuk gadis cantik bernama Aisyah. Ia terbangun pukul 4 pagi ini, lalu ia membersihkan seluruh rumah. Tepat pukul 5 pagi, Aisyah membersihkan dirinya dan melaksanakan sholat subuh.
Setelahnya Aisyah mengganti pakaian dengan yang bersih dan rapi, lalu ia membuat sarapan untuk sang ayah lebih dulu. Setelah sarapannya siap, Aisyah mengantarkan sarapan itu ke kamar sang ayah.
Tok..tok..
"Ayah, ini Aisyah. Ayah sudah bangun?" Tanya Aisyah dari balik pintu.
"Masuk saja nak" jawab sang ayah dari dalam kamarnya.
Aisyah langsung membuka pintu itu, dan masuk ke kamarnya. Tidak lupa Aisyah tersenyum, dan menyapa sang ayah.
"Selamat pagi ayah, Aisyah sudah buatkan sarapan untuk ayah." Sapa Aisyah pada Umar.
Umar tersenyum, ia duduk di ranjangnya dan menaruh sajadah di sampingnya. Sepertinya Umar baru saja selesai sholat, Aisyah mempertahankan senyumnya melihat sang ayah.
"Wah, terima kasih nak." Ucap Umar pada Aisyah.
"Ayah habiskan ya sarapannya? Setelah ini Aisyah juga mau pamit, karna Aisyah akan mencari pekerjaan hari ini." Izin Aisyah pada Sidik.
Umar mengangguk paham, lalu ia tersenyum pada sang anak.
"Iya nak, ayah izinkan. Tapi kamu hati-hati ya? Jangan lupa sholat, dan juga mengisi perutmu." Jawab Umar mengizinkan.
Aisyah mengangguk paham, ia mengerti dengan peringatan yang ayahnya berikan padanya.
"Baik yah, Aisyah akan ingat pesan ayah." Balas Aisyah dengan senyumnya.
Aisyah pun berpamitan pada sang ayah, tidak lupa ia mencium tangan Umar dan juga memberi salam. Lalu Aisyah keluar dari kamar ayahnya, dan melangkah keluar dari rumah.
Dengan langkah cepat, Aisyah menuju ke jalan raya. Lalu ia naik angkutan umum untuk lebih cepat sampai ke alamat yang Latifah berikan padanya kemarin.
30 menit kemudian Aisyah tiba di alamat perumahan yang sesuai dengan alamat itu, Aisyah pun berjalan sampai akhirnya tiba di blok yang sesuai dengan alamat.
Waktu menunjukkan pukul setengah 7 pagi, Aisyah pikir apakah ia mengganggu jika datang di waktu sepagi ini?
Setelah berdebat panjang antara pikiran dan hatinya, akhirnya Aisyah memutuskan untuk masuk ke dalam gerbang rumah itu dan mengetuk pintu rumah itu.
"Assalamualaikum, permisi" ucap Aisyah sambil mengetuk pintu.
Beberapa kali Aisyah mengetuk, lalu ia pun menunggu beberapa saat sampai akhirnya pintu terbuka.
Tanpa pikir panjang, Aisyah langsung menghampiri pintu yang terbuka. Hingga akhirnya tanpa sengaja tubuh Aisyah menabrak tubuh seseorang, sungguh kejadian yang tidak terduga.
Aisyah hampir jatuh ke lantai, namun tubuhnya lebih dulu di tahan oleh orang yang di tabraknya tadi.
Latifah hanya bisa tersenyum tipis melihat kejadian itu, walau tidak di rencanakan tapi ternyata tuhan yang bertindak lebih dulu dari dirinya.
Aisyah terpaku sambil melihat pria di hadapannya, begitu juga dengan pria itu. Keduanya terdiam beberapa saat, sampai akhirnya Aisyah menyadari kesalahannya.
"Astagfirullahal adzim, maaf. Saya tidak sengaja, saya benar-benar minta maaf." Ucap Aisyah menyesal dan merasa bersalah.
Aisyah langsung berdiri tegap, dan menunduk serta menyingkir dari hadapan pria di hadapannya.
"Tidak apa, sayang aku masuk duluan." Balas pria itu pada Aisyah.
Aisyah masih menunduk, ia tidak berani mengangkat kepalanya sedikitpun untuk melihat mereka kembali. Apa lagi latifah, Aisyah merasa bersalah pada wanita yang sangat baik itu.
Pria itu pergi meninggalkan Aisyah dan Latifah, Latifah tersenyum dan mengangguk setuju. Lalu ia mendekati Aisyah, dan menyentuh bahunya.
"Tenanglah, jangan menunduk lagi. Suamiku tidak sejahat itu, angkat wajahmu Aisyah." Ucap Latifah pada Aisyah.