Bima adalah pria yang baik. Pemilik nama lengkap Laksamada Abimanyu Surendra ini adalah pria yang dulunya paling diidam-idamkan oleh banyak kaum hawa, bukan hanya pasal soal fisik. Pria jangkung yang kerap disapa dengan sebutan Bima ini adalah pria yang begitu baik dan hangat. Ia memberikan banyak kenyamanan untuk orang-orang yang ada di sekitarnya. Hingga terkadang, banyak yang salah mengartikan pasal kebaikan Bima pada semua orang yang ada di sekitarnya.
Bukan manusia namanya kalau tak pernah berbuat sebuah kesalahan. Baik fatal atau pun hal kecil yang bisa diperbaiki. Terlepas dari semuanya, Bima hanyalah seorang manusia yang punya napsu dan gairah. Pertama kali dirinya menjamah dunia malam, Bima melakukan sebuah kesalahan yang besar. Ia melakukan kekerasan seksual pada sebuah perempuan yang sedikit lebih tua darinya hingga membuat perempuan itu hamil lalu mengugurkan kandungnya.
Kesalahan kembali terulang selepas dirinya tak bisa mengontrol semua napsu yang ada diri Bima. Ia kembali pada sebuah dosa yang sama. Kali ini, bukan pada perempuan yang dulu lagi. Objeknya sudah lain. Teman satu kampus yang datang ke bar bersamanya juga beberapa orang lainnya. Bima mengingat semua rasa nikmat yang ia peroleh selepas melepas status kewanitaan milik seorang perempuan. Napsu datang tepat saat ia alkohol menguasai dirinya. Perempuan yang sekarang tinggal bersama dengan dirinya inilah yang akan menjadi istri sahnya nanti. Ia sedang mengandung dengan usia kandungan yang sudah tua. Kiranya di akhir bulan ini, perempuan itu akan melahirkan. Katanya seorang jagoan kecil. Semua berharap kalau wajahnya akan setampan sang ayahanda.
Langkah kaki Bima tegas masuk ke dalam rumah bergaya minimalis itu. Tak usah khawatir kalau pasal kehidupan. Orang tua Bima adalah orang berada. Papanya seorang pengusaha kaya. Properti dimana-mana, seakan hampir menguasai seluruh penjuru Kota Jakarta. Wanita tua yang melahirkan Bima adalah seorang perancang busana di sebuah pabrik batik lokal. Ada beberapa cabang yang mengatasnamakan wanita itu. Jadi, kalau hanya pasal uang untuk makan kedua pasangan muda ini, Bima hanya perlu menerima kiriman dari sang ayah kandung saja.
"Baru pulang?" tanya seseorang padanya. Tepat di sudut ruangan, sisi ambang pintu dapur yang terbuka,Bima melihat wanita dengan daster panjang yang jatuh tepat di atas kedua mata kakinya. Ia berjalan mendekat ke arah Bima yang baru saja meletakkan jaketnya di atas sofa.
Anggukan ringan datang dari pria itu. Ia tersenyum tipis pada si calon istri. Tidak, mereka sudah menikah. Namun, secara sah agama saja. Negara belum benar-benar mencatat pernikahan mereka. Menunggu jabang bayi si calon jagoan lahir ke dunia, begitu kiranya Bima dan keluarga beralasan. Pesta akan digelar secara mewah dan megah kalau kedua pengantin sudah benar-benar siap.
"Maaf karena gak memberi kabar ke lo," ucapnya tiba-tiba. Sedikit canggung, sebab selepas menemui Sandra kemarin sore, sampai pagi ini Bima baru kembali ke rumah.
"Menginap di rumah teman lagi?" tanya perempuan itu memandangi wajah pria yang jauh lebih tinggi darinya.
Lagi-lagi Bima hanya bisa mengangguk. Sedikit ragu, takut-takut kalau di istri mencurigai hal lain mengingat ini bukan kali pertama atau kedua dan ketiga Bima melakukan kesalahan yang sama. Dialognya pun masih itu-itu saja. Katanya menginap di rumah teman lama. Kalau ditanya siapa, jawabnya hanya. "Pokoknya ada. Nanti gue suruh orangnya datang ke rumah kalau dia sempat mampir setelah pulang dari kampus."
Sungguh, kebohongan yang kuno!
"Gue masuk dulu, mau mandi ...." Bima kembali melanjutkan. Ia tersenyum kecut pada perempuan yang kini menghela napasnya ringan lalu menundukkan wajahnya. Menyembunyikan banyak kesedihan untuk kisah hidupnya saat ini.
Namanya Evina Lavanya Putri. Si perempuan jelita yang parasnya mirip orang cina. Matanya sedikit sipit dengan kulit putih yang bersih. Wajahnya cantik dan rupawan. Tubuhnya langsing nan tinggi, tetapi tak mampu menggapai tingginya sang suami. Usianya? Satu tahun lebih tua dari Bima. Ia bukan teman satu kelas pria itu. Evina adalah kakak tingkat Bima yang sudah lulus beberapa bulan yang lalu. Naas memang, ia harus menghadiri wisuda akhir tahun dengan keadaan perut yang mulai membuncit. Namun, mau bagaimana lagi? Inilah jalan hidup yang dipilih Evina selepas merelakan kewanitaannya direngut oleh pria tampan ini.
Kalau ditanya menyesal atau tidak? Jawabannya adalah sedikit. Separuh iya, separuh lagi tidak. Evina cukup menggilai Bima dikala pandangan pertamanya bertemu dengan Bima. Ia tertarik secara fisik, cinta satu malam orang-orang dari dunia gelap seperti Evina ini hanyalah sebuah omong kosong sesaat saja. Evina menyukai Bima secara pandang mata. Namun, tidak untuk hati.
Selepas tahu bahwa ia melakukan kesalahan dengan membiarkan janin hasil bercintanya dengan Bima malam itu tumbuh di dalam rahimnya, perasan Evina mulai bercampur aduk. Kesalahan dan kebodohan yang ia lakukan adalah membiarkan sang ibunda tahu bahwa ia sedang mengandung. Evina tak punya pilihan lain selain mempertahankan kandungannya sebab sang ibunda bersikeras untuk tidak membunuh bayi yang ada di dalam kandungnya itu. Toh juga, usianya sudah hampir enam minggu. Terlalu lambat untuk membunuh janin tak bersalah itu.
"Bima ...." Evina memanggil sang suami dengan lirih. Ia membuat Bima terhenti.
"Anak kita ... ingin disentuh oleh ayahnya," ucapnya tiba-tiba. Menatap Bima dengan teduh. Berharap pria itu mau kembali datang dan mendekat padanya.
Hal yang membuat Evina menyesal menikah tanpa tahu dulu seperti apa Bima yang sebenarnya adalah ini! Bima bahkan tak pernah lagi mau bergurau dengannya sama seperti saat mereka berjumpa di dalam bar dulu. Semuanya sudah berbeda. Memang, Bima tak pernah berlaku kasar padanya. Pria ini mau bertanggung jawab dan menikahi dirinya. Namun, Bima terus saja bersikap asing pada Evina.
Bima diam sejenak. Ia menghela napasnya ringan lalu kembali memutar tubuhnya. Berjalan mendekat ke arah Evina yang berdiri sembari memegangi perut buncitnya itu.
Pria jangkung itu kini berjongkok. Tepat di depan perut sang istri, Bima tersenyum ringan. Ia mulai mengusap-usap permukaan perut wanita yang ada di depannya itu. "Maafkan ayah, Nak. Belakangan ini ... ayah terlalu sibuk di luar sana," ucapnya melirih. Masih dengan senyum manis di atas wajah tampannya. Bima melirik sekilas wanita yang baru saja membuang pandangan dengan terus berusaha mengerjapkan matanya untuk menghilangkan rasa pedih di dalam sepasang kelopak mata itu.
"Cepat lahir ke dunia, Nak. Ayah tak sabar menggendong dan melihat wajahmu," imbuhnya mulai mencium permukaan perut sang istri. Bima adalah pria yang penuh kasih sayang sebenarnya. Hal yang membuat Evina tetap kokoh untuk bersahabat dengan keadaan ini adalah sebab dirinya yakin, Bima akan berubah menjadi pria yang benar-benar mencintai dan menyayangi dirinya. Cinta yang tulus akan tumbuh seiring dengan berjalannya waktu.
... To be Continued ...