Dua kaleng minuman soda menemani keduanya. Bima menatap Sandra, sedangkan gadis itu masih kokoh dalam diam dengan menundukkan pandangan matanya. Tak sekali pun bibir merah muda milik Sandra Iloana berucap. Tak ada suara dari gadis cantik satu itu. Canggung rasanya, berpisah dengan sang mantan kekasih sudah hampir satu tahun lamanya itu membuat Sandra mati gaya sekarang ini. Mau ini, ia takut. Mau itu, ia canggung. Bahkan untuk melirik wajah Bima saja ia tak kuasa melakukannya. Perpisahan yang terjadi antara dirinya dengan sang mantan kekasih tak bisa dibilang baik, Bima meninggalkan Sandra begitu saja tanpa ada kepastian yang didapat oleh si cantik jelita itu. Ketika ia ingin bertanya, waktu menamparnya dengan sebuah fakta yang mengejutkan. Bima memilih pergi bersama seorang perempuan. Kabar kehamilan didengar olehnya beberapa bulan kemudian. Acara pernikahan akan digelar akhir tahun ini, selepas jabang bayi lahir, juga selepas semester tahun ini berakhir.
Gila memang. Sandra menyimpan banyak umpatan untuk pria yang ada di depannya itu. Ia ingin memaki habis-habisan dan meludah tepat di atas wajah Bima, tetapi Sandra terlalu enggan melakukannya. Perasaan untuk Bima sedikit tertinggal di dalam hatinya sampai sekarang.
"Maaf karena gue ganggu lo kerja." Suara berat itu menginterupsi. Mencoba menarik pandangan mata gadis cantik yang masih kokoh dalam diamnya. Sandra tak mampu melakukan apapun saat ini, lebih nyaman dengan posisi menunduk dan menyembunyikan pandangan matanya dari Bima.
"Long time no see, Sandra." Lagi! Sialnya, kali ini Sandra mulai menaikkan wajahnya. Tepat di sebuah titik yang sama, datar pandangan keduanya saru bertemu satu sama lain. Di dalam mata itu, Sandra masih melihat sosok Laksamada Abimanyu Surendra. Pria yang duduk di depannya ini adalah kekasih hati yang merajut cinta dengannya dua tahun silam. Tak ada yang berubah dari sosok Bima. Semuanya masih sama.
Laksamada Abimanyu Surendra adalah si tampan dengan fisik yang pepak dan sepasang kaki jenjang yang membuat tubuhnya terkesan jangkung dan tinggi. Mata itu bulat dengan bola mata hitam yang pekat, khas mata orang tanah Jawa. Hidungnya mancung nan lancip. Wajahnya kecil dengan bentuk tulang pipi bersiku dan dagu tumpul yang mempesona. Garis rahang tegas itu membentuk wajahnya yang kecil. Potongan rambut layer menyamping menjadikan point tambah untuk ketampanannya yang paripurna. Dulunya, Sandra Iloana dan Laksamada Abimanyu Surendra adalah pasangan yang mencuri perhatian. Bagaimana tidak? Si perempuan yang cantik dengan laki-laki yang tampan berfisik juga berwajah sempurna.
"Katakan apa yang mau lo katakan, gue gak bisa lama-lama di sini," ucapnya melirih. Mengembuskan napasnya ringan sembari mencoba melirik ke arah Bima untuk kesekian kalinya.
Hanya tersenyum tipis. Bima menganggukkan kepalanya mengerti. Ia bersalah atas semuanya, tak pantas dirinya duduk dengan tenang di depan Sandra. Seharusnya Bima memohon dan berlutut dengan menyatukan kedua telapak tangannya, meminta ampun pada sang mantan kekasih sebab sudah meninggalkan luka paling dalam dan paling menyakitkan kala itu.
"Gue mendengar semuanya. Lo mencari gue waktu itu, maaf karena terlalu lama menjadi seorang pengecut." Kalimat itu membangkitkan semuanya. Baik Bima maupun Sandra sama-sama saling diam tak lagi berucap. Ingatan Sandra dipaksa untuk kembali pergi pada masa dirinya menjadi gadis bodoh yang berharap semesta akan mengembalikan kekasihnya yang hilang.
"Sandra ...."
"Bima, gue bukan Sandra yang dulu. Jadi jangan membahas apapun yang berhubungan dengan masa lalu," kilahnya tiba-tiba. Kalimat itu sukses mendiamkan pria yang ada di depannya itu. Sandra mendapatkan tatapan mata yang teduh dari sang mantan kekasih. Namun, tidak untuk Bima. Gadis yang dulu pernah berbagi rasa dengannya itu, kini mulai menatap ke arahnya dengan penuh kesedihan, kemarahan, dan kekecewaan yang besar.
Kiranya sudah tak ada pintu maaf dan pintu kembali untuk Bima.
"Seharusnya lo datang dan mengatakan hal seperti tadi satu tahun yang lalu. Mungkin gue akan menangis dan memeluk lo lalu mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Sekarang keadaannya sudah berbeda, Bima. Jangan mengharapkan apapun lagi." Sandra menerangkan semua yang ada di dalam hatinya saat ini. Ia tak bisa memaafkan Bima apapun alasannya. Hatinya cukup sakit, raganya cukup tersiksa harus menunggu tanpa kepastian darinya dulu. Waktunya sudah banyak yang hilang dan pergi begitu saja. Sandra mengabdikan dirinya hanya untuk menunggu pria yang bahkan tak pernah mempedulikan perasannya.
Cinta yang tulus dari Bima? Omong kosong! Bagi pria sialan seperti Bima, cinta hanyalah barang murah yang mudah untuk diperjual belikan. Kesetiaan hanya milik 'orang-orang mahal' saja. Orang murah seperti Bima ini tak akan pernah bisa memberikan 'barang mahal' seperti cinta yang tulus dan sebuah kesetiaan.
"Hanya itu yang mau lo katakan?" tanya Sandra mengimbuhkan.
Bima menghela napasnya ringan. "Gue akan menikah akhir tahun nanti, Sandra. Tolong datang dan hadiri pestanya."
Sandra mulai menyeringai. "Bukankah itu lucu? Lo datang hanya untuk memohon gue datang di pesta pernikahan itu? Bima! Wake up! Gue membenci lo sekarang. Jadi untuk apa gue datang ke sana?" Gadis itu mulai berbasa-basi. Ia terkesan bak orang gila dengan tatapan mata yang tak pasti. Ada binar kesedihan. Apapun yang diucapkan oleh Sandra tak benar-benar datang dari dalam hatinya. Semua itu palsu! Amarah dan kata-kata kasar bernada tinggi untuk Bima hanyalah tameng yang dibuat Sandra untuk tak meneteskan air matanya saat ini. Cukup, sekali saja. Jangan sampai ia kembali datang ke pelukan Bima dan menghancurkan dirinya sendiri. Bima bukan orang baik untuk Sandra. Begitu juga sebaliknya. Kisah cinta mereka sudah karam tepat saat pria ini menghilang.
"Mari akhiri semuanya dengan damai, Sandra. Gue hanya ingin lo datang dan membuktikan—"
"Lo yang tiba-tiba pergi dari gue, Bima ...." Sandra melirih. Ia menatap pria yang ada di depannya dengan sayu. "Lo yang tiba-tiba menghilang tanpa alasan dan tanpa sebab yang jelas. Gue mencari lo waktu itu. Gue pergi ke segala tempat dan menanyai semua orang yang berhubungan dengan lo. Lo tau apa yang gue rasakan saat itu?" Kalah! Sandra meneteskan air matanya. Hatinya benar-benar sakit sekarang. Pria yang ada di depannya sungguh bodoh dan tak bisa memahami apapun keadaan yang sudah terjadi.
"Waktu itu ... hanya ada satu doa yang gue minta pada Tuhan. Gue meminta untuk Tuhan mengembalikan apa yang sudah Ia ambil. Gue ingin lo kembali, Bima."
Sandra mulai menyeka air matanya dengan kasar. Ia menghirup napasnya dalam-dalam mencoba untuk membuat perasaannya lebih baik. "Namun kenyataannya ... semesta begitu jahat dengan mengabaikan doa gue. Lo gak pernah kembali dan lo yang melupakan dan membuang gue. Itu sebabnya gue memutuskan untuk melanjutkan hidup dan melupakan orang yang sudah melupakan gue, Bima. Gue harap lo mengerti itu semua."
.... To be Continued ...