Semakin tua semakin disuka, inilah satu dari sepuluh jajaran anggur merah termahal di dunia. Domaine de la Conti 1990 berjajar apik memenuhi rak yang ada di sudut ruang bawah tanah. Tepat di bawahnya seorang gadis meruntuhkan dunia dengan isak tangis yang keluar dari celah bibir merah mudanya yang sudah rusak itu. Leo mencumbui dirinya dengan brutal. Ia menyiksa gadis itu dengan pelecehan seksual yang membuatnya lemah tak berdaya. Tujuannya hanya satu, membuatnya berbicara pasal siapa Tuan yang mengirim anjing bodoh seperti dirinya untuk menetap berhari-hari di dalam bangunan Wang Lounge And Bar in the Night Sky kepunyaannya itu. Leo marah sebab sampah mengotori kesucian surga malamnya.
"Aku tak akan bertanya untuk ke sembilan kalinya, Nona. Katakan siapa yang menyuruhmu," ucap Leo membungkukkan badannya. Ujung sepatu mahal dan mengkilap itu menginjak paha gadis dengan pakaian yang sudah robek. Bukan jari jemarinya, terapi ulah belati kecil yang ada di dalam genggamannya itu. Satu sayatan kembali menghujani tubuh lemah dengan proporsi badan yang pas itu.
Gadis itu mulai meringis. Ia menahan rasa sakit selepas ujung belati menggores permukaan pahanya. Benar, dirinya adalah anjing. Namun, ia anjing peliharaan yang setia. Bahkan sampai Leo merobek mulutnya sekalipun, ia tak akan pernah berbicara.
"Katakan, Nona." Leo berisik. Ia menundukkan wajahnya menatap kaki gadis muda itu yang sudah penuh dengan luka memar yang memerah. Senjata Leo bukan hanya belati dan jari jemari nakalnya. Ada sabuk dari kulit ular asli yang baru saja ia lemparkan di sudut ruang bawah tanah.
Gadis itu masih memilih bungkam. Meskipun Leo menyiksanya habis-habisan dengan melakukan pelecehan seksual, verbal, bahkan kekerasan fisik dengan menendang tubuhnya, menarik rambut pendeknya dan menyeretnya turun ke ruang bawah tanah jauh dari keramaian, tetapi gadis itu menahan semua rasa sakitnya sendirian. Ia hanya diam, merintih lalu menangis sembari meneteskan air matanya. Rasanya sakit. Tubuhnya mulai habis digerogoti oleh semua rasa itu. Ia sudah lemah dan pasrah, bahkan jika kepalanya lepas dari lehernya malam ini, ia mengikhlaskan semuanya.
Leo kini kembali menarik pandangannya. Ia mengambil sebotol Wine yang ada di depannya dan mulai membuka tutup itu. Tegukan pertama sukses memuaskan dahaganya. Tenggorakan kering sebab ia terlalu banyak menjelaskan ini itu pada gadis bisu di depannya ini. Leo bukan hanya puas pasal napsu saja, ia puas dengan hasrat penuh amarah itu. Dirinya membenci seseorang yang berani masuk dan menipunya. Mengotori bangunannya dengan orang tak berguna seperti ini.
Ia tak akan meneguk wine itu untuk kedua kalinya. Namun, ia menumpahkan cairan mahal itu untuk 'memandikan' gadis yang ada di bawah pandangannya saat ini.
"Kau benar-benar tak ingin berbicara?" Leo kembali menyelanya. Ia melempar botol wine itu hingga membentur tembok dan pecah berkeping-keping.
"Itu botol wine yang kedua. Harga semua informasi dari mulutmu sudah setengah miliar banyaknya. Kau masih tak ingin berbicara?" Leo kini membungkukkan badannya. Ia menarik dagu gadis dengan kedua mata yang sembab dan membiru.
"Maka aku akan membunuhmu," ucap Leo mendorong wajah cantik itu. Kepalanya membentur rak dengan jajaran wine mahal di belakangnya. Leo kini mulai mengayunkan tangannya dengan belati tajam yang ada di dalam genggamannya saat ini. Parahnya, Leo menikmati semua yang terjadi. Ia tak akan menghujaninya dengan sekali tikam saja. Leo akan bermain bersamanya.
"Leo!" Seseorang berteriak dari atas sana. Ia menarik pandangan Leo juga gadis malang yang menatap kehadirannya dengan sayu.
Seorang wanita cantik dengan usia yang tak lagi muda. Penampilannya mewah sedikit kuno sebab ia lahir bukan di jaman modern. Lenggak-lenggoknya menarik perhatian pria muda ini. Perawakan yang tak asing dengan wajah yang tak lain adalah ibunya. Nyonya Aida Shalitta.
"What are you doing, Leo?!" Wanita itu meninggikan nada bicaranya. Ia menuruni satu persatu anak tangga untuk bisa menjangkau posisi sang putra.
"Mom." Pria muda itu tersenyum ringan. Ia mengurungkan niatnya untuk menghabisi nyawa gadis yang ada di bawah kakinya itu.
"Lepaskan dia dan bicarakan ini denganku."
"Dia mata-mata dan aku tak bisa melepaskannya." Leo menyahut. Sejenak mata cokelatnya melirik gadis yang kini mulai menghela napasnya lega. Ia memang merasakan sakit itu, tetapi setidaknya Tuhan masih mau memberikannya satu pengampunan.
"Mr. Owl yang mengiriminya." Wanita itu menyela. Ia melepaskan syal berbulu yang melilit lehernya. Kembali langkah itu tercipta. Ia berjalan mendekati sang putra dengan harap Leo mau segera melepas belati itu. Ia tak bisa melihat putranya menjadi seorang pembunuh terus menerus. Kecemasan yang ada di dalam dirinya hanya merusak semua sisi baik yang dimiliki oleh Leo Wang Oleander. Pria tampan itu ia didik dan besarkan bukan untuk menjadi monster gila seperti ayah kandungnya di sana. Leo berbeda! Ia ingin menegaskan fakta itu.
"Bagaimana ibu tau tentang itu?"
Wanita itu menghela napasnya. Ia melempar setumpuk kertas yang sudah dikaitkan ujungnya menjadi satu itu tepat di depan ujung sepatu sang putra. Tetes darah mengalir dari sana. Menyentuh permukaan kertas putih berisi baris kalimat penting untuk memberi tahu Leo perihal apa yang dicemaskan olehnya selama ini.
"Kamu punya pengawal, bodyguard, dan mata-mata di setiap sudut kota. Namun, mencari tahu tentang seorang gadis saja tak bisa?" Wanita itu tersenyum seringai. Ia melirik seorang pria yang ada di belakangnya saat ini. Memberi isyarat padanya untuk segera membawa sang gadis pergi dari tempat ini. Jika memang tak bisa mengubah semuanya, setidaknya ia tak ingin gadis ini mati di dalam bangunan Wang Lounge And Bar in the Night Sky malam ini. Ia sudah lelah membersihkan darah di ruang bawah tanah.
"Mau kau bawa kemana dia?"
"Biarkan saja! Aku yang akan bertanggung jawab atas semua yang terjadi nanti." Wanita itu menarik tubuh sang putra. Membuatnya menjauh dari sang gadis dan memberi celah untuk anak buahnya memberi pertolongan pertama.
Leo menghela napas itu dengan kasar. "Jadi Mr. Owl mengirimkan gadis sampah itu memata-matai diriku, why?" tanya Leo sembari merentangkan kedua tangannya. Mata itu menatap tubuh gadis yang kini mulai menghilang selepas ambang pintu ditutup. Menyisakan suasana sepi dengan dirinya yang berdiri menatap sang ibu dengan gusar.
"Karena gadis bermata perak itu? Kenapa burung hantu gila itu ingin mencarinya di dalam bangunanku? Bagaimana jika ... jika dia tak pernah ada di dunia ini?"
Ibunya masih diam tak bersuara. Ia terus menatap sang putra yang kini mulai berapi-api dalam berucap. Emosi Leo memuncak. Ia muak dengan segala kegelisahan yang dirasa pasal gadis aneh dan cerita kuno perihal Rumania. Ia hanya ingin hidup menikmati segala kemewahan ini dengan penuh kebahagiaan. Bukan terus dibuntuti oleh bayangan seorang gadis yang bahkan ia sendiri tak tahu bagaimana rupa dan bentuk fisiknya.
"Temukan gadis itu dan serahkan padaku. Jangan berikan pada Mr. Owl."
Leo menyipitkan matanya. "Ibu memulai ini lagi," tuturnya melirih. "Why?!"
"Karena jika gadis itu kembali ke Rumania, maka kau harus ikut dengannya. Aku tak ingin kehilangan anakku."
... To be Continued ...