Ace merona pertanda aku mulai bisa membaca hatinya.
"Hm?"
"...."
"Phi ini tidak memaksamu mau seks-nya lho. No need to equate two different issues," tegasku. "Aku cuma ingin kamu jujur kenapa sebegitunya. Biar diselesaikan masalahnya. Apa aku monster buat kamu? Aku takkan kasar kalau kamu takutnya kenapa-kenapa."
Ace justru gelisah kupojokkan sejauh ini. "Sakit ...." katanya. Malah mengeluhkan ereksi tanpa rangsangan. Penis Ace kubiarkan keras sejak tubuhnya mulai kucumbu. Dia tersiksa, tapi aku benar-benar butuh jawaban tadi darinya. "Sakit, Phi ... sakit ...." katanya sambil memejamkan mata. Aku menguatkan remasanku pada lengannya. Dia melawan, dalam sedetik otot-otot bisepnya langsung mencuat kencang. Amarah membuat Ace menggeram ribut. Kakinya menendang udara. Usai kutampar bokongnya, istriku pun langsung meneteskan air mata. "Hiks ...." Suara isakannya hanya terdengar sekali (dia pasti menahannya), namun air mata Ace keluar tak berjeda setelah itu.
Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!