Emery kembali ke bentuk normalnya yang lemah, lalu tetap terbaring di tanah. Darah di lengan kanannya yang terputus terus mengalir sementara suara yang familiar terdengar di benaknya, "Ternyata kamu benar-benar putus asa, Nak. Jika aku tidak memberikanmu kekuatan itu, kau pasti sudah mati sekarang."
"Kenapa? Kenapa ketika kau mengatakan sesuatu, kau selalu mengejek saya? Tidakkah kau melihat aku telah melakukan yang terbaik?" tanya Emery. Emosinya membuat suaranya yang lemah menjadi lebih kuat.
"Mengapa kau tidak merenungkan tindakanmu, Nak? Lihat dan tanyakan pada dirimu sendiri. Sudah berapa kali kau berada di saat genting seperti ini, tapi pada akhirnya selamat karena keberuntungan saja? Bukan karena usahamu sendiri? Jika kau terus begini, maka kau tidak akan bertahan."
"Haha, tapi setidaknya kali ini, aku menang!" ujar Emery sebelum ia meringis kesakitan. Penglihatannya semakin kabur dan suara dari sekitarnya memudar. Ia bisa merasakan kesadarannya mulai berkurang.