App herunterladen
95.45% YOU. / Chapter 20: Sebuah Harapan

Kapitel 20: Sebuah Harapan

"Jadi... maksudmu sekarang kau sedang balas dendam?" Selidik Lucinda.

"Yah bisa dibilang begitu."

"Balas dendam untuk siapa?"

Leon terdiam. Tidak pernah terpikirkan baginya akan bercerita tentang Kristal kepada orang lain. Orang yang baru dia temui belum lama ini. Bahkan Max juga tidak tahu banyak tentang hal ini. Jujur saja, ia ragu untuk menceritakan semuanya kepada Lucinda. Ia belum bisa.

"Sudahlah kalau kau ga mau menjawabnya." Ucap Lucinda.

"Kamu marah?" Tanya Leon sambil menatap Lucinda.

"Tidak." Jawab wanita itu lalu memalingkan wajahnya.

"Tuh kamu marah." Ucap Leon.

Pria itu lalu mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Lucinda agar wanita itu tidak memalingkan wajahnya lagi. Ia tersenyum lembut menatap mata wanita itu. Lucinda tertegun. Ia terkejut dengan perlakuan manis Leon yang sangat tiba-tiba ini. Jantungnya tidak kuat dengan serangan yang tiba-tiba seperti ini. Rasanya jantung Lucinda berdetak dua... tidak empat kali lipat dari biasanya. Darahnya mendadak mengalir panas diseluruh tubuhnya.

"Jangan marah padaku."

"Kamu boleh kesal kepadaku, tapi jangan marah padaku..."

"Siapapun di dunia ini boleh benci padaku, tapi... kamu tidak boleh benci padaku."

"Kau... kau kenapa sih. Siapa yang benci padamu." Ucap Lucinda salah tingkah. Sebenarnya Leon sedang kerasukan setan mana sih? Kenapa tiba-tiba sikapnya jadi aneh seperti ini. Apa otakknya menjadi tidak beres karena terluka? Lucinda menyesali keputusannya tidak membawa Leon ke rumah sakit. Lihat, otakknya menjadi makin rusak sekarang.

"Kamu sudah makan?" Tanya Leon memecah keheningan.

"Hah? Apa? Ah Makan? Aku tidak lapar. Kau mau makan?" Jawab Lucinda salah tingkah.

"Nanti saja. Aku masih belum terlalu lapar."

"Tidak. Kau belum makan selama berhari-hari. Biar aku buatkan makanan. Eh.. tidak biar kita pesan saja ya? Aku takut kau makin sakit karena makan masakanku." Ucap Lucinda gelagapan.

Leon tertawa. Selalu saja ada tingkah Lucinda yang terlihat lucu di matanya. Apa memang ia diperbolehkan untuk bisa sebahagia ini? Apa Kristal akan merasa terkhianati jika dirinya bahagia?

'Hanya untuk sebentar saja... biarkan aku bahagia. Sebentar saja.' Ucap Leon dalam benaknya.

"Luce..." Panggil Leon.

"Hmm?" Sahut Lucinda.

"Kenapa kamu tidak pergi? Kamu bisa saja meninggalkan aku. Tapi, kenapa kamu tidak pergi?"

"Hah? Bukannya kau yang selalu muncul tiba-tiba ya?" Ledek Lucinda.

"Ah iya. Kamu benar." Ucap Leon tersenyum. Lucinda benar. Ia sendirilah yang selalu menarik wanita itu di dalam hidupnya. Ia yang selalu memaksa kehadiran wanita itu agar mengisi kekosongan di hidupnya. Kekosongan yang hadir karena kepergian Kristal. Leon tersenyum miris memalingkan wajahnya. Tak sanggup melihat Lucinda.

"Tapi..." Ucap Lucinda membuat Leon menoleh. Menunggu kata selanjutnya yang keluar dari mulut Lucinda.

"Tapi... aku tidak membencinya. Ya... meski memang kau sedikit merepotkan, tapi aku tidak terlalu terganggu ya. Ta..tapi kau jangan terlalu senang. Itu..itu karena memang aku terlalu baik." Lanjut Lucinda gugup dengan wajahnya yang sudah sangat merah karena malu.

Leon terdiam. Kepalanya masih mencerna semua ucapan Lucinda.

"Karena itu... jangan terluka."

"Jangan terluka seperti kemarin..."

"Aku... aku takut." Suara Lucinda mulai bergetar. Ia tidak tahu dimana ia mendapat keberanian untuk mengatakan hal ini kepada Leon.

"Saat melihatmu kemarin, aku tidak tahu harus bagaimana..."

Berhenti.

"Aku sangat takut jika terjadi sesuatu padamu..." Mata Lucinda sudah mulai berkaca-kaca membendung semua pemikiran buruk yang terpikirikan di dalam kepalanya.

Kumohon hentikan.

"Aku tidak tahu apa yang kulakukan jika hal itu menjadi kenyataan..."

Hentikan. Jika lebih dari ini aku akan semakin menjadi serakah. Kumohon jangan ucapkan apapun lagi.

"Jika kamu pergi." Air mata yang tertahan itu menetes.

Luce... jangan lakukan ini kepadaku.

"Jika kamu meninggalkanku. Aku sangat takut jika semua itu terjadi."

Leon terkejut mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Lucinda. Apakah benar masih ada orang yang mengharapkan kehadirannya? Kehadiran yang selalu dianggap sebagai kesialan. Yang dahulu hanya dianggap sampah. Yang dahulu tidak pernah mengenal kasih sayang. Yang tidak pernah merasa hidupnya berharga. Kristal adalah orang pertama yang membuat Leon kembali mendapatkan hidupnya. Namun, Kristal juga meninggalkannya. Meski itu bukanlah hal yang Kristal inginkan. Sekarang, Lucinda hadir menggantikan peran Kristal. Ia mengatakan hal yang sama dengan yang diucapkan oleh Kristal. Leon merasakan ada perasaan aneh yang bergejolak dalam tubuhnya.

Leon tidak boleh lebih bahagia dari ini. Leon merasa sudah mengkhianati perasaannya pada Kristal. Sial!. Semakin Leon mencoba untuk menepis semua pemikirannya, semakin kata-kata yang diucapkan Lucinda memenuhi isi kepala Leon. Lucinda memberikan Leon harapan yang membuat dirinya menjadi serakah. Ia menginginkan hal yang seharusnya tidak boleh ia pikirkan. Seharusnya ia mengingat tujuan hidupnya yang sebenarnya.

Leon masih terdiam melihat Lucinda yang sekarang menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya. Ia tahu wanita itu sedang menangis. Bahu Lucinda bergetar karena tangisannya. Yang sekarang Leon lihat adalah seseorang yang menangis karena dirinya terluka. Entah sudah berapa lama ia tidak merasakan hal seperti ini lagi. Seseorang yang menangis untuk dirinya. Leon kalah telak. Perasaannya bagi Lucinda tidak bisa dihindari. Ia menyadari, perasaan ini bukan sekedar rasa ingin tahu ataupun tertarik. Ia sudah benar-benar jatuh pada wantia yang sekarang sedang menangis untuknya. Leon menarik Lucinda menuju dekapannya. Mencari sebuah kenyamanan yang telah lama ia tidak temukan.

Lucinda merasakan tubuhnya ditarik. Ia merasakan kehangatan dari dekapan Leon. Tangis yang ia coba untuk tahan menjadi pecah. Lucinda sendiri tidak mengerti mengapa ia menangis. Entah apakah karena ia malu telah mengungkapkan semua perasaannya pada Leon atau apakah karena memang ia tidak ingin pria itu pergi dari hidupnya? Pria yang sekarang ia sadari sudah mempunyai tempat khusus dihatinya. Ia yang sangat sulit membuka hatinya. Ia yang membatasi semua hubungan dalam hidupnya. Ia yang melakukan semua itu demi membatasi dirinya yang tidak mau terluka lagi karena takut kehilangan orang yang ia sayangi. Ia takut Leon akan pergi seperti Ayah dan Ibunya. Setelah kedua orangtuanya pergi, yang ia punya hanyalah Jill. Bahkan jika diingat kembali tidak jarang Lucinda memikirkan apakah suatu saat Jill juga akan meninggalkannya. Ia sangat takut. Meski kini ia mempunyai orang-orang yang penting baginya. Leon dan Jill. Bukankah itu berarti mereka juga bisa memberikan rasa sakit baginya? Rasa sakit yang akan timbul jika mereka memilih untuk meninggalkan dirinya.

"Ja... Jangan pergi... Jangan tinggalkan aku." Ucap Lucinda terisak.

Leon hanya diam dan makin mengeratkan pelukannya.

"Apakah kau... bisa membuang dendammu?"

DEG! 'Tidak Luce, jangan lakukan ini padaku. Aku tidak mau kamu menjadi suatu pilihan. Aku tidak mau jika harus memilihmu atau dirinya. Jangan buat aku menjadi seperti ini Luce...' Ucap Leon dalam hatinya. Sekarang untuk mengeluarkan satu kata saja terasa seperti duri yang menggores tenggorokannya.

"Kau...kau tidak perlu langsung membuangnya... Kita... kita lakukan bersama... Perlahan... Kau bisa menceritakan rasa sakitmu... Aku... aku tidak tahu... Apakah aku bisa membantumu... Aku... aku tidak mau... tidak mau jika kau terluka lagi... aku takut..." Ucap Lucinda terputus-putus karena tangisannya yang semakin menjadi-jadi. Sepertinya Lucinda sudah menyerahkan semuanya pada hatinya. Ia bertindak mengikuti hatinya, bukan pikirannya. Ia tidak peduli jika nantinya ia harus malu karena mengatakan semua ini pada Leon. Ia hanya tidak ingin Leon terluka lagi.

Perkataan Lucinda membuat Leon berada di dua pilihan. Pilihan yang sama sekali tidak Leon inginkan. Ini adalah menjadi hal yang paling Leon takutkan. Ia yang seharusnya tidak takut pada apapun lagi, kini menjadi takut atas dua pilihan yang ada di hidupnya. Pilihan antara harus memilih balas dendamnya atas Kristal yang sudah menjadi orang yang paling penting baginya, yang menyelamatkannya bahkan menjadi kekasih pertama dalam hidupnya ataukah memilih bahagia bersama Lucinda yang sekarang berada di hidupnya dan melupakan semua tentang balas dendam yang menjadi alasan ia hidup sampai sekarang? Kedua pilihan yang tidak seharusnya ada.

"Luce... Aku..."

***


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C20
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen