App herunterladen
27.27% YOU. / Chapter 5: THEO

Kapitel 5: THEO

"Luce, kamu sudah makan?" Tanya Jill

"Ah, sudah kok. Eh kamu sudah lihat hasil foto Theo yang dipajang Mr.Tom? Kok bisa ya hasilnya sebagus itu." Jawab Lucinda. Saat ini Lucinda berada di tempat kerjanya dan menikmati waktu istirahatnya bersama Jill

"Iya Luce, tapi sampai sekarang pun aku tidak pernah melihat Theo. Hanya fotonya saja yang selalu terpajang disana."

"Sama. Aku rasa dia hanya bertemu dengan Mr.Tom saja. Bayarannya pasti mahal untuk foto seperti itu."

"Hahaha Luce kamu ini hanya ingat uang ya."

"Tentu saja! Si bujangan tua itu selalu saja memotong gajiku padahal kan aku cuma terlambat sebentar!"

"Sebentar apanya, kau selalu memperlambat perkerjaanmu bisa sampai berbulan-bulan karena sifat malasmu itu yang entah sampai kapan akan hilang. Sudahlah aku ingin pergi mencari cemilan. Kau mau ikut?" Tanya Jill sambil bersiap untuk pergi.

"Tidak. Aku malas. Kau saja." Jawab Lucinda sambil memainkan handphone miliknya.

"Baiklah. Mau titip sesuatu?"

"Tidak. Aku sudah kenyang. Sana cepat pergi," Usir Lucinda.

"Dasar tidak sopan. Dah! Jangan rindukan aku!" Ucap Jill sambil melambaikan tangan.

Kini Lucinda hanya sendirian di tempat berkerjanya. Star Shot Studio milik Mr.Tom merupakan sebuah foto studio yang tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil. Orang yang berkerja disini juga tidak banyak, hanya sekitar 13 orang dan mereka semua sibuk dengan perkerjaan mereka yaitu sebagai Fotografer yang hasilnya akan dibeli oleh perusahaan-perusahaan besar untuk keperluan iklan atau yang lainnya.

Dari semua Forografer yang diperkerjakan oleh Mr. Tom, hanya ada satu orang yang sampai sekarang tidak pernah Lucinda kenal.

Bryson Theo.

Lucinda hanya tahu namanya. Orang bahkan fotonya saja Lucinda tidak pernah tahu. Hanya hasil jepretan indah dengan sebuah tanda tangan bertuliskan "Theo" yang selalu dipajang oleh Mr. Tom di dinding studio yang menandakan bahwa Theo benar-benar berkerja disini.

Hasil foto yang dipanjang disana selalu lebih dari kata indah. Lucinda benar benar ingin belajar dari Theo bagaimana bisa mengambil gambar dengan proporsi yang sempurna. Dan pasti gajinya pun akan semakin besar bukan ? Tapi sayangnya tidak ada yang mengetahui dimana Theo dan siapa dia. Mr. Tom juga sangat pelit untuk memberitahu dimana Theo, dia meminta Lucinda untuk belajar sendiri dan tidak bergantung pada orang lain yang sebenarnya Lucinda pikir itu hanya alasan agar Mr. Tom dapat terus memotong gajinya.

Saat larut dalam pemikirannya tentang Theo, Lucinda dikejutkan dengan dering ponselnya yang menandakan panggilan masuk.

Incoming Call.

Private Number.

'Hah? Siapa ini?' Pikir Lucinda. Lucinda tidak mau menjawab panggilan itu, namun si penelepon itu terus menerus meneleponnya. Hingga saat kali ke-5 orang tersebut menelepon, Lucinda mengangkatnya.

"Halo?" Tanya Lucinda.

"Halo." Jawab orang yang diseberang sana.

"Siapa ini?"

"Kau tidak mengenaliku Luce?"

"Siapa ?" Tanya Lucinda yang semakin kesal.

"Aku." Jawab orang itu dengan santai.

"Iya, Aku siapa?"

"Kau Lucinda."

"HEI BODOH! JANGAN MAIN-MAIN!AKU TIDAK PUNYA WAKTU UNTUK MELADENI ORANG TIDAK PUNYA KERJAAN SEPERTIMU." Teriak Lucinda dan ia langsung memutuskan panggilan tersebut.

Lucinda menunggu jika si penelepon itu kembali menghubunginya. Dia sudah memikirkan kata-kata cacian yang cocok dan pantas diucapkan pada orang yang telah mengganggu waktu istirahatnya. Namun, orang itu tidak kembali menghubunginya.

"Mampus, makanya jangan main-main samaku! Dia pasti sudah tidak berani lagi."

***

Disisi lain, Leon berada di depan rumahnya atau lebih tepatnya apartemen yang dia sewa bersama Max - Seorang dokter berusia 29 tahun yang dia temui 3 tahun lalu. Pertemuan keduanya bisa dianggap biasa saja selayaknya sesama orang asing yang ingin berbagi kamar untuk mengurangi biaya sewa tempat tinggal mereka. Tentunya Max tahu apa yang dilakukan Leon. Meski sempat merasa takut, tetapi Max tidak terlalu ingin mengurusi urusan orang lain dan juga didukung oleh keadaannya yang jarang pulang sehingga dia tidak terlalu sering berjumpa dengan Leon.

Leon membuka pintu apartemennya dan melihat Max yang sedang menonton televisi.

"Tumben sekali kau tidak di Rumah Sakit Max" Ucap Leon

" Ah, iya. Shift kerjaku sudah selesai. Aku membawakanmu pizza." Jawab Max yang masih sibuk menonton televisi.

Leon duduk disebelah Max dan mengambil 1 slice pizza lalu memakannya.

"Hei, bukankah beberapa hari ini kau tidak pulang?" Tanya Max memulai percakapan.

"Iya." Jawab Leon dengan singkat.

"Kemana ?" Max sedikit penasaran tentang apa yang dilakukan Leon beberapa hari ini.

"Menemui seseorang dan menginap disana ." Lebih tepatnya menerobos masuk - pikir Leon.

"Oh." Jawab Max singkat, meski sebenarnya Max tidak yakin hanya itu yang dilakukan Leon. Namun Max tidak mau ambil pusing ataupun ingin mencampuri urusan Leon. Hal inilah yang membuat Max masih merasa aman meski tinggal 1 atap bersama seorang pembunuh.

Terkadang lebih baik tidak tahu namun baik-baik saja daripada mencari tahu hal yang yang seharusnya tidak diketahui bukan? - pikir Max

***

Saat ini Lucinda berdiri di depan pintu Apartemennya. Dia masih terlalu takut untuk masuk. 'Apa orang gila itu ada di dalam?' - pikirnya.

Setelah kejadian mobil Lucinda yang hilang namun kembali lagi dengan keadaan yang baik-baik saja, Leon tiba-tiba menghilang tanpa kabar.

Pagi setelah mobil Lucinda dibawa lari oleh Leon, Lucinda sebenarnya ingin melapor kepolisi bahwa mobilnya dicuri. Namun dia mengurungkan niat itu karena takut akan ancaman Leon saat pertama kali mereka bertemu. Lucinda masih mau hidup lebih lama, masih banyak yang ingin dia lakukan. Akhirnya dia membiarkan mobilnya dibawa lari oleh Leon dan berharap Leon masih sedikit memiliki otak untuk mengembalikan mobilnya.

Harapan Lucinda terkabulkan. Ia melihat selembar kertas yang diatasnya terdapat kunci mobil tersayangnya. Namun, Leon tetaplah Leon. Isi kertas itu membuat Lucinda kesal.

Terima kasih sudah meminjamkan mobilnya sayang.

Aku tidak akan pulang beberapa hari.

Jangan nakal.

Jangan rindukan aku.

- Leon

"SIAPA YANG MENGHARAPKANMU KESINI LAGI GILA?"

"KAU PIKIR AKU AKAN RINDU KEPADAMU?YANG BENAR SAJA! DASAR MANUSIA GILA TAK BEROTAK!" Teriak Lucinda dengan rasa kesalnya yang memuncak. Ia merobek dan membuang kertas tersebut asal. Ia segera kebawah untuk melihat keadaan mobilnya. Lucinda bernafas lega, setidaknya mobilnya baik-baik saja tanpa kecacatan apapun. Dan ternyata Leon sudah mengisi bensin mobil Lucinda sampai penuh.

"Baguslah, setidaknya akal sehatnya masih sedikit berfungsi."

Setelah kejadian itu Leon tidak kembali. Dengan berdoa, Lucinda memberanikan diri untuk masuk ke dalam apartemennya. Ia memeriksa semua ruangan. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Leon. Lucinda merasa sedikit lega karena tidak harus berurusan dengan manusia gila seperti Leon lagi. Setelah mengunci apartemennya, ia bersiap untuk mandi dan beristirahat.

"Akhirnya hidupku kembali normal."

***


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C5
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen