App herunterladen
5.08% Pacar Incaran / Chapter 18: Ribut terus

Kapitel 18: Ribut terus

"Tuh mulut mau di cabein, Yud? Lo kata abang gue maho, apa?" Brian yang tak terima.

"Loh, bukannya itu yang kita harapkan, ya? Buat nyomblangin bang Nino sama Arka?" Yuda mulai mendebat.

"Ya nggak gitu juga konsepnya, maemunah...!" Brian gemas, sampai ingin meremas ginjal milik Yuda.

Zaki pun memutar bola mata saat mendapati dua kawannya yang mulai berisik. "Kalo tanggapan lo sendiri, gimana Ar?"

Arka yang meringkuk di sudut bawah ranjang dan meletakkan kepalanya di kasur dengan tampang memelas pun menyahut. Sebenarnya merasa terharu terhadap perjuangan kawan-kawannya. "Bingung, masalahnya saat gue niatnya mau gerak, gue jadi malu sendiri, anjir!"

Kali ini Arka bahkan merasa frustasi, kedua lengannya mengacak surai lepeknya. Tak sengaja berpapasan dengan pujaan hatinya beberapa saat lalu masih membuatnya mati gaya sampai sekarang. Arka seketika tak punya nyali untuk sekedar menunjukkan dirinya yang tak tahu malu.

"Santai aja, boss!" Zaki menenangkan dengan menepuk bahu milik Arka. "Masih ada esok hari, lusa, dan seterusnya. Yang penting lo niat aja, sih."

"Ehm... Sambil berdoa, siapa tahu aja bang Nino jadi candu sama bokong semok punya lo. Kan lumayan kalo awalan dapat servis, mutualan dulu sabi lah!"

"Bri, ribut nyok?" Arka mengacungkan jari tengahnya untuk Brian yang tak menyadari situasi ketidakpercayadiriannya.

Namun sepertinya hal itu tak cukup mengancam Brian yang malah meringis konyol karena merasa geli terhadap mimik wajah memberenggut Arka. Yang langsung saja di berikan pelajaran. Arka melompat, langsung menerkam teman terlaknatnya. Keduanya terus ganti menggelinding di atas lantai, adu tanduk sambil nungging.

"Sialan lo, ya! Mang nih mulut sesekali harus di kasih pelajaran. Yud, ambilin kaus kaki bacem punya, lo!"

"Woi, bangsat! Lo mau bikin gue kejang apa?"

"Biarin aja, gue nggak peduli!"

"Ye... Di tinggal bentaran aja dah nangis, gimana kalo lo ngeliat gue kenapa-napa?"

"Bodo!" 

Seakan pertunjukan yang menyenangkan, Zaki dan Yuda malah santai mencomot buah segar yang di sajikan tuan rumah.

"Kak Arka lagi sayang-sayangan sama kak Brian?"

Suara lirih anak kecil menyela di antara suara kericuhan dari pergulatan Arka dan Brian. Keempat remaja itu pun sontak terdiam di tempat dengan pandangan terbelalak pada sosok yang mencelinguk di ambang pintu.

Bisa gawat jika Mika buka mulut dan mengabarkan macam-macam pada orangtuanya. Ya, salah Arka yang waktu itu memberikan alasan yang di timpali Brian terlalu mesra. Kali ini apa pikiran bocil itu?

"Kalau saling sayang memangnya harus pelukan terlalu erat sampai terlihat bertengkar begitu, ya?" Dan gawatnya lagi Mika terlalu kritis. Arka dan Brian pun buru-buru melepaskan diri, duduk meringkuk seperti tengah di adili dengan raut wajah Mika yang mendesak jawaban.

"Eh, Mika! Adik manis yang begitu menggemaskan." Yuda yang akhirnya ambil andil. "Kak Brian sama kak Arka memang saling sayang. Kak Zaki dan kak Yuda pun juga teman yang di sayangi oleh mereka. Pada intinya kita berempat saling sayang. Ya, memang cara meluapkan kasih sayang orang dewasa memang terlalu berlebihan."

Penjelasan Yuda terlalu rumit, Mika yang makin menautkan alis dengan bibir yang berkerut jelas tak memahami. Arka pun lantas mengalihkan dengan bertanya, "Mika nggak mau masuk? Mau minta ajarin pelajaran apa?"

"Nggak, aku bisa semua pelajaran, kok!" ucapan Mika bukan di salah artikan sebagai kesombongan, karena memang kenyataan dari kejeniusan anak kelas IV sekolah dasar itu tak bisa di ragukan sedikit pun.

"Huaa... Mau sok-sok an jadi abang pengertian. Jangan tunjukin ke kita-kita, Ar... Dah apal borok lo, nih!"

"Boro-boro ngulang pelajaran dari jaman sd, buku baru yang baru lo tutup aja mustahil lo pahami."

Baru urusan mengolok Arka saja Brian dan Yuda sepemikiran.

"Diem! Bisa mingkem nggak tuh, mulut? Seenggaknya jangan buat citra gue sebagai kakak, nggak bermartabat, ye!" sungut Arka sembari mendesis lirih, pandangannya menatap tajam ke arah Yuda dan Brian yang malah meringis tanpa dosa.

"Ada apa ini?" Sementara berpura-pura menjadi tamu yang santun saat Ririn- mamanya Arka berdiri di belakang Mika yang masih mematung.

"Mika... Kok kakak-kakaknya nggak di suruh ke bawah?"

"Aku belum ngomong, tapi mereka udah ribut sendiri. Mika jadi bingung, ma."

"Hahaa..." Ririn pun tersenyum memaklumi ketiga kawan Arka yang nampak begitu tegang. "Udah lah, kalian turun semuanya ya. Pulang sekolah, pasti udah kelaperan, kan?"

"Eh, nggak lah tante. Saya sudah kenyang." Zaki menolak dengan santun, pasalnya baru pertama kali dirinya mampir ke rumah Arka, tak seperti Brian yang sepertinya sudah menjadikan ruangan Arka sebagai tempat persinggahan.

"Saya juga tan, baru di kirimin gambar makanan sama orang rumah." Yuda yang menanggapi konyol sembari meneguk ludah kasar.

"Preettt! Sok jaim nolak segala," olok Arka, yang setelahnya bangkit, menggeser posisi Mika dan bergelayut manja di lengan sang mama. "Ma... Sekarang masak apa?"

"Tumis kangkung, sambel teri juga ada, ayam goreng, banyak lah pokoknya. Dan yang pastinya, nggak ragu sama tangan ajaib punya mama, kan?"

"Srupp..." Arka menjilat permukaan bibirnya sampai terdengar bunyi decapan. "Pasti badabes banget! Dahlah! Aku nggak sabaran buat makan."

"Ekhem! Maaf tante, nggak ada penawaran ulang?"

Benar saja, siapa yang berani menolak penawaran makanan selezat buatan seorang ibu? Bahkan seperti manusia yang kelaparan setengah mati, tanpa tahu malu rakus menandaskan seluruh hidangan yang tersaji di atas meja.

Ya, rupanya ini kenyamanan yang di rasakan Brian sampai betah bertandang ke kediaman Arka? Perhatian, kasih sayang seperti di anggap keluarga, yang terpenting perut kenyang.

Menginap, bisa kali ya? pikir Yuda dan Zaki yang baru tercetus setelah denting jam tengah malam berbunyi dari lantai bawah.

.

.

.

Kali ini bukan hanya Brian yang menginap di rumah Arka, Zaki dan Yuda yang pun sampai rela tidur di hambal hanya karena alasan ingin menikmati suasana dua puluh empat jam bersama dalam persahabatan mereka.

Jangan harap Brian mau berpindah dalam posisinya yang sudah nyaman tidur seranjang dengan Arka. Yang sampai akhirnya menunjukkan betapa menggemaskannya mereka yang saling berpelukan dengan masih pulas mengkhayal dalam lelap.

"Woi-woi! Cepetan jepret! Ambilin hp gue!" Sembari mengucek matanya menghilangkan belek, Yuda sampai berjingkrak panik, takut kehilangan momen di mana wajah Arka dan terlihat begitu nyaman bersandar di dada milik Brian. 

Zaki yang masih mengumpulkan nyawa pun tanggap mengansurkan ponsel milik Yuda. "Lo kenapa heboh banget, dah?" herannya. Yuda nampak terlalu sumringah memotret kedua kawan mereka di segala sudut pengambilan.

"Heheh... Gak apa, cuman buat lucu-lucuan aja."

"Enghh,... Dah pagi?"

"Ye. Matahari dah tinggi, noh! Gue mandi duluan, ya."

Dan akhirnya keseruan Yuda terhenti saat Brian mulai menggeliat bangun dari tidurnya. Di susul segera oleh Arka yang merasa terganggu karena ikut tergoyah.

Seperti sebuah asrama, mereka pun berebut untuk memasuki kamar mandi terlebih dahulu. Bukan seperti Zaki yang mengawali dengan keluar  dari balik kamar mandi dengan sekujur tubuh basah dan harum, nyatanya Arka, Brian, dan Yuda yang kompak hanya mendandani tampilan wajah mereka saja. Menyemprotkan parfum sudah menjadi solusi.

"Yah... Abis. Pokoknya kalian harus patungan buat gantian parfum gue!" kesal Arka.

"Lah, gue cuman minta satu semprotan loh, masak di suruh ganti rugi?" protes Brian mewakili Yuda dan Zaki.

"Ya udah, sebagai gantinya, teraktir gue makan siang nanti, ok?" putus Arka dengan tersenyum culas. Hehe... Padahal parfumnya dalam bentuk kantung yang memang hanya tinggal beberapa kali semprotan saja.

Lumayan kan, setidaknya untuk berjaga-jaga kalau papanya masih memberikan hukuman dengan sama sekali tak memberinya uang saku. 

"Cih! Ngabisin uang belanjaannya mama aja, pakek borong komplotan lagi."

Nah, ini yang membuat mood pagi Arka seringkali berantakan. Siapa lagi kalau bukan Melisa yang sudah siap sedia di depan pintu untuk mencibirnya? Kibasan rambut setelah mencebik dengan tatapan merendahkan ke arah Yuda, Brian, dan Zaki yang masih berusaha untuk ramah.

"Ar, kakak lo nyindir kita bertiga?" Zaki yang masih coba berpikiran positif.

"Kata-katanya itu lo, nyees banget di hati." sambar Yuda sembari mengelus dada Zaki. Yang jelas saja langsung di tampol, pelecehan namanya.

"Kita ngerepotin orang rumah lo ya, Ar?"

"Kalo ya, emang lo pada peduli? Langsung minggat dari sini, gitu?" Ketiganya kompak menggelengkan kepala, tak mungkin untuk menyia-nyiakan sarapan lezat bersama untuk kali ini.

"Dah lah, nggak usah peduliin nenek lampir. Cuss, abisin masakan buatan mama gue."


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C18
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen