App herunterladen
8.57% An Empress and Warrior / Chapter 3: Sudut Kota

Kapitel 3: Sudut Kota

Jauh dari istana kerajaan Tsai yang kaya dan makmur, di perbatasan antara Tsai dan Ming terdapat pedesaan yang kumuh dan miskin.

Penduduk hidup dari hasil pertanian seadanya dan mereka tidak bisa dikatakan cukup walau hanya sekadar makan dan hidup dengan baik.

Kebiasaan penduduk adalah berjudi, minum-minum sampai mabuk dan berkelahi.

Di antara ribuan anak-anak yang malang, Qin Lang adalah yang paling menderita. Ibunya sudah meninggal sejak dia berusia tiga tahun dan harus bekerja dengan seadanya untuk bisa bertahan hidup.

Ayahnya, Qin Hu adalah pemabuk dan penjudi paling terkenal. Dahulu, istrinya meninggal karena sakit dan kehabisan harta sampai tidak mampu membeli obat.

Meskipun demikian, Qin Hu tidak pernah berhenti berjudi dan mabuk.

"Lang, mana hasil kerja hari ini?" teriak ayahnya saat memasuki rumah kecil nan kumuh. Pria yang selalu berbau alkohol itu mendekat dengan langkah berat pertanda dia di bawah pengaruh minuman keras.

Qin Lang sudah terbiasa melakukan pekerjaan keras seperti membantu panen di ladang, mengangkat batu atau menjadi buruh panggul demi sesuap nasi.

Usianya baru 11 tahun, tetapi hidupnya sudah sangat keras dan menyedihkan.

"Ini, Ayah," ucap anak itu dengan gugup sembari memberikan beberapa keping uang kepada ayahnya yang sudah mabuk.

Qin Hu mengamuk karena hanya ada sedikit duit.

"Mengapa hanya segini? Apa kau bodoh? Kau tidak bekerja?"

Qin Hu mencekik leher Lang dan memojokkannya di dinding.

"Hanya itu, sudah kuberikan semua. Lain kali aku akan bekerja lebih keras," ucap Lang dengan air mata mulai mengalir.

Dia tahu hidupnya memang tidak pernah naik.

Orang-orang mengatakan kalau ibunya dulu sangat menyayangi dia dan juga mereka dulunya kaya.

Keluarganya mulai hancur karena ayahnya mulai bermain judi dan sering mabuk-mabukan.

Namun, dia bisa apa? Dia tidak punya pilihan dan nasibnya sudah begitu adanya. Lang ingin sekali bertemu ibunya atau mengingat kenangan indah.

Sayangnya, usia tiga tahun bukanlah waktu yang cukup untuk mengingat semua masa-masa indah itu. Manusia di usia itu belum bisa mengingat dengan jelas.

"Bagus," jawab lelaki yang berusia 30 tahunan itu melepaskan cengkeramannya pada leher Lang.

Ayahnya sebenarnya masih muda, tetapi pakaiannya yang lusuh ditambah lagi aroma tubuhnya yang selalu berbau arak dan hidupnya yang tidak teratur membuatnya tampak bagai usia 50 tahunan.

Kalau diperhatikan dia cukup tampan juga. Hanya saja tidak ada waktu memperhatikan lelaki keji seperti itu.

"Kau bekerja dan aku akan kembali lagi. Ingat! Bekerja dengan baik!"

Setelah mengucapkan itu, Qin Hu kembali ke rumah merah, tempat bertemunya segala kejahatan.

Rumah itu disebut rumah merah karena warnanya yang serba merah dan lampu-lampunya juga berwarna merah.

Segala jenis penjahat ada di sana. Mulai dari perjudian, pelacuran, perdagangan barang haram dan transaksi gelap lainnya.

"Ibu," panggil Lang sambil terus memeluk lukisan ibunya.

Lang memang hanya bisa meratapi nasibnya. Untuk makan saja dia harus mengandalkan kebaikan hati seseorang atau kebetulan ada makanan sisa.

Kalau dia membeli makanan untuk dirinya, ayahnya pasti akan tahu dan akan memukulnya sampai tidak bisa berjalan.

"Andai saja kau tidak meninggal. Dan kalau pergi mengapa tidak membawaku?"

Qin Lang terus-menerus menangisi lukisan perempuan cantik itu.

Dia berharap bisa pergi dari tempat itu. Namun, dia masih terlampau kecil dan tidak tahu apa-apa soal dunia.

Ayahnya selalu mengatakan kalau dunia memang kejam. Bukankah dialah yang kejam itu?

Masih meratapi nasib, seseorang mengetuk pintu rumahnya yang sudah rapuh.

"Siapa?" tanya Lang sambil berjalan membukakan pintu.

Seseorang nenek tua berdiri di sana. Dia berpakaian serba merah dan bola matanya juga kemerahan terang.

"Ka-kau siapa?" tanya Lang ketakutan.

Dia tidak pernah melihat seseorang itu sebelumnya.

"Kau tidak perlu tahu siapa aku. Dan kau juga tidak memerlukan itu. Aku ke sini disuruh tuanku," ucap perempuan tua itu.

Dia mengambil seekor kucing Hitam dari balik jubahnya dan mengelusnya dengan lembut, seolah kucing itu sangat berharga.

"Apa yang aku inginkan? Tidak ada apa pun di sini selain aku. Kalau kau mau ambil saja nyawaku. Aku bahkan sudah tidak menginginkannya," ucap Lang dengan nada frustasi.

Nenek tua itu tersenyum.

"Kau sangat frustasi rupanya. Ingatlah hal ini, kau akan bertemu dengan seorang perempuan yang berpakaian dan bertindak seperti laki-laki. Dia akan menyelamatkanmu dari nasib burukmu," setelah mengucapkan itu nenek berpakaian merah itu menghilang.

Lang mengikutinya ke luar pintu dan mencoba mencari ke mana perginya si nenek tadi.

Ketika mencoba mengejar dia menemukan ada beberapa anak kecil yang bermain di depan rumahnya yang jelek itu.

"Kalian, apa kalian melihat seseorang tadi pergi?" tanya Lang.

Semua menggeleng. Tak ada satu pun yang mengaku melihat seseorang ke sana.

"Kakak, kami di sini sejak tadi. Tidak ada orang lewat atau datang. Kami tidak buta, kalau ada tentu saja akan melihatnya," ucap seseorang dari mereka.

Lang merasa aneh dengan jawaban semua orang. Bukankah dia memang baru saja berbicara dengan perempuan itu dalam waktu cukup lama untuk seseorang bisa melihatnya?

Perempuan itu berbicara dengan keras bukan berbisik, bukankah seharusnya seseorang akan mendengarnya?

"Ah, baiklah, mungkin aku salah," ucap Lang sembari kembali ke rumahnya dengan tatapan mata yang kosong.

Anak-anak itu menertawakan Lang. Mereka mengira kalau lelaki kecil itu mulai berhalusinasi atau bermimpi.

"Kasihan dia, mungkin mulai gila," ucap seseorang anak yang lebih tua dari dia.

"Sudahlah biarkan bukan urusan kita. Siapa yang berani melawan ayahnya," ucap remaja lainnya.

Memang meski ayahnya hanya seorang sampah masyarakat, tidak ada yang berani melawan atau menasihati. Qin Hu bisa menjadi sangat kejam.

Lang berjalan gontai kembali ke rumahnya. Dia memegangi perutnya yang sudah dua hari tidak makan.

Ketika membuka pintu, dia menemukan makanan yang masih hangat. Ketika dia pergi, sama sekali tidak ada makanan tadi, lalu siapa yang memberikannya?

Apakah nenek misterius itu?

Tanpa berpikir panjang, Lang langsung memakannya sampai habis. Dia tidak punya pilihan.

"Kalau ini beracun, mati juga lebih baik, tidak ada penyesalan," gumamnya sambil terus makan sampai kenyang.

Daripada mati kelaparan dia berpikir mungkin mati kekenyangan adalah ide yang lebih baik.

Beberapa saat setelah makan, dia tidak merasakan hal aneh. Itu artinya, makanan itu memang tidak beracun.

"Ah, tidak jadi mati," ucapnya pada dirinya sendiri.

Lang merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang hanya beralaskan kain jelek dan sobek.

Di sanalah dia mulai bermimpi dan mengatur rencana bagaimana bisa kabur dari tangan ayahnya yang keji.

Berkali-kali dia ingin pergi atau melenyapkan ayahnya, tetapi dia juga masih memiliki perasaan pada lelaki itu. Mungkin kabur lebih baik daripada membunuh.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C3
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen