"Mas Alvan ...." Audia menggantung kata-katanya.
"Laki-laki brengsek!" Alvin meluapkan kekesalannya–memukul stir mobil. Membuat Audia mengerjap. Tidak disangka Alvin menjadi emosional sekarang.
"Didi hanya berpikir mas Alvan laki-laki playboy."
"Ya, playboy dan brengsek." Alvin benar-benar emosi sekarang. Menepikan mobilnya.
Alvin tidak bisa mengendarai kendaraan dengan keadaan emosi, bisa membahayakan mereka berempat.
"Mas Alvin?" Audia mengelus lengan Alvin. Mencoba menenangkan.
"Maafin adik mas, ya, Di." Alvin melepas kacamatanya, dan mengurut pangkal hidung. Memejamkan mata. Mencoba menetralkan panas di hatinya.
"Didi udah maafin, kok." Audia menatap suaminya.
"Mas Alvan mungkin salah, udah gak jujur sama Didi, soal siapa mas Alvan sebenarnya. Juga, hubungan mas Alvan sama Merry."
"Tapi, Didi mencoba melihat sisi baiknya. Karena mas Alvan, kita jadi bisa berkenalan dan bertemu, bahkan menikah." Audia tersenyum manis. Sungguh manis.