"Aku tidak akan ikut campur dengan pertarungan kalian. Jadi, silakan lanjutkan. Aku hanya akan menjadi penonton di sini," ucap Sadin sambil tertawa, terdengar begitu menyebalkan di telingaku. Namun, tampaknya memang itu yang diinginkan Zero karena di atas dahan pohon sana dia kini tengah menyeringai.
"Aku harap kalian akan memberikan kesenangan untukku." Suara Zero mengalun, suara yang sangat kurindukan yang selalu mengatakan berbagai ucapan manis itu kini telah berubah menjadi begitu dingin dan sinis. Padahal setelah kami menikah dia selalu mengatakan banyak ungkapan cinta, tapi sekarang seolah yang ada dalam dirinya hanyalah kebencian dan hasrat untuk membunuh.
Aku dan Zero sedang saling bertatapan, aku yang mungkin mempelihatkan raut sedih dan hancur, sedangkan dia dengan tatapan yang menghunus tajam bagai seekor elang yang sudah siap menerjang mangsanya. Mungkin aku seperti kelinci lemah di hadapannya sekarang.