Emosiku benar-benar kembali diuji. Leon dan Azlan kembali berulah. Setelah mengunjungi Kak Han-Han tadi, mereka dengan baik hatinya mengajakku mengunjungi kedai makan di pusat kota Heal. Aku yang sedang dalam mood baik tak terlalu banyak berpikir dan langsung menyetujui ajakan mereka. Aku tak menaruh rasa curiga apa pun pada mereka berdua. Namun, ternyata itulah kesalahan terbesarku, melupakan sikap berhati-hati saat mereka berdua telah menyusun rencana.
"Hari ini aku yang traktir." Demikian kata Leon tadi sambil memasang muka senyum kasmarannya. Aku yang mengetahui Leon dan perasaannya pada Kak Han-Han memahami alasan dia ingin mentraktir kami. Dan karena tampilan senyuman kasmarannya itu aku sampai tak menyadari kalau ternyata mereka berdua telah bersekongkol untuk mengerjaiku. Persekongkolan yang tersusun rapi untuk mengerjaiku.
"Aku akan mentraktir kalian menu spesial dari kedai ini. Pemilik kedai ini ayah Leonard." Leonard yang dimaksud Leon adalah salah satu teman baiknya di kelas ramuan. Itu juga yang membuatku tidak menaruh rasa curiga sedikit pun.
Leon pun turut membantu saat Leonard turun tangan membawa hidangan untuk kami. Dan kami pun menikmati hidangan yang lezat, sesuai ucapan Leon. Semua berjalan dengan baik hingga saat petaka itu tiba.
"Hidangan penutup kedai keluarga Leonard." Leonard membawa sepiring cemilan berbentuk bulat yang terlihat begitu menggoda. "You'd better have it in one gulp." Leonard menggambil satu, menggigit kuenya sekali sebelum menelan secara utuh. "You'd better taste it, Young Lady, Miss Bree.
Azlan dan Leon mendahuluiku mengambil masing-masing dua. Mereka langsung menghabiskan bagian mereka. Tersisa dua butir di piring dan aku mengambil satu. Aku mengikuti gaya Leonard ketika memakan kue bulat tersebut, tetapi sebelum aku sempat menelan kue tersebut secara utuh, aku memuntahkan kue tersebut ke telapak tanganku.
"Ha...ha...ha. Kau lihat itu, Leon?" Leon menganggukan kepala sambil memegangi perutnya, masih dengan gelak tawanya sambil menatap puas melihat apa yang menimpaku.
"Kalian!" Aku memelototi mereka bertiga setelah aku menghabiskan tiga gelas air. "Jelaskan maksud semua ini!"
"Nona Bree, mohon maafkan saya. Saya dipaksa Leon untuk semua ini." Leonard nampak sangat cemas melihat reaksiku atas perbuatan jahil mereka yang telah memasukkan bubuk cabe pada kue bagianku.
"Tenanglah, Bree. Kau juga tidak apa-apa, kan? Lagi pula ini tidak sepenuhnya ideku. Azlan juga turut andil."
Aku menatap sengit pada kedua pria muda di hadapanku. "Tunggu saja perhitunganku!" Aku langsung meninggalkan kedai tersebut, menyisakan gelak Leon dan Azlan yang masih mengiringiku keluar dari sana. Dasar!
Aku memacu kudaku dan kembali ke Paviliun Obat. Namun, aku mengurungkan niatku untuk mengunjungi Kak Han-Han sebab aku langsung bertemu Paman Will di gerbang paviliun.
"Naena baru saja membawa Nona Han-Han ke Paviliun Heal. Mommy-mu meminta dia dibawa ke kediaman kalian."
Aku langsung pamit setelah mendengar ucapan Paman William. Pertanyaan kembali mencuat di kepalaku, siapa Kak Han-Han sebenarnya? Mommy terlihat sangat menerima kedatangannya.
Saat aku tiba di kediaman kami, Mommy dan Daddy terlihat sedang mengobrol akrab dengan Kak Han-Han. Aku sengaja tidak langsung menghampiri mereka. Aku memilih untuk mencuri dengar pembicaraan mereka dengan bersembunyi di balik pilar aula depan.
"Jadi hanya nama Han-Han yang Anda ingat?"
"Saya mengatakan segalanya dengan jujur. Saya benar-benar tidak mengingat apapun selain nama Han-Han, Nyonya Reinhart."
"Kami percaya padamu, Nona Han-Han. Jangan begitu sungkan. Kau bisa tinggal di sini sementara waktu. Benar kan, Dad?"
Aku menantikan reaksi Daddy dan sama seperti Mommy, Daddy juga langsung bisa menerima Kak Han-Han.
"Itu benar, Nona Han-Han. Silahkan tinggal di Paviliun Heal. Tempatilah salah satu kamar tamu yang ada!"
"Benarkah itu, Dad?" Mendengar ucapan Daddy, aku tak berniat lagi untuk menguping pembicaraan mereka.
"Putri Duke Reinhart sudah mulai menguping pembicaraan, hah!" Ujar Daddy sambil menatap jahil padaku.
"Bree tidak bermaksud menguping. Bree hanya ingin memastikan apa jawaban Daddy." Elakku.
"Dengan mendengarkan diam-diam?" Daddy mengerling jahil padaku. "Is it the same case?"
"Dad...!" Aku hanya menampilkan cengiran sambil merengek, malu.
"Sepertinya kehadiran Nona Han-Han akan membawa banyak dampak baik bagi putri kita, Rein." Mommy melempar senyum ke Daddy. Bagiku senyum Mommy penuh misteri.
"Baiklah Nona Han-Han. Bree sudah kembali, itu artinya kami akan meninggalkan kalian berdua."
"Sekali lagi terima kasih telah menerima saya dengan baik, Duke Reinhart, Nyonya Rein." Kak Han-Han berkata dengan sangat sopan. Semua tingkahdan gerak-gerik Kak Han-Han nampak sangat alami, tidak terlihat dibuat-buat.
"Tak perlu sebegitu sungkannya, Nona Han-Han. Beritahu Bree kalau kau membutuhkan sesuatu."
"Akan saya perhatikan itu, Nyonya Rein. Terima kasih." Kak Han-Han menunduk hormat saat Daddy dan Mommy berjalan meninggalkan aula.
Aku mengajak Kak Han-Han duduk di gazebo taman setelah kepergian kedua orang tuaku ke dalam paviliun. Kak Han-Han mengamati sekeliling taman dengan penuh ekspresi gembira saat melihat kumpulan bunga lavender di sudut taman. Dia berjalan mendekat dan aku pun mengekorinya.
"Bunga ini sangat menenangkan. Lavender, kan?"
"Kakak benar. Ini bunga lavender. Kakak mengingat sesuatu?"
Kak Han-Han menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mengingat apa pun. Tetapi, aku sangat menyukai aroma bunga ini."
"Kakak bisa membawanya ke kamar Kak Han-Han kalau memang menyukainya."
"Bolehkah?"
"Tentu saja. Aku akan memintakan seseorang untuk menyiapkan pot yang sesuai untuk di taruh di kamar." Ekspresi Kak Han-Han nampak sangat bahagia mendengar ucapanku. Semuanya terlihat alami, tanpa dibuat-buat. Ekspresi bahagia Kak Han-Han membuatnya terlihat semakin anggun. Wajah cantiknya nampak berkali-kali lipat lebih cantik.
"Bree?"
"Ya, Kak." Aku gelagapan dan berusaha menetralkan ekspresiku yang pasti memerah karena malu kedapatan menatap Kak Han-Han penuh kekakuguman.
"Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"
"Eh...?"
"Kau seperti menyimpan kekesalan. Ada apa?"
Ucapan Kak Han-Han kembali membuatku mengingat betapa aku tadi dibuat kesal oleh Azlan dan Leon.
"Ceritakan saja! Berbagi bisa meringankan beban."
Kak Han-Han menggandeng tanganku. Kami berjalan ke arah gazebo. Kak Han-Han mendudukan diriku.
"Kedua pria tampan itu mengganggumu?" Aku sedikit tersentak mendengar ucapan Kak Han-Han.
"Bagaimana...?"
"Kakak bisa tau semua itu?" Aku menganggukan kepalaku. "Jadi benar karena mereka berdua?" Aku kembali mengangguk.
"Tidak perlu menjadi seorang ahli cenayang untuk menebak bahwa mereka berdualah yang menjadi penyebabnya." Kak Han-Han kembali tersenyum sambil menatapku. "Kalian pergi bersama. Namun, Bree pulang sendirian. Itu bukan kebiasaan saat kalian pergi bersama." Aku menatap penuh tanya pada Kak Han-Han mendengar penuturannya. "Jangan heran! Mommy-mu yang bercerita tadi, saat saya mengatakan kalau kalian pergi bersama."
"O..." Hanya itu responku. Lagi-lagi reaksi Mommy yang membuatku keheranan.
"Jadi, Bree mau bercerita?"
Aku akhirnya memilih untuk menceritakan apa yang dilakukan Leon dan Azlan padaku. Kak Han-Han mendengarkan dengan seksama.
"Mereka sering menjahilimu?"
"Terutama Azlan."
"Pangeran Azlan pasti sangat menyayangimu." Aku berpura-pura ingin muntah saat mendengar ucapan Kak Han-Han. "Itu benar, Bree. Cara Pangeran Azlan menatapmu berbeda dengan Leon." Aku tidak terlalu menanggapi ucapan Kak Han-Han. "Ingin membalas mereka?" Aku mengangguk. "Ayo!"