App herunterladen
10.38% Be Here For You / Chapter 40: "Sudah ku tulis jadwalnya."

Kapitel 40: "Sudah ku tulis jadwalnya."

Pagi hari dengan cuaca sendu tanpa pancaran matahari. Udara yang bertiup kencang seakan menusuk tulang hingga membuat malas diri. Tuntutan duniawi pun merongrong untuk bergerak lebih. Raga bergerak dengan terpaksa walau banyak lapisan kain melingkupi.

Dingin, memang dingin. Maklum, sejak kemarin malam hujan terus menerjang bumi. Tanah yang masih basah dengan beberapa titik genangan cukup membuat emosi. Bahkan tak jarang terdengar protesan keras pejalan kaki yang terciprat air kotor akibat pengendara yang tak hati-hati.

"Hooammm... Baru kali ini aku berjalan santai di pagi hari," ucap Mike dengan kedua tangan yang terselip di kantong celana. Mulutnya tak berhenti menguap lebar karena sama sekali tak mendapat tidur. Ya, Devan dan Mike memang begadang sampai jam pagi berdering.

"Heh? Kenapa, bukankah kau terlihat menyukai olahraga?" tanya Devan pada pria yang nampak selalu keren dimatanya. Berpakaian santai berupa kaos putih tanpa lengan yang dilengkapi kemeja kotak-kotak hitam. Rambut mencuat khas pria pemburu wanita pun semakin menambah pesona.

Mike, pria yang semalam membuatnya cemas setengah mati. Ya, pria itu baru pulang setelah jarum jam menunjukkan hampir pukul dua dini hari. Dengan jujur remaja itu katakan, ia berusaha tak berpikiran negatif saat Mike yang menyentak tidurnya dengan tindakan mengherankan. Membersihkan diri di suhu yang membuat siapa pun menggigil. Dari mana saja Mike? Apakah ia baru saja menikmati momen panas dengan kekasih sesaatnya? Ya, itu memang kemungkinan terbesar.

"Memang, tapi aku tak pernah berpikir untuk bangun sepagi ini, kecuali saat mengantarmu ke sekolah dan juga belanja. Tapi hari ini pengecualian, jujur aku begitu malas, suhu udara terus membujukku untuk berlari kearah selimut tebal dan memelukmu erat disana."

"Hahaha... Kau memang orang yang sangat membosankan. Kau hanya terfokus pada kesenanganmu tanpa berniat untuk menilik hal-hal baru. Setidaknya kurangi intensitas mu di malam hari, tak baik untuk kesehatan," ucap Devan membuat Mike menarik lengan itu untuk berhenti dari langkahnya. Pria jangkun itu pun mengalih posisi menjadi berhadapan dengan sosok dengan tubuh mungil. Hilir mudik pejalan kaki tak membuat intens mereka terputus.

"Bukankah aku sudah minta maaf? Apa perlu ku ulangi? Sungguh Dev, aku tak ingin bocah kecil sepertimu memikirkan yang tidak-tidak pada kakaknya sendiri," ucap Mike lantas mengacak rambut Devan yang sudah terlihat begitu panjang. Sungguh Mike tak berniat untuk membuat Devan menunggu begitu lama ditengah hujan deras.

"Kau kakakku?"

"Hemm..."

"Tidak, kau hanya bisa jadi daddy ku!"

"Hei! Tidak-tidak, itu terlalu konyol!"

"Terserahku memanggilmu apa, weekk!" ledek Devan dengan menjulurkan lidah. Tangan yang teracung serta raut yang sudah masam membuat Devan dengan cepat melarikan diri.

Berlari, mengikuti setiap jangka langkah kecil didepannya. Mike seperti menemukan alasan untuk bisa sedikit merasakan kenyamanan dari suatu hubungan. Wajah kecil yang berbalik dan menatapnya dengan senyum lebar seperti menariknya pada kebahagiaan nyata. Mike seperti menemukan cahaya dibalik suasana redup yang melingkup.

"Belanja banyak sekalian," titah Mike yang bertugas mendorong troli.

"Iya..."

Setelah tindakan kekanak-kanakan Devan yang malah ditanggapi Mike, mereka pun memutuskan untuk menggagalkan agenda lari pagi. Pernapasan yang sudah berteriak protes membuat mereka lanjut ke agenda setelahnya, belanja bahan masakan.

"Ambil sayuran juga," usul Mike saat mereka melewati deretan sayur hijau.

"Apa? Lalu siapa yang mau makan, kau dan aku sama-sama tak menyukai dedaunan," protes Devan yang memang sangat tak menyukai sayuran hijau. Ia memang pemilih dalam hal makanan. Sayuran yang bisa dimakan itu hanya seperti wortel, kentang, dan jagung.

"Menurut saja, ini demi tumbuh kembang tubuh boncelmu!" sanggah Mike yang dengan cepat menyabet beberapa sayur yang terlihat.

"Ishhh... Aku tak suka kangkung...!" cegah Devan saat Mike akan meletakkan daun hijau itu di troli belanjaan. Ia berusaha menghentikan pergerakan Mike yang akan memenuhi daftar belanjaan dengan bahan yang mereka tak suka, bukankah itu akan berakhir dengan percuma?

"Ini apa, lagi?"

"Jangan rewel, kau itu bocah yang masih harus makan makanan yang sehat dan bergizi supaya tubuhmu cepat berkembang."

"Hei..! Kau mengejekku!" kesal Devan dengan bibir yang mengerucut. Kedua lengannya sudah di pinggang dengan dua tangkai sayuran yang digenggam, matanya memelotot protes.

"Itu kenyataan."

"Baiklah orangtua yang tubuhnya sehat nan kekar..." balas Devan saat tak menemukan jalan terang untuk bisa membujuk tindak paksa Mike. Sayuran yang ada digenggamannya pun di lempar dengan penuh keterpaksaan kearah troli belanjaan.

"Kok orangtua?"

"Kau mengejekku bocah, biar setimpal..."

"Hah! Yang benar saja!" dengus Mike merasa tak terima. Tubuh besarnya pun mendekat kearah Devan lantas memiting lehernya.

"Lepas! Ini tempat umum Mike, mereka semua bisa saja menghajarmu karena terlihat seperti membully ku, Mike!" ucap Mike berusaha melepaskan diri. Orang lain yang menatap bercandaan mereka bisa saja salah paham.

"Bilang mau makan sayur dulu!"

"OMG! Tolong aku, aku tak bisa bernafas dengan benar!" pekik suara perempuan mengejutkan kedekatan Mike dan Devan. Wanita dengan celana pendek memperlihatkan kaki jenjangnya pun berhasil membuat Devan lepas dari pitingan lengan besar Mike.

"Sial! Lagi-lagi wanita ini!"

"Mike...!" tegur Devan saat melihat raut Mike yang tak mengenakkan.

"Senangnya bertemu kalian disini, belanja bersama, eh?" tanya seorang wanita yang ternyata adalah Gista. Seperti biasa, wanita itu tersenyum-senyum tak jelas dengan gerakan tubuh yang terlihat begitu bersemangat.

"Ya, senang bertemu denganmu juga," balas Devan berusaha bersikap sopan dibalik kerisihannya.

"Wah... Sepertinya kalian belanja banyak bahan makanan, seandainya aku ikut bergabung sarapan, tak masalah kan?" mohon Gista seraya mengedip-ngedipkan mata.

Devan tak bisa mengabulkan permohonan Gista, bagaimana pun Mike adalah pemilik. Devan dan Mike kompak terdiam, dan seperti mendapat kode 'terserah', wanita itu pun mengintili mereka sampai memasuki apartement Mike.

"Mike, sudah ku bilang kalau mengupas bawang merah itu jangan tebal-tebal... Kan sayang!"

"Tidak tebal, aku kan mengupasnya sampai itu terlihat benar-benar bersih dan mengkilap," ucap Mike memberi alasan. Ia masih saja berkonsentrasi dengan pisaunya.

"Ku beritahu, ya... Bawang merah itu merupakan salah satu tanaman yang yang berkembang biak dengan cara umbi lapis, jika kau mengupasnya seperti itu, semua bagian akan habis," timpal Devan yang akhirnya mendapatkan perhatian penuh dari Mike. Pria itu meletakkan pisau dan bawang merah yang terkupas begitu bersih dan sangat kecil.

"Baiklah bocah pintar... Kalau boleh ku tebak, kau adalah salah satu murid unggulan, ya?" goda Mike lantas mengacak rambut Devan.

"Mike! Tanganmu kan bau...!" rengek Devan dengan reflek langsung memukul Mike sebagai balasan.

"Hahahah... Ampun-ampun. Kau masaklah sendiri kalau begitu," balasan Mike sembari bangun dari kursi yang didudukinya.

"Eh? Kenapa kau yang ngambek, sih?!"

"Hei, aku tidak akan pernah melakukan tingkah kekanak-kanakan macam itu. Masaklah sendiri, aku ada sedikit urusan, boy!" ucap Mike lantas meninggalkan Devan sendiri setelah pria itu mencuci tangannya.

"Mike, pertemuan kemarin tolong pikirkan lah..." ucap Gista langsung pada inti permasalahan. Mike yang baru saja mendudukkan diri di sofa yang berhadapan dengan Gista itu pun tersenyum miring, seperti dugaannya, wanita itu akan datang untuk membujuknya menghadiri acara pesta yang sungguh tak berguna.

"Bilang kepada sepupuku yang tukang paksa itu, aku tidak akan pernah lagi menuruti kata-katanya! Dia pasti sudah mengetahui kartu asnya yang sudah ku pegang, kan?!" lirih Mike dengan suara datar, tubuhnya sedikit maju dengan kedua siku menumpu di kaki.

"Dia tak berniat untuk mengambil langkah seperti itu, kau tau... dia juga sedang terdesak!"

"Ku lihat kau nampak sangat gigih dalam membantunya, kau menyukainya atau bagaimana?"

"Hah?! Jangan berpikir berlebihan, aku bukan tipe wanita yang sanggup melakukan segala cara untuk melihat pasangannya bahagia."

"Sepertinya sepupuku itu memilih pesuruh yang sangat salah, wanita matre!"

"Jangan coba mengolokku Mike. Kalau kenyataan bahwa kau sudah memegang kartu as milik Benny, kau juga tak bisa mengelak kartu as yang ku punya tentangmu!" tantang Gista lantas mengeluarkan beberapa foto di tas selempang kecilnya.

"Foto-foto mesra kita, bagaimana kalau ku beritau kekasihmu itu?"

"Kau berani mengancamku?"

Wanita itu berjalan mendekat kearah Mike. Tubuhnya membungkuk dengan belahan dada yang terpampang nyata di hadapan Mike, pria itu seketika terdiam. Gista menarik sebuah kertas kecil yang terselip di dalam bra dengan gerakan dan sorot mata menarik Mike secara sensual. Wanita itu lantas berbisik lirih, "Sudah ku tulis jadwalnya."


Kapitel 41: "Memang kehadiran Mike sepenting itu?"

"Astaga, Mike! Tampilan seperti apa, ini?!" jerit Gista dengan memelototkan mata memandang sosok pria yang membuka pintu di hadapannya.

Wanita berpenampilan elegan dengan berbalut pakaian seksi yang memperlihatkan belahan dada itu pun melangkahkan kaki mengikuti langkah panjang didepannya. Hari ini adalah waktu pesta yang harusnya dihadiri oleh Mike, tapi bagaimana bisa pria itu mengabaikan permintaannya dengan hanya memakai singlet di waktu yang sudah begitu mepet?

"Kau jangan bercanda, Mike!" timpal Benny yang ternyata juga turut hadir untuk menjemput saudaranya. Tak bisa dipungkiri, pria yang saat ini berdandan begitu necis dengan menghilangkan semua tindik miliknya itu sudah berdebar tak karuan. Acara ini adalah saat terpenting untuk keberlangsungan perusahaan yang dipimpinnya, jika semua gagal hanya karena ketidakhadiran Mike, nyawa Benny yang berkemungkinan besar akan dipertaruhkan. Paman kejamnya itu tak pernah main-main dengan ucapannya.

"Sudah ku bilang kalau aku sama sekali tak berminat pada pesta seperti itu," ucap Mike yang kini malah memasuki kediamannya lebih dalam, lantas mendudukkan diri tepat di samping Devan yang fokus melihat drama percintaan di layar televisi.

Devan hanya diam kala Mike menyenderkan kepala di bahu sempitnya. Remaja itu pun melirik pada kedatangan dua orang yang menampilkan ekspresi begitu tegang. Devan tak memahami, sepenting apa peran Mike untuk keberhasilan dari bujukan keduanya.

"Kau sudah menyetujuinya kemarin..." rengek Gista dengan kaki yang berhias sepatu tinggi yang kini menghentak-hentak. Dan Devan yang menatapnya pun sampai meringis ngilu. Bagaimana bisa wanita itu mengenakan sepatu yang begitu tinggi dengan sanggahan yang sungguh sangat kecil, apa tungkainya tak sakit?

"Aku tidak mengiyakan, aku hanya diam dan bukan berarti menuruti kalian," ucapan itu seperti menohok hati keduanya. Jika Benny khawatir akan nyawanya, maka Gista khawatir akan uang yang dijanjikan Benny. Jika wanita itu gagal membujuk, apa yang harus dilakukannya untuk barang mewah yang terlanjur dipesan, membayar pakai apa?

"Gagal sudah."

"Mike, ayolah..." rengek Gista sekali lagi.

"Sudah, keluar dari rumah ku sana!" usir Mike. Pria itu kemudian bangkit dari tempatnya dan berjalan ke kamar milik Devan tanpa mempedulikan keduanya.

Sial! Gista harus pakai cara apa, lagi? Mereka berdua sudah membujuk Mike jauh-jauh hari, tapi Mike seperti tak acuh bahkan menganggapnya tak penting. Percobaan Gista untuk kedua kalinya juga nampak tak membuahkan hasil. Godaan singkat dengan memperlihatkan belahan dada yang sungguh sangat menggoda juga tak mempengaruhi jiwa jantan seorang Mike.

Gista sebenarnya tau benar kalau Mike masih begitu menyukai tubuh jantannya yang akan bergumul dengan wanita seksi. Gista tau jika Mike suka menghabiskan malam dengan wanita dibalik prasangkanya bahwa pria itu tengah menjalin hubungan diam-diam dengan Devan. Wanita itu bahkan berpikir dengan caranya yang menampilkan bujukan sensual disertai tulisan di kertas yang mengundang untuk melakukan seks sebagai bayaran adalah cara terbaik. Namun tak seperti bayangan Gista yang begitu mudah, nyatanya ia harus menanggung malu karena penolakan jelas dari Mike bahkan disaat Gista menawarkan diri. Apa sebegitu tak menariknya seorang Gista untuk Mike?

"Dev-Devan...." panggil Gista lantas menggerakkan tubuh penuh semangat. Ya, sepintas ide pintar tiba-tiba merasuki pikiran buntunya. Devan seperti bisa menjadi alat untuk membantunya.

"Ada apa?" tanya Devan pada Gista yang sudah mendudukkan diri di sampingnya. Pandangan Devan sampai harus meliar untuk memandang Gista yang ternyata banyak zona berbahayanya. Jika menatap atas, belahan dada Gista yang mengganggu. Jika menatap bawah, paha kecil Gista yang mengganggu. Sungguh, Devan sama sekali tak tertarik, hanya saja itu membuat Devan risih. Memutuskan jalan terakhir, akhirnya pun Devan memilih menatap layar kaca didepannya, aman.

"Tolonglah bujuk Mike, itu acara yang sangat penting untuk keberlangsungan perusahaan," pinta Gista lantas mengelus lengan kecil Devan. Remaja itu pun sampai bergidik ngeri, bagaimana bisa pikirannya membuat prasangka buruk, takut diperkosa seorang wanita? Akh... Devan memang selalu mengada-ngada!

Sedangkan Benny yang melihat interaksi keduanya tak kuasa menahan tawa. Pria itu pun kemudian menggerakkan tubuhnya ke ruang depan, ia tau kalau Gista sedang merencanakan sesuatu.

"Memang kehadiran Mike sepenting itu?"

"Sangat, dia tokoh utama yang akan disorot," yakin Gista dengan berusaha mencari pandang Devan yang terlihat begitu jelas menghindarinya.

"Baiklah aku akan mencobanya, tapi kalau sampai dia memarahiku, kau harus bertanggung jawab," jawab Devan pada akhirnya. Sejujurnya alasan yang lain karena ia ingin menghindar dari Gista yang sudah mulai membuatnya terganggu. Melarikan diri dengan menuruti permintaan Gista, adalah jawabnya.

"Oke... Benny yang akan bertanggung jawab!" seru Gista yakin. Dan Devan yang mendengarnya jadi tersenyum canggung. Remaja itu pun lantas berdiri dan bersiap menemui Mike. Namun belum sempat kakinya terangkat, sebuah lengan yang mencekalnya pun menghentikan.

"Eh, Devan! Ucapkan kalimat ini jika memang terlihat tak ada harapan untuk Mike menerima," tambah wanita itu lantas menarik Devan untuk mendekat pada dirinya. Bibir merahnya berbisik lirih di telinga Devan yang begitu sensitif. Dan Devan pun tak kuasa untuk menggidikkan kepalanya, ini sangat geli.

"Mike," panggil Devan yang langsung membuka pintu kamar. Remaja itu memilih lari untuk bisa mempercepat jarak jauh pada Gista.

"Hmmm... Kau pasti dikirim mereka untuk membujukku, kan?" jawab Mike yang tengah menyelonjorkan kaki di atas ranjang.

"Iya," sahut Devan yang kemudian menempati sisi kiri Mike.

"Aku menolak," jawab Mike dengan singkat. Pandangan yang semula tertuju ke ponsel lantas beralih ke Devan.

"Secepat itu? Aku bahkan belum mengucapkan satu kata bujukan."

"Hahahh... Sebenarnya kalau untuk dirimu aku tak pernah mempertimbangkan untuk menolak."

"Lantas?"

"Tapi ini berbeda, Dev!"

"Beda yang bagaimana? Kau hanya perlu datang dan menampilkan wajah penuh keceriaan, meneguk segelas minuman dan mencomot beberapa potong kue. Itu terlihat mudah untuk dijalani, kan?"

"Bagaimana pikiran mu bisa sesederhana itu? Kau tidak memikirkan bagaimana bisa menghasilkan wajah ceria? Bagaimana bisa mengumpulkan niat untuk setidaknya sedikit membuat gerakan disaat hati sudah jelas menolak tindakan awal?"

"Itu memang benar. Ah lupakan saja, jika memang kau tak ingin pergi, jangan pergi!" balas Devan lantas membuat gerakan tangan kode 'terserah'. Lagipula Devan tak begitu yakin dengan pengaruh dirinya terhadap Mike.

"Hei, kau tak membujukku lagi? Sudah menyerah?"

"Sebenarnya mereka salah besar mengirimku untuk membuatmu mau hadir ke acara itu, memangnya aku berwenang seperti apa hingga membuatmu berubah pikiran?"

"Kau mulai lagi. Tapi sungguh Dev, aku benar-benar tak bisa hadir ke acara itu!"

"Oke, kalau begitu aku pergi," ucap Devan bersiap pergi untuk memberitahukan berita kegagalan dari hasil bujukannya. Langkahnya sudah akan menggiring ke pintu untuk keluar sebelum ingatan dari ucapan Gista hadir. Devan lantas berbalik dan kembali mendekat kearah Mike.

"Ehmm... Sebenarnya Gista membuat kalimat yang sangat epik untuk membuatmu menyerah. Aku tak tau maksudnya, tapi dia berkata, 'Realisasi dari nafsu sepasang brengsek- dapat menggemparkan hati, dan itu adalah kejadian tersembunyi yang melibatkan ketidaktauan dari orang terpenting'. Itu maksudnya apa, Mike?"

"Sial, wanita itu!" umpat Mike yang baru saja menyadari jika wanita yang dikenalnya secara tidak baik-baik itu sudah mengetahui banyak rahasianya. Ia pernah tak sengaja kepergok Gista sewaktu Mike menggiring seorang wanita untuk menjadi mangsanya. Mereka saling kenal dan mungkin saja, Gista sudah mempunyai banyak bukti untuk menjelekkannya dihadapan Devan, si adik kecilnya itu.

Sungguh, Mike tak menyangka, awalnya pria itu dengan percaya diri menolak karena alasan fotonya dengan Gista tak terlalu melenceng jauh. Tapi jika ternyata Gista punya bukti lain? Yang benar saja, Mike tak ingin Devan memandangnya sebagai pria brengsek, meski itu kenyataannya.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C40
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank 200+ Macht-Rangliste
    Stone 0 Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen

    tip Kommentar absatzweise anzeigen

    Die Absatzkommentarfunktion ist jetzt im Web! Bewegen Sie den Mauszeiger über einen beliebigen Absatz und klicken Sie auf das Symbol, um Ihren Kommentar hinzuzufügen.

    Außerdem können Sie es jederzeit in den Einstellungen aus- und einschalten.

    ICH HAB ES