Satu minggu telah berlalu, hari ini seperti biasa Juliet terbangun dari tidurnya. Tubuhnya terasa berat. Rasanya dia enggan untuk beranjak dari kasur. Namun semua itu sirna, ketika ia mengingat tumpukan baju yang ada di dapur. Juliet pergi ke kamar mandi lalu membasuh mukannya sebanyak tiga kali. Setelah itu, dia mengambil sebuah ember besar berwarna merah, yang tergantung di atas dinding. Dia pun mencuci semua baju kotor dengan air dan deterjen. Baju itu dia kucek menggunakan kedua tangannya.
Selanjutnya ia langsung membilasnya hingga bersih. Selesai mencuci ia berjalan ke luar, lalu menggantung bajunya pada sebuah tali, yang diikatkan pada dua tiang. Angin pun berhembus sepoi-sepoi, ayam pun berkokok dari segala penjuru. Sedikit demi sedikit dia melihat sinar mentari, sepertinya matahari baru terbangun dari tidurnya. Ketika ia sedang berjemur, Dedi pun keluar dari rumahnya. Dia terlihat rapih dengan baju perusahaannya, lalu menenteng sepatu dan meletakkannya di depan. Dedi pun tersenyum ke arahnya, lalu ia pun berkata.
"Pagi mas, lagi ngejemur?"
"Iya lagi ngejemur baju. Jangan panggil mas, kita seumuran." Menggantungkan pakaiannya satu persatu.
"Oh iya tapi kayaknya, saya sudah terbiasa manggil mas. Oh iya bagaimana perkuliahan di minggu pertama?" Memakai kaos kaki lalu mengikat tali sepatu.
"Begitulah banyak hal yang terjadi." Seketika ia teringat oleh dompetnya, lalu mimik wajahnya pun berubah menjadi sedih.
"Ada apa?"
"Senin di hari pertama masuk kuliah, dompet gue kecopetan."
Mendengar hal itu Dedi pun terkejut, lalu Juliet menceritakan semuanya. Dedi pun merasa prihatin, lalu ia menyarankan agar Juliet segera melapor ke polisi. Juliet pun menolak, sebab dirinya teringat saat pencurian motor di kosan ketika semasa sekolah. Namun dari pihak kepolisian tidak ada penindakkan sama sekali. Mereka akan bergerak jika ada sebuah pemicu, maka dari itu melaporkannya adalah sebuah hal yang sia-sia. Beruntung Sang Supir waktu itu memberikannya tiga ratus ribu rupiah. Namun uang segitu mana cukup untuk bulan depan. Apalagi ia harus membeli buku paket untuk mengikuti perkuliahan. Bahkan untuk bayar kontrakan pun tidak ada. Dedi pun berkata.
"Sudah gak apa-apa, yang lalu biarkan berlalu. Tapi menurutku meskipun tidak ada tindakan, apa salahnya untuk melapor? Lagipula kejadian ini bisa jadi himbauan kepada masyarakat yang lain agar waspada."
"Bener sih, yasudah nanti gue kasih laporan kalau ada waktu."
"Mau gue antar?"
"Boleh kalau elu ada waktu."
"Besok gue masuk shiff 3, selesai perkuliahan kita bikin laporan."
Setelah itu Dedi pamit untuk berangkat ke tempat kerjannya. Sementara itu Juliet kembali masuk ke dalam untuk berbaring sejenak. Selanjutnya ia menyetrika baju, yang sudah menumpuk di samping tempat tidurnya. Satu persatu baju ia setrika dengan rapih, lalu melipat dan memasukannya ke dalam lemari. Setelah itu ia pun tertidur tanpa memikirkan sarapan. Juliet merasa kelelahan dengan baju miliknya. Rasannya ia ingin melaundry seluruh pakaian kotor yang ada. Melihat keuangan yang ia miliki, seketika Juliet langsung mengurungkan niatnya.
Dua jam telah berlalu, sekarang sudah waktunya bagi Juliet untuk mandi. Selesai mandi ia menggunakan baju batik berwarna coklat, lalu memasukan buku ke dalam tas. Setelah itu ia menggunakan sepatu dan pergi ke kampus. Sepanjang perjalanan ia mempercepat langkah kakinya. Terkadang ia pun berlari sambil untuk menghemat waktu. Keringat pun bercucuran lalu staminanya berkurang. Tidak ada waktu untuk beristirahat, sebab perkuliahan sudah dimulai. Sesampainya di kampus ia langsung berlari, lalu menaiki anak tangga hingga sampai ke lantai tiga. Kemudian ia berjalan menuju kelas, lalu membuka pintu.
"Kreak," Pintu pun terbuka.
Ani sensei sedang menerangkan materi perkuliahan. Sementara mahasiswa fokus menangkap setiap materi yang beliau sampaikan. Seketika mereka melirik ke arahnya, Juliet pun merasa malu lalu menganggukkan kepala sambil tersenyum. Melihat hal itu Ani sensei menggelengkan kepala, lalu ia pun berkata.
"Kamu habis joging?" Melihat bajunya yang basah oleh keringat.
"Iyah."
"Yasudah, silahkan kamu duduk di depan." Menunjuk ke sebuah bangku depan di sebelah kanan.
Di sebelah kanan, mayoritas yang menduduki tempat itu adalah mahasiswi. Namun Juliet tidak duduk sendiri, dia duduk tepat di samping Adam. Sekilas mereka pun bertatapan lalu mereka pun tersenyum. Juliet merasa tidak nyaman dengan tempatnya yang sekarang. Selain posisi duduknya, berhadapan langsung dengan meja Dosen. Dia belum terbiasa dengan wanita di sekitarnya. Kemudian Juliet pun berkenalan dengan Adam, lalu disusul oleh teman di dekatnya.
Yang pertama wanita bertubuh agak gemuk, berkulit putih, berkacamata, berhijab dan baju berlengan panjang berwana biru, dan terakhir menggunakan celana biru dongker. Dia bernama Widia Nur Syahfitri, orang di rumahnya sering memanggilnya "Widi." Selanjutnya gadis berkerudung merah, menggunakan baju terusan merah berlengan panjang, di bungkus dengan rompi berwarna abu. Gadis itu bernama Ria Anjani, ia memiliki kulit yang cerah, bermata sipit, bibitnya yang manis, wajahnya terlihat seperti keturunan tionghoa. Sedangkan gadis berbadan kecil, dia bernama Nurul. Nurul memiliki postur yang pendek, berkulit seputih salju, serta wajahnya yang manis.
Mereka pun mulai bertanya seputar info tentang Juliet. Setiap mereka bertanya, kepalannya langsung berputar, wajah memerah, bahkan berkeringat dingin. Rasa yang ia alami sungguh membuatnya tidak nyaman. Namun ia berusaha untuk fokus dengan apa yang mereka tanyakan, serta kemana arah pembicaraan mereka. Jangan sampai masa kelam ketika masa sekolah sampai terulang. Dulu dia selalu hatinya di permainkan oleh wanita, bahkan ia pernah menjadi babu di depan banyak orang.
Dulu bahkan mereka pernah menyebutnya "Idiot." Padahal secara mental dan itelektual, dia adalah manusia yang cerdas. Sementara itu di kubu sebelah, tanpa Juliet sadari para mahasiswa mulai membicarakannya. Mereka membandingkan kepintaran Juliet dengan Adam dalam sebuah taruhan. Jika kalah maka mereka harus meneraktir yang menang. Dua minggu kemudian sosoknya semakin menjadi pusat perhatian. Sebab setiap persentasi penampilannya selamu memukau hari semua orang.
Setiap penampilan baik drama atau hal yang lainnya dirinya selalu menjadi pusat perhatian. Terkadang menjadi seorang yang humoris, juga pribadi yang serius. Semua itu ia lakukan ketika dirinya tampil di depan, berbeda dengan sifatnya diluar panggung. Dia memiliki sifat sedingin es, menjaga jarak, serta menghabiskan waktu seorang diri. Biasanya dia lebih banyak menghabiskan waktu, duduk di lantai tiga. Sebab sinyal wifi di lantai tiga sangat bagus, sehingga ia dapat mendownload berbagai anime dan game. Setelah puas ia berjalan menuruni tangga, lalu menelusuri lorong menuju gerbang. Kemudian ia berjalan keluar dari gerbang. Begitulah kehidupan yang ia jalani sebagai mahasiswa kupu-kupu.
Sepanjang perjalanan ia melihat beberapa bajai, mengetem dekat trotoar. Bajai itu bersaing dengan trasportasi umum lainnya. Meskipun begitu para supir tetap menjaga tali silaturahmi dan komunikasi. Ketika Juliet berjalan dan menatap ke depan, ia melihat seorang pemuda berjalan ke arahnya. Seketika ia melihat gumpalan hitam seperti waktu itu. Sorot matanya melirik ke sana kemari, seperti menghindari sesuatu. Lalu mereka mulai saling berdekatan, setelah itu dia mulai melirik ke arahnya.
Kemudian Juliet melihat sebuah tato berbentuk api di lengan kirinya. Dan akhirnya Juliet pun sadar bahwa orang itu adalah copet yang mengambil dompetnya. Spontan copet itu langsung berlari, lalu memasuki sebuah gang. Setelah itu pencopet memasuki halaman warga, lalu melompati pagar. Pergerakannya sangat lincah sehingga Juliet mengalami kesulitan untuk manangkapnya. Suatu hari ada sebuah bajai terparkir disamping trotoar. Di dalam bajai itu ada sebuah kunci yang tergantung disana.
Pencopet itu melihatnya lalu masuk kedalam bajai dan pergi begitu saja. Namun Juliet tidak menyerah begitu saja, lalu ia memberhentikan salah satu bajai.
"Stop!" Melambaikan tangan kepada supir.
"Mau kemana?"
"Ikuti bajai itu, cepat!" Menunjuk ke arah bajai yang jaraknya cukup jauh.
Disanalah terjadi kejar kejaran, antara Juliet dengan pencopet. Setiap jalan mereka singgahi, bahkan lampu merah mereka lewati begitu saja. Wajahnya semakin panik karena jaraknya dengan pencopet itu semakin menjauh. Sementara supir tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Lampu lalu lintas berganti warna, jalanan pun mulai macet. Pencopet itu berhasil melarikan diri, sementara Juliet terjebak kemacetan. Setelah lalu lintas kembali kondusif, Juliet meminta Sang Supir untuk memarkirkan kendaraannya samping terotoar. Juliet pun keluar, amarah mulai menyelimuti dirinya. Supir pun turun dari kendaraannya, lalu dia bertanya.
"Sebenarnya ade lagi ngejar siapa?"
"Copet dia sudah mencopet dompet saya!" Menunjuk ke arah bajai yang sudah pergi jauh.
Setelah itu Juliet kembali ke kontrakannya, diantar oleh Sang Supir. Sepanjang perjalanan, pandangannya kosong, lalu berjalan sempoyongan menuju gerbang. Tiba-tiba supir memegang pundaknya, dia pun berkata.
"Saya turut prihatin, semoga Tuhan menggantinya dengan lebih baik." Tangan kiri memegang pundaknya, sedangkan tangan kanan menjulur ke arahnya.
"Ambil kembaliannya,"memberikan selembar uang lima puluh ribu.
Juliet berjalan sempoyongan menuju rumahnya. Wajahnya terlihat sedih, dia terus memikirkan dompet miliknya. Enam hari lagi ia harus segera membayar kontrakan, jika tidak dia harus tidur di jalan. Setelah Dedi pulang dari tempat kerjanya, dia berencana untuk meminjam uang.
Setidaknya dia bisa membayar uang kontrakan, soal makan dirinya hanya bisa pasrah. Sedangkan uangnya hanya tersisa lima puluh ribu. Kemudian ia masuk kedalam, lalu dia berganti pakaian. Ketika ia mebuka lemari pakaian, dia melihat dompet miliknya tergeletak di atas. Lalu ia mengecek isi dompet tersebut, dan ternyata semuannya lengkap. Hanya saja jumlah uang yang sebelumnya satu juta, kini menjadi tiga juta.
Juliet sangat senang lalu dia berteriak kegirangan, loncat kesana dan kemari sambil memegang dompetnya. Akhirnya dia bisa bernafas lega. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Juliet pun tidak memperdulikannya. Yang terpenting dompetnya sudah kembali.
Pagi yang indah disebuah terminal kota Bekasi. Suara mobil mulai bergemuruh, serta aroma bensin yang menyengat di pagi hari. Orang-orang mulai berjalan untuk memulai aktivitasnnya. Ada yang pergi ke pasar, memeriksa kondisi kendaraan, menaiki kendaraan umum, dan lain sebagainya. Sudah saatnya bagi seorang pemuda, untuk memulai aktivitasnya.
Pemuda itu bernama Syamsudin, seorang pengangguran yang menyandang gelas sebagai "Panjang Tangan". Gelar ini ia dapatkan, ketika dirinya menduduki bangku SMA di salah satu sekolah terkenal di kota itu. Waktu itu dia berhasil mencuri phonsel milik salah satu siswi disana. Bukan hanya itu, dia berhasil menjamah seluruh isi dompet milik salah satu pengguna jalan.
Sebenarnya dia tidak ingin melakukannya. Namun karena masalah ekonomi yang melanda keluarganya, serta desakan dari pihak sekolah, maka terpaksa ia harus melakukannya. Syamsudin bukanlah anak yang cerdas, sehingga ia tidak mendapatkan beasiswa dari pihak sekolah. Sepulang sekolah selain mencuri ia bekerja sebagai tukang parkir di kawasan mini market.
Itu semua tidaklah cukup, maka dia mencari penghasilan tambahan sebagai seorang pencopet. Dia sering beraksi saat orang-orang tertidur lelap. Sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga. Begitulah pribahasa sedang ia rasakan, ketika aksinya terbongkar oleh salah satu CCTV di sekolahnya. Mengetahui aksinya pihak sekolah langsung mengeluarkannya.
Hari ini dia berencana untuk memulai aksinya, waktu sudah menunjukan pukul setengah delapan pagi. Namun dia belum menemukan mangsa. Orang-orang antusias memegang dan menjaga erat barang berhargannya. Suatu hari terjadi keributam di sebrang terminal. Keributan itu terjadi karena seorang anak punk mengambil sebuah dompet merah terbuat dari kulit.
Kemudian seseorang bertubuh kekar melerai semuanya. Beberapa menit kemudian datanglah seorang wanita, berusia dua puluh delapan tahun berbaju kotak dan celana jins. Rambutnya keriting menjulur ke bawah, namun terikat seperti ekor kuda. Wajah anak punk itu babak belur, namun mereka tidak memperdulikannya. Lalu wanita itu menjelaskan, bahwa dompet itu adalah milik temannya saat tertinggal di dalam bus. Karena panik temannya berteriak dan menunduhnya sebagai copet.
Padahal anak punk itu berusaha untuk mengembalikannya. Samsyudin tidak menyia-nyiakan kesempatan, lalu dia memakai topi, serta penutup wajah. Setelah itu dengan lihainya, Syamsudin berhasil mengambil dompet seorang pemuda, berjaket merah di dalam saku belakang celananya. Lalu ia berjalan secara perlahan seolah-olah tidak ada yang terjadi.
Aksi yang dia lakukan cukup profesional. Sudah sepuluh korban aksinya tidak di ketahui, namun yang dia lakukan hanyalah sebuah trik kecil. Masih banyak trik yang dia lakukan dalam menjalankan aksinya. Setiap langkah kakinya, tak ada seorang pun yang menyadari aksinya.
Dirinya bagaikan berjalan di dalam kegelapan, namun entah mengapa pemuda itu sadar lalu memalingkan wajah ke arahnya. Spontan dia pun berteriak sekencang mungkin, lalu dia beserta warga sekitar berlari dan berusaha untuk menangkapnya. Syamsudin pun langsung berlari sekencang mungkin, menghindari amukan masa.
Lampu pun berganti warna, keberuntungan sedang berpihak padanya. Dengan lincah ia menyelinap diantara celah mobil. Kemudian ia memutar lalu menyelinap diantara padatnya lalu lintas. Sikap individualis, yang dimiliki oleh para pengguna kendaraan memudahkan aksinya.
Kemudian lampu di seberang jalan, berganti warna menjadi hijau. Dengan nekat Syamsudin pun menyebrang, tiba-tiba dia mendengar suara tabrakan. Seketika ia pun menoleh ke belakang. Sekilas dia melihat sebuah mobil truck terangkat ke atas, namun ia pun tidak memperdulikannya. Kemudian dia pun memanjat pagar, salah satu rumah warga. Dia pun bersembunyi hingga aman.
Setelah aman dia kembali memanjat pagar, lalu berjalan menuju tempat tongkrongannya. Tongkrongan itu, berada dekat disebuah perumahan kumuh, samping jalan dekat rumahnya. Samping jalan terlihat sebuah sungai membentang luas. Sungai itu berwarna coklat, mirip seperti coklat panas, yang biasa kalian nikmati ketika hujan.
Disana terdapat berbagai hiasan yang terbuat dari plasti dan sterofom. Plastik itu di sponsori oleh berbagai perusahaan minuman ternama. Sehingga menambah keindahan di sungai. Sekian lama di perjalanan dia pun sampai. Sebelum itu dia ambil seluruh uang yang ada di dompet. Sisanya dia buang di sebuah tong sampah tak jauh dari tempat tongkrongan.
Tongkrongan tak lain adalah bekas pos hansib. Sedangkan pos itu sendiri sudah berpindah lokasi, di tempat yang lebih strategis. Tepatnya di pertigaan jalan utama dengan dua gan kecil. Disana terdapat dua orang temannya, yang sedang menikmati secangkir kopi hitam.
Teman itu bernama Zuki dan Ferdi. Zuki memiliki postur tinggi 165 cm, berbadan cungkring, berkulit sawo matang, serta kedua tangannya yang kekar. Dia memakai baju bengkel motor ternama, berwarna merah bergaris hitam, serta logo bengkel di punggung tempat dia bekerja. Sedangkan Ferdi memiliki tinggi 170 cm, hidung mancung, berbadan kekar, serta memiliki model rambut seperti cucuk.
Hari ini Ferdi memakai baju werpak, berwarna biru berlengan pendek, serta celana bahan berwarna hitam. Sesampainya di lokasi Syamsudin pun langsung memberikan tos kepada mereka. Lalu dia membuat secangkir kopi hitam, dengan satu saset kopi dan dispenser, yang berada di belakang mereka. Setelah itu dia pun duduk diantara mereka, sambil merangkul kedua pundak temannya.
"Coba tebak hari ini, gue dapet berapa?" Kata Syamsudin.
"Palingan elu dapet dua ratus, yakin dah gue," kata Ferdi.
"Jangan begitu elu Fer, paling dia dapet gocap." Menatap wajah kedua temannya, dengan sedikit menyombongkan diri.
"Satu juta bosku." Melepas rangkulannya, lalu mengambil uang hasil curiannya di saku celanannya, setelah itu menunjukkannya kepada mereka berdua.
Mendengar hal itu mereka berdua merasa senang. Rencananya malam ini Syamsudin akan meneraktir mereka, dengan minuman berakohol. Mereka pun semakin tidak sabar untuk menikmatinya. Namun mereka harus menunggu hingga matahari terbenam. Kemudian Syamsudin, menceritakan bagaimana ia melakukan aksinya. Kedua temannya antusias mendengarkan kisahnya. Selesai bercerita kini giliran dua temannya untuk bercerita.
Dimulai dari Ferdi, satu bulan yang lalu ketika ia sedang bekerja. Ferdi berhasil mencuri tiga phonsel, milik karyawan disana. Dia mencurinya ketika Sang Korban, meninggalkan phonselnya ketika sedang mengisi daya, bersama karyawan yang lain. Tempat itu adalah tempat biasa bagi mereka untuk mengisi daya. Sempat menjadi perdebatan, ketika berada di dalam bus mobil jemputannya.
Satu persatu karyawan di periksa, seluruh isi dari kantong dan tas di keluarkan satu persatu.Namun hasilnya nihil, sehingga pihak korban harus merelakannya. Aksinya dia lakukan tidaklah sendiri, melainkan temannya yang berprofesi sebagai satpam. Sehingga temannya bisa menghapus segala bukti di kamera CCTV.
Sungguh aksi yang cukup cerdas yang mereka berdua lakukan. Setelah menjalankan aksinya, mereka berdua menjualnya pada salah satu deler phonsel ilegal. Setiap penjualan, mereka berhasil mengantongi uang sebesar sepuuh juta rupiah. Terkadang mereka hanya mendapatkan tiga bahkan empat juta rupiah. Semua itu tergantung dari kualitas phonsel tersebut.
Sedangkan Zuki dia adalah salah satu begal yang bengis dan kejam. Biasanya dia menjalankan aksinya ketika semua orang sedang tertidur lelap. Sekali aksinya, dia berhasil mendapatkan sebuah motor beserta barang berharga milik korban. Jika korban yang ia temui adalah seorang wanita, maka ia tak segan-segan untuk memperkosannya. Kemudian ia bunuh dan dikubur secara tidak layak.
Syamsudin pun pernah terlibat dalam aksinya, keuntungan yang ia dapatkan lebih besar dari hasil mencopetnya. Bahkan dia pernah membunuh, bahkan memutilasi korbannya hingga tak dikenal. Pekerjaanya sebagai seorang montir, yang Zuki lakukan, tak lain hanyalah kamuflase belaka. Ketika ia sedang bekerja tanpa sepengetahuan karyawan yang lain.
Zuki mengambil informasi seputar alamat korban. Setelah mengetahui alamat korbanya, dia pergi bersama komplotannya, untuk merampok rumah korban. Begitulah kisah bengis dari ketiga penjahat, yang sedang bersenang-senang diatas penderitaan orang lain. Tak terasa hari sudah berganti malam. Sudah saatnya bagi Syamsudin untuk meneraktir kedua temannya, di salah satu bar di pinggiran kota Bekasi.
Lebih tepatnya bar itu berada di samping jalan, tak jauh dari pantai. Di tempat itu tak hanya menyediakan minuman alkohol, melainkan beberapa obat terlarang, yang dijual secara ilegal. Sudah delapan tahun lamanya transaksi itu berjalan. Namun sampai sekarang transaksi itu belum terbongkar.
Sebelum berangkat dia membersihkan diri terlebih dahulu, lalu dia pun pergi untuk mampir ke rumah temannya. Setelah itu Syamsudin bersama temannya, pergi ke bar dengan dua buah sepedah motor. Sesampainya disana Syamsudin bersama tiga temannya, duduk di kursi depan, lalu mereka pun berpesta pora.
Beberapa wanita cantik, serta minuman berakohol menghiasi kebahagiaan mereka. Tanpa mereka sadari ada sosok berbaju merah mengikuti mereka. Sosok itu adalah seorang wanita cantik, ia menggunakan kebaya merah dengan motif bunga, selendang kuning, kedua kakinya diselimuti oleh kain batik berwarna coklat, berambut panjang, dan menggunakan mahkota terbuat dari emas. Dia memiliki mata berwarna merah, berkulit putih, dan berhidung mancung. Serta mengenakan mahkota.
Sosok itu tak lain adalah Kirana, Sang Ratu Buaya penguasa seperempat wilayah Jawa Barat. Wilayahnya meliputi kota Cirebon hingga Bekasi. Sosoknya menjadi legenda karena kesaktiannya, serta sosoknya yang misterius bagi para makhluk gaib. Sudah seribu tahun lamanya, Kirana tidak keluar dari jangkauan istana.
Kini karena suatu alasan dia berani keluar istana, bahkan berani pergi seorang diri, bersama teman manusiannya yaitu Juliet. Sejak kejadian yang dialami oleh Juliet, dia terus mengikuti Syamsudin kemanapun ia pergi. Sekarang dia duduk diatas atap, lalu menatap Syamsudin sambil tertawa. Lalu dia pun berkata.
"Ara-ara coba kita lihat, manusia seperti apa yang berani berbuat jahat pada Juliet." Duduk menyilangkan kaki, salah satu tangannya memegang dagu.
Pandangannya hanya tertuju, pada orang yang sudah mengambil dompetnya. Tiba-tiba dari samping kanan munculah sosok kuntilanak. Kuntilanak itu memakai baju terusan berwarna putih, berambut panjang, menggunakan jepit rambut berbentuk bunga matahari, di samping kanan. Dia bermata sipit berwarna coklat, serta parasnya yang cantik. Jika dilihat dengan indra ke enam, wajahnya mirip sekali dengan penyanyi youtuber asal Negeri Ginseng, yaitu "Lee Raon".
"Sedang meminta tumbal?" Tanya kuntilanak itu.
"Tidak hanya sedang mengamati, ngomong-ngomong bagaimana keadaan Juliet?"
"Tanpaku beritahu sepertinya, Ratu Sudah tau."
"Begitu yah, sungguh pria yang malang. Sudah aku bilang sebelumnya, jangan memanggilku Ratu. Cukup panggil nama depanku saja."
"Baiklah terserah, jadi apa kamu sudah menemukan dompetnya?" Tanya kuntilanak.
Kemudian, Kirana pun memegang dan menunjukkan dompet di belahan oppai-nya (Payudara). Sepertinya dia sangat bangga sekali dengan ukuran, yang ia miliki. Melihat hal itu dia menarik nafas panjang, lalu menunduk sambil menghembuskannya. Setelah itu Kuntilanak pun bertanya, tentang mengapa Kirana sampai melakukan hal itu.
Kirana pun tertawa lalu dia memberitahu, bahwa suatu saat nanti dirinya akan segera mengetahuinya. Kuntilanak itu penasaran, namun tak ada yang bisa dia lakukan, selain menikmati kisah yang sedang berlangsung, di depan mata. Lalu Kirana bertanya.
"Sekarang ceritakan padaku, seperti bagaimana dia tinggal, apa favoritnya, dan apa saja yang dia lakukan selama hidupnya." Memegang dagu sambil Syamsudin.
"Sudah aku duga kamu akan bertanya seperti itu. Baiklah aku akan memperkenalkanmu, pada tiga narasumber terpercaya. Kalian bertiga keluarlah!"
Dari samping kiri, munculah tiga makhluk halus di balik kegelapan. Tiga makluk itu adalah genderuwo, pocong, dan terakhir sosok berkulit merah dengan sebuah tanduk. Mereka memiliki tinggi 150 cm, wajah dan tampilan mereka seperti remaja berusia 12 tahun. Mereka pun menghampiri Kirana, lalu memperkenalkan diri.
"Sampurasun Nyai, perkenalkan aku adalah Susi," kata kuntilanak.
"Perkenalkan saya Bode, yang berarti Bojong Gede." Selesai berbicara, sosok bertanduk pun tertawa terbahak-bahak secara tidak jelas.
"Baiklah, selanjutnya." Menatap Bode, dengan ekspresi wajah sedatar mungkin.
"Aku adalah sosok yang paling di takuti, diseluruh Nusantara. Kehadiranku membawa teror dan ketakutan, di kalangan masyarakat. Dan aku adalah.."
"Suep!" Kata Susi den Bode, sambil menarik tali serta kain kafan hingga terlepas.
Kirana dan Kuntilanak itu tertawa terbahak-bahak, ketika melihat wujud asli di balik balutan kain kafan. Sosok itu berkepala botak, berkulit pucat, mata seperti panda, serta sebuah kain putih yang menutup selangkangannya. Suep pun merasa malu karena di perlihatkan sosok aslinya secara paksa.
Namun dia kembali tegar, lalu berdiri dengan rasa bangga. Setelah itu mereka pun bercerita tentang kehidupan Syamsudin. Kirana pun mendengarkan cerita mereka dengan serius. Sedikit demi sedikit, aura tubuh Kirana mulai berubah.
Sebelumnya terlihat netral kini terlihat seperti sosok iblis yang meminta tumbal. Seluruh bagian matanya berubah menjadi merah. Kukunya memanjang, gigi taringnya memanjang, dan sebagian kulitnya mulai berubah menjadi kulit reptile. Dinginnya udara serta ganasnya dentuman ombak, membuat suasana semakin mencengkram.
Tiga makhluk itu menjadi sangat ketakutan, sedangkan Kuntilanak itu memperhatikan Syamsudin dengan santai. Semua yang dia lakukan saat ini, semata-mata hanya untuk mengekspresikan rasa senangnya. Sebab dia sudah tau apa yang harus dia lakukan. Lalu Kirana pun bertanya.
"Ini sangat menarik. Hei kalian bertiga, kalian masih pemula bukan?" Menatap mereka dengan wajah mereka bertiga.
"Iyah." Jawab mereka bertiga dengan tubuh gemetar.
"Baiklah kalian semua bantu aku, lalu aku akan tunjukan bagaimana caranya menakut-nakuti hingga mampus!" Menatap mereka bertiga, dengan wujudnya yang mengerikan, lalu tertawa dan bertingkah layaknya psikopat.
Tiba-tiba petir pun bergemuruh diangkasa. Semua orang di luar bar masuk ke dalam, sedangkan mereka berlima duduk diatas atap sambil tertawa. Sepertinya sebentar lagi, Syamsudin beserta dua temannya akan mengalami hal buruk. Sebelum itu terjadi semoga mereka bertiga segera menyadari kesalahannya masing-masing.
Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Itulah yang akan segera terjadi padanya. Jangan lupa komentarnya :D
Das könnte Ihnen auch gefallen
Kommentar absatzweise anzeigen
Die Absatzkommentarfunktion ist jetzt im Web! Bewegen Sie den Mauszeiger über einen beliebigen Absatz und klicken Sie auf das Symbol, um Ihren Kommentar hinzuzufügen.
Außerdem können Sie es jederzeit in den Einstellungen aus- und einschalten.
ICH HAB ES