Demi apa pun, Nathan mengharapkan Max datang dan memeluknya segera. Namun setelah roda kendaraan miliknya berdecit di gedung apartemen kecil, pria jangkun ia dengan cepat mematikan mesin mobilnya dengan lengan beranjak cepat dari setir kemudi.
Di lihat Nathan bahkan lengan Max sudah bersiap untuk membuka pintu. Sungguh, apakah memang pria jangkun itu sudah tak bisa bersabar untuk melangkah pergi darinya?
"Hanya sekedar saran, ku pikir kau tak perlu memberitahukan hal ini pada paman Bagas. Dia yang harusnya tahu, mungkin saja lebih memilih untuk menjaga perasaan mu? Kau yang memang di anggap anak olehnya tanpa peduli. Ku harap kau tak memikirkan hal tadi, atau lebih parah lagi membuat paman Bagas kecewa karena mu yang mengungkit topik."
Max menjeda ucapannya, kemudian mengalihkan pandang ke arah Nathan. Bukan untuk memandang raut sendu pria itu, melainkan melongok pada bangunan beberapa lantai yang lumayan tinggi.