"Apa yang akan lo lakukan jika lo benar-benar lolos?" tanya Salsha sedikit menekan pertanyaannya pada Iqbal. "Apa lo akan menganggap penting apa yang Aldi katakan? Maksud gue yang kemarin di bilang?" koreksi Salsha membuat Iqbal tidak menjawab apapun selain diam saja.
"Apa yang lo harapkan dari ini?" tanya Iqbal membuat Salsha juga terdiam dengan pertanyaannya. "Apa sekarang lo mengharapkan gue? Ah, maksud gue. Apa lo menganggap serius apa yang Aldi bilang ke gue kemarin?" tanya Iqbal lagi, Salsha sedikit termenung, dia tidak bisa mengatakan apapun selain diam saja tidak berkutik.
"Lo mau?" tanya Iqbal tiba-tiba, Salsha snagat terkejut mendengarnya, dia melihat wajah Iqbal dengan serius yang polos sekali. "Jangan menganggap serius lelucon Aldi," sambung Iqbal menjelaskan sesuatu yang dia pahami dari pembicaraan keduanya.
"Ah, kemarin itu leluconya?" tanya Salsha diam tanpa ekspresi lebih jelas lagi. Iqbal menjawab dengan anggukan kepala serius miliknya. "Gue kira lo akan kenganggap serius 'lelucon' kemarin,' lanjut Salsha kembali menanyakannya.
Iqbal menjawab dengan gelengan kepala pelan sekali. "Gue hanya berpikir, kalau memang itu beneran atau enggak. Gue rasa akan ada yang sangat dirugikan nanti," Salsha tersenyum tipos, terlihat miris tidak dan terlihat biasa-biasa saja juga tidak.
"Maksud lo?"
"Siapa yang dirugikan? Gue rasa hanya gue," jawab Salsha karena memang hanya dia yang akan dirugikan dipermainan ini. Selain perasaan dan harga dirinya yang sedang dipermainkan, Salsha menyadari semuanya.
Iqbal menggelengkan kepalanya. "Bukan, enggak ada kata 'hanya' kalau banyak pihak yang dipertaruhkan," Salsha menganggukan kepalanya pelan.
"Jadi kalian tes berdua kemarin?" tanya Salsha menanyakan Iqbal dengan maksud beedua adalah Kania. "Iya,"
"Kania pintar," Iqbal kembali menganggukan kepalanya sebagai jawaban 'iya'. "Gue iri," Iqbal tertawa mendengarnya. "Kakaknya aja iri lo yang sebagai bukan siapa-siapanya memang harus iri. Gue paham kok,"
Seperti tersengat listrik Salsha sempat tidak percaya dengan yang dia dapatkan setelah dia mengatakan jika dia iri namun dibalas tidak keras dari Iqbal. Seperti 'Tidak biasanya'.
Salsha menghela nafasnya berat, Iqbal menyadarinya. "Apa ada hari berat selama gue fokus tes kemarin?" tanya Iqbal sangat perhatian, Salsha hanya bisa menjawab dengan anggukan kepala pelan sebagai pengaduannya pada Iqbal.
"Oh ya? Siapa? Kania gue bawa, dan gue kira Tania dan lo udah baik-baik aja kan? Masalah apa?" Salsha menggelengkan kepalanya lirih dan pelan sekali.
"Ada apa? Cerita aja," desak Iqbal meminta pada Salsha untuk mengatakan apa yang membuat Salsha tidak nyaman dengan situasinya. "Apa gue boleh jujur?" tanya Salsha polos sekali.
Tentu saja Iqbal menjawabnya dengan anggukan kepala lembut. "Harus jujur,"
"Lo masih tanggung jawab gue di mata orang tua lo, jadi ceritalah," minta Iqbal manis sekali pada Salsha, namun yang mendapat perlakuan manis itu hanya bisa tersenyum miris.
"Lo terlihat aneh sekarang," ucap Salsha sebelum pada maksud apa yang ingin dia katakan pada Iqbal. "Semenjak lo tes kemarin dan sebelum-sebelumnya gue rasa lo semakin dekat sama Kania dan aneh ke gue,"
"Apa kalian balikan?" Iqbal total terkejut, sekarang bukan main-main. "Balikan?" tanya Iqbal berusaha mengoreksi, Salsha menganggukan kepalanya pelan. "Iya,"
"Gue udah tahu kok hubungan lo sama Kania, kalian bukan sepupu jauh kan? Hubungan lo sama Kania adalah mantan pacar?" Iqbal tersenyum sedikit canggung, dia hanya bisa menjawab dengan anggukan kepalanya.
"Sorry gue bohong soal itu," Salsha menganggukan kepalanya tidak mempermasalahlan apapun. "Gue hanya mau bilang ke lo soal keresahan gue akhir-akhir ini," ucap Salsha berusaha mengalihkan pembicaraan. "Apa?"
"Gue sama Aldi udah putus,"
°°°
"Gue benar-benar pusing sekarang," adu Aldi pada Tania yang menemaninya malam ini pergi minum ke mini bar yang tidak terlalu besar. "Kenapa? Bukankah lo akan baik-baik aja dan menjadi biasa saat lo minum alkohol? Minumlah," Tania memberi saran pada Aldi seperti biasanya.
"Gue kurang sempurna apa si buat Salsha. Saat gue berusaha memaksa diri gue sendiri untuk cinta ke dia, kenapa dia enggak mau tahu dan menolaknya dengan tegas seakan-akan gue cuma cinta sama lo," Tania terkekeh, dia hanya bisa menggelengkan kepalaya tidak begitu nyaman setelah Aldi mulai mabuk dan mengatakan omong kosong seperti biasa.
"Bukankah lo memang tulus sayang sama dia?" tanya Tania menanggapi, Aldi menganggukan kepalanya tegas. "Gue sayang, sayang banget sama dia. Tapi gue juga sayang sama lo, gue butuh lo karena dunia main kita sama. Salsha terlalu kolot untuk tahu soal sesuatu, dan gue butuh lo di luar Salsha," Tania terkekeh mendengarnya.
Jika yang dipertanyakan apakah Tania tahu segalanya, jawabannya adalah iya. Tania tahu Aldi mencintai Salsha dan Tania tahu jika Aldi juga membutuhkannya.
Rahasia terbesar Tania selama ini adalah. Dia sama sekali tidak benar-benar membagikan semua yang dia dapat dari Aldi pada siapapun. Baik Kania ataupun Iqbal. Tania menelannya mentah-mentah dengan perasaannya. Dia melakukan itu karena dia merasa diuntungkan.
"Bukankah lo tahu kalau Tania juga cinta sama lo?" tanya Tania sebagai orang lain yang menanyakan perasaan Aldi untuk Tania. "Gue tahu jelas," jawab Aldi sedikit ingin limbun.
"Tapi, kalaupun gue bisa bertemu dengan Tania lebih dulu sebelum gue bertemu Salsha, gue rasa pelabuhan pertama sampau terakhir gue adalah Tania, sangat disayangkan dia datang terlambat," Tania menghela nafasnya berat. "Jangan sedih," ucap Aldi mengelus wajah Tania seperti sudah kehilangan kendalinya.
"Tania masih ada di hati gue, dia yang tahu semua tentang gue, keadaan gue, kebutuhan dan dan semuanya. Salsha bodoh! Dia banyak bicara, terus marahan, bertengkar dan lainnya. Kalau dia percaya gue adalah yang berhasil mencintai dia, gue rasa gue enggak akan bisa pergi keluar setiap hari sama Tania," Tania menganggukan kepalanya setuju saat Aldi mengatakan kekesalannya kepada satu wanita di depannya.
"Oh iya, gue harus memberikan satu rahasia besar gue soal Salsha ke lo," ucap Aldi dengan suara berbisik, Tania yang seperti penasaran hanya mengikuti permainan Aldi yang mulai kehilangan kewarasannya karena banyak minum alkohol.
"Apa ini serius?" tanya Tania membuat Aldi terkekeh. "Banget, ayo mendekat," minta Aldi mendesak Tania untuk lebih mendekatinya. Merasa tidak bisa mengeluh Tania hanya menuruti saja, sayangnya Tania lupa jika Aldi yang sekarang adalah Aldi yang kehilangan kewarasannya.
Chu~~
Bibir keduanya menyatu dan Aldi menyatukannya dengan sempurna, Tania tertegun sedikit mwmengingat hal ini. "Bukankah," gumam Tania sedikit tidak percaya dengan apa yang sebenarnya terjadi dengannya.
"Gue sayang sama Salsha, sayang banget. Sampai rasa-rasanya gue mau mati, tapi sangat disayangkan kalau Tania jauh lebih nyaman di hati dan perasaan gue terlalu dalam. Dia masuk dan menindas perasaan Salsha sampai habis, sampai-sampai Salsha meminta hubungan kita (Aldi dan Salsha) berakhir sepihak," Tania menaikan satu alisnya bingung. "Maksud lo?"
"Salsha minta putus, tapi dia menyetujuinya sepihak. Gue menolak, Salsha pergi," racau Aldi sedikit hampir kehilangan kesabaran.
"Jadi lo mabuk karena Salsha?"
Membosankan ya? sabar kak, alurnya lagi diperjelas. Semoga enggak bosan ya.