"Raya mau ayah bunuh orang?" tanya ayah padaku setelah beliau menyimpan senjata ke dalam kamar, kami kini duduk bersama di ruang tengah, ada juga Bimo yang duduk di sebelahku dengan ayah dan mamah berada di sofa berbeda dari kami.
"Enggak!" ku jawab dengan gelengan keras.
"Kalau begitu, jangan lagi ceroboh. Berani itu boleh, harus malah, tapi perhitungkan dulu semua langkahnya setiap akan berbuat, jangan hanya nekat." ujar ayah padaku, beliau bicara dengan baik tanpa terdengar suara kerasnya.
"Iya ayah, maafin Raya karena gak hati-hati ...." ucapku tertunduk lesu.
"Dunia luar itu bahaya buat anak perempuan, ayah ngajarin anak-anak ayah untuk berani dan tangguh supaya bisa survive dan mempertahankan diri, bukan buat dihajar orang. Kalau malah dihajar orang, ya sudah pasti ujungnya ayah bunuh itu orang." timpal ayah lagi.
Aku diam saja, tak tahu harus bilang apa untuk menanggapi omongan ayah barusan.
"Ekhem ... Bimo juga, kedepan hati-hati. Awasin Raya baik-baik, sudah tau kan bagaimana kerasnya dia?" kali ini ayah menasehati Bimo.
Bimo tersenyum, mengangguk kemudian.
"Iya om, kedepan Bimo bakal hati-hati. Sudah malam om, Bimo pulang dulu, biar Raya bisa istirahat."
"Ya, pulang. Sudah malam." balas ayah sok tegas.
"iya Om, Tante, Bimo pulang dulu, makasih tadi makanannya enak." pamit Bimo pada mamah.
"Iya, hati-hati ya Bim. langsung pulang ya."
"Insya Allah tante." jawab Bimo penuh arti, bikin aku mengerutkan alis. Ini pasti ada yang di umpetin Bimo.
Aku menatap penuh selidik padanya, yang kemudian ia sadari saat sudah menoleh padaku, dia senyum sok polos untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan penuh curiga yang dia tahu pasti akan ku lontarkan.
"Hehe, aku pulang ya, Ray. Kamu istirahat, hoodienya simpen aja." katanya.
"Jujur, kamu mau kemana dulu?" curigaku dengan menyipitkan mata padanya.
"Hahaha ... iyaa ... iyaa ... ke tempat Akbar dulu, ada urusan dengan mas Topik."
Tuh! benar kan ... ada udang di balik sepatu! sesuai dengan tebakanku kalau ada yang akan dia lakukan sebelum pulang.
"Mau ngapain ke mas Topik?" tanyaku lagi.
"Besok aku ceritakan ya ... sekarang kamu istirahat biar gak tambah bengkak, besok gak usah sekolah dulu."
Nah, ini kebiasaan si Bimo yang menurutku menyebalkan. Kalau dia tak ingin cerita, pasti dia akan bilang 'besok aku ceritakan'.
Iya kan?! Kamu ingat kan kebiasaannya yang itu?!
"Besok kapan? Sampe Krakatau beranak 5 juga kamu gak bakal cerita." sungutku.
"Hahahah ... itu kamu tau, masih juga ditanya."
Ish! Aku langsung mendelik sebal padanya. Bimo hanya terkikik.
"Udah, aku pulang sekarang ya ...." pamitnya sekali lagi.
Tak kujawab, aku hanya bersungut sambil mengantarnya ke depan rumah menuju motornya. Ayah dan mamah masih duduk di ruang tengah, tak menghiraukan lagi obrolan kami.
"Jangan ngambek ...." katanya seraya menghadapku saat sudah sampai di motornya. Aku diam saja, tak menanggapi, menatap rumput di bawah kakiku.
Cup!
Bimo mendadak mengecup bibirku sekilas, hanya sekelebat tapi mampu membuat ku mematung terkejut. Ku dongakkan mataku menatapnya bingung.
Dia tersenyum geli melihat bagaimana wajahku yang seperti orang bloon.
"Itu obat, biar cepet sembuh." katanya lalu terkekeh.
Wajahku merona, tak bisa ku sembunyikan.
Ah! benar juga, bukankah kami sedang berada di halaman rumahku? Bagaimana kalau ada yang melihat? oh tidak!
Aku jadi ketar-ketir menoleh kanan-kiri, melihat jika ada orang yang memergoki.
"Gak ada orang ...." katanya lagi, kini Bimo sudah setengah duduk di jok motornya sambil melipat tangan di dadanya. Sepertinya dia tau apa yang sedang ku pikirkan.
Halaman rumahku memang agak luas, dan ada sebagian area yang remang karena lampu tamannya sudah mati, tak diganti oleh ayah dengan yang baru. Dan disinilah Bimo parkirkan motornya, mungkin tadi dia bermaksud agar saat ayah pulang, tak kesulitan memarkir mobil di garasi karena terhalang motornya.
Dari arah jalan pun takkan dapat jelas terlihat karena tertutup juga oleh tanaman mamah.
"Ngaco ah ...." kataku malu sambil membuang mata ke arah kanan.
"Hahahah ... besok aku obatin lagi." katanya masih juga mengangguku. Eum ... taulah maksudnya apa.
"Iih ... gak usah aneh-aneh ah!" kesalku sambil memukul lengannya.
"Hahaha, ya sudah, istirahat ya pacarkuu ... besok pagi pasti ngilu mukanya." Bimo berujar sambil mengusap sayang pada rambutku.
Perutku seperti ada roller coaster yang naik-turun setelah dengar dia bicara, ingin sekali aku memeluk dia sekarang juga, tapi malu. Takut ada yang lihat. Kuputuskan diam saja sambil mengulum senyum sumringah.
"Aku beneran pulang sekarang ya," pamit Bimo entah yang keberapa kalinya.
"Iya, hati-hati Bim. Jangan kelamaan ditempat Akbar." Kataku mewanti-wanti.
"Hmm ... kalau kemaleman mungkin aku nginap disana."
"Ooh ... oke, nanti kabarin ya."
"Oke yang, Assalamualaikum ...." Bimo bicara sambil menaiki motornya dan memakai helm.
"Waalaikumsalam ...."
Dia melaju pergi, aku kembali kerumah untuk segera mandi dan istirahat. Badanku benar-benar terasa remuk.
Kulihat jam di kamarku baru menunjukkan pukul 9 malam, tapi rasanya aku sudah ingin memejamkan mata setelah selesai mandi barusan.
KLIK
"Mbak Raya sudah tidur?" Irin membuka pintu kamar dan menjolokkan kepalanya untuk bertanya padaku. Aku menoleh ke arahnya.
"Belum Rin, kenapa? Sini masuk." ujarku sembari mengayun tangan sebagai tanda memanggilnya masuk.
Irin lalu masuk dan ikut berbaring di sebelahku, kemudian ia menghadap pada wajahku.
"Mbak Raya mukanya kenapa?"
"Gak pa-pa, Rin. Tadi ribut sama pacarnya mbak Sari, belain mbak Sari. Pacarnya jahat." kataku seadanya.
"Oo ..." mulutnya membulat.
"Terus, itu dipukul pacarnya mbak Sari?" tanyanya lagi.
"Iya, makanya mbak Raya bilang dia jahat. mukul perempuan."
"Hmm ... tapi gak kayak waktu mbak Raya SMP dulu kan?"
"Hehehe, enggak Rin. Ada mas Bimo yang nolongin mbak Raya tadi kok."
"Syukurlah, mas Bimo jagoan ya mbak?"
"Heheh, iya. Jagoan nya mbak Raya."
"Ah, mbak Raya, geli Irin dengernya."
"Ahahahahahah ... orang mbak Raya serius."
"Gak mau tauuu!!"
"Wkwkwkwkwk ..."
Begitulah aku dan Irin ngobrol hingga ketiduran, dan Irin tidur di kamarku sampai pagi esoknya.
--o0o--
>Bimo<3 :
[Jangan sekolah hari ini Ray]
Pesan dari Bimo pagi ini baru saja ku buka, diulangnya ucapannya tadi malam soal tidak usah masuk sekolah dulu hari ini. Rupanya dia masih khawatir dengan kondisi wajahku. Dia sangat tahu karena sudah sering mengalami, bahwa wajahku pasti akan ngilu sekali pagi ini, dan itu benar! Wajahku terasa kencang dan sakit. lebih sakit di banding kemarin.
Aah ... mau nangis rasanya.
Aku ingin sekali tak masuk sekolah sebenarnya, tapi minggu depan UAS sudah dimulai. Aku tak boleh ketinggalan pelajaran. Bisa gawat!
Belajar dengan Bimo juga takkan membantu, meskipun dia super pintar.
>Aku :
[Aku sekolah aja Bim, minggu depan UAS]
Send.
Tak lama, Bimo sudah balas pesanku kembali.
>Bimo<3 :
[Yakin? pinjem catetan temanmu ajalah.
Istirahat dulu]
>Aku :
[Yakin Bim, aku gak pa-pa
jemput ya, hehe]
>Bimo <3 :
[Oke, siap nyonya
30 menit lagi aku sampai]
>Aku :
[Sip. Aku mandi dulu]
Segera ku raih handuk di sebalik pintu menuju kamar mandi, cepat-cepat aku mandi agar nanti Bimo takkan terlalu lama menunggu.
Saat aku kembali, Irin sudah tak ada di kamarku, sudah pindah ke kamarnya sendiri.
Kupakai seragam yang sesuai dengan jadwal seragam hari ini, menyisir rambutku, memakai bedak tipis-tipis, lalu tak lupa lip ice pink beraroma cherry ku oleskan di bibir.
Wajahku nampak masih lebam, saat aku melihat kaca lemari. tapi tak begitu bengkak seperti kemarin. Kuraih masker dari laci meja belajar, memakainya agar tak begitu kentara saat nanti di sekolah dan jadi pusat perhatian.
Suara motor Bimo sudah terdengar berderu di depan pagar rumahku, ku sambar tas sekolahku, setengah berlari turun ke lantai bawah. Mencium tangan mamah dan ayah yang berada di meja makan.
"Raya berangkat mah."
"Kok sekolah? Gak sakit mukanya?" tanya mamah heran.
"Gak pa-pa mah, minggu depan UAS, takut ketinggalan catetan." jawabku sambil memasang sepatu.
"Oh, ya sudah, gak sarapan dulu? Berangkat sama siapa?"
"Nanti aja mah, Raya di jemput Bimo, tuh, orangnya sudah sampai."
"Oo ... ya sudah, hati-hati, jangan lupa sarapan nanti."
"Iya mah, Raya berangkat ya ... Assalamualaikum ...."
"Waalaikumsalam ...." Jawab ayah dan mamah serempak.
Aku berlari menghampiri Bimo yang masih duduk di motornya.
"Nunggu lama?" tanyaku saat sampai di depannya. Bimo hanya menggeleng, tampak matanya yang melengkung kebawah pertanda ia sedang senyum di balik helm full face miliknya.
Aku naik ke jok belakang, segera Bimo tancap gas ke sekolah.
1 chapter lagi, bakal ada chapter spesial POV Bimo! ada yang penasaran??
komen dibawah ❤❤