Ini sudah lewat beberapa hari sejak semua anak kantin belakang dipanggil oleh pak Baroto, dan masalah itu berakhir dengan skors 3 hari sebagai hukuman untuk kesalahan yang sudah mereka perbuat.
Keputusan itu didasari oleh kesepakatan guru-guru juga kepala sekolah, mengingat kak Bian yang masih dirawat dirumah sakit dan kak Hilda yang masih trauma pihak sekolah memutuskan untuk tidak memperpanjang masalahnya. Dan ku dengar pihak sekolah kami sudah melakukan pembicaraan dengan pihak dari SMA Pertiwi tapi aku juga tidak terlalu tahu detailnya seperti apa, yang jelas kali ini mereka yang terlibat perkelahian malam itu bisa dianggap lolos dari ancaman drop out sebab perkelahian itu bisa dibilang bukan sepenuhnya salah mereka.
Sekolah seketika jadi sepi sebab para biang keroknya sedang tidak di tempat. Kantin belakang sedang tak ada penghuninya. Seperti yang sudah kau tebak, hal ini jadi pembicaraan satu sekolah karena baru kali ini banyak sekali siswa di skors bersamaan, bangku-bangku kelas tampak banyak yang kosong, sekolah mendadak lengang.
Bimo yang sudah sering kena skors pun tetap santai saja menjalaninya, seolah-olah itu hal yang remeh. Meskipun Bimo sedang di skors, dia selalu datang ke sekolah tepat saat waktunya pulang untuk menjemputku.
Seperti hari ini, dia sudah duduk di atas motor hitamnya di luar pagar utama sekolah, sedang menungguku dengan senyum terkembang. Wajahnya nampak khawatir walaupun senyum tetap di tempatnya saat melihatku berlari semangat menghampirinya di sana dan berhenti terhuyung nyaris saja menabrak Bimo, dia menjulurkan tangannya menyambut ku yang terhuyung seperti orang yang berjaga-jaga, aku yang sedikit oleng jadi harus pegangan pada tangannya.
"Kenapa pake lari-lari Ray? Nanti jatuh..." Ujarnya sembari menangkap tanganku lembut, masih dengan senyumnya yang khas menyapaku.
"Hehe... Iya maaf jadi semangat!" Jawabku dengan cengiran kuda.
"Hahahaha.... Jangan lagi, nanti jatuh kesandung" Ucapnya seraya mengacak rambutku seperti biasa.
"Aaaaaah...Bimoooo..." Rengekku sambil membenahi surai depanku yang sudah sejak lama jadi favoritnya untuk di sentuh.
"Hehehe... berantakan juga tetep cantik, aku tetep suka" Ujarnya menanggapi rengekanku.
"Gombal ah! kamu mah iya suka, kalo di liat orang kan aneh jadinya..." Omelku padanya panjang lebar.
"Bagus dong.." Katanya
"Kok bangus?" Tanyaku dengan alis bertaut.
"Iya bagus, jadi gak ada yang suka padamu, hanya aku" Tuturnya sembari tersenyum puas.
"Haaaih... iyaa deeeeh..." Cibirku. Dia hanya ketawa.
Aku lalu naik ke motor Bimo, tentu saja di bagian jok belakangnya sebagai penumpang, setelahnya Bimo mulai melajukan motornya meninggalkan area sekolah yang masih ramai dengan mata mereka yang tertuju pada kami berdua. Kami putuskan untuk tak peduli.
--o0o--
Hari ini Rabu, 8 Oktober 2008.
Hari ulang tahunku, untuk tahun ini aku tidak lupa sebab sedari pagi Dwi, Sari dan Galih terus saja mencerca untuk minta traktiran. Mereka memang begitu.
Arif juga muncul kali ini, mengucapkan selamat ulang tahun dan menyalami ku. Bedanya kali ini dia tak memberi kado seperti biasa. Tahun lalu, ia datang ke sekolah membawa boneka Teddy Bear besar untuk kado ulang tahunku dan berakhir di sita bu Nilam karena aturan sekolah melarang bawa barang selain peralatan sekolah. Apalagi bonekanya besar sekali, seukuran badanku tentulah sangat mencolok.
Bimo belum juga mengucapkan apapun padaku soal ulang tahun, mungkin dia lupa? Ah, tapi mana mungkin lupa soalnya beberapa hari yang lalu dia masih membahas soal itu denganku. Mungkin sengaja terlihat lupa agar bisa mengerjaiku? Ya terserahlah, asal tidak nyeplokin telur saja.
Kantin sedang ramai dan sesak ketika kami ber-4 memasukinya, aku memutuskan mengabulkan permintaan 3 temanku ini berhubung tadi pagi ayah memberiku uang jajan lebih biar bisa traktir teman-temanku.
Di rumah, ayah dan mamah tak membiasakan kami merayakan ulang tahun dengan bikin acara atau apapun itu yang sifatnya ceremonial, paling hanya beli kue untuk di makan sama-sama atau mamah akan masak enak.
Sudah, seperti itu saja. Itu kenapa aku tak terlalu ambil pusing soal ulang tahun.
"Ray, disana aja yok" Galih menarik lenganku ke arah meja yang sudah ia incar, aku menurut mengikutinya bersama Dwi dan Sari di belakangku.
Susah payah kami ke sana karena sebagian besar murid sedang ngantri makanannya dan menutup jalan.
"Aduuh...rame amat sih, tenang nyonya Raya anda akan selamat sampai tujuan, kami akan melindungi, demi sate dan es jeruk!" Ujar Sari sok tegar sambil mengepalkan tangannya seperti pejuang.
"Betul! Hamba akan nerobos para rakyat jelata kelaparan ini biar nyonya Raya bisa lewat" Sambung Galih.
"Hamba bagian ngipasin aja deh biar Bos Raya gak kepanasan di kantin kumuh ini" Timpal Dwi sambil mengibas-ngibaskan tangannya di dekat wajahku.
"Hahahahah... Bagus, kalian tau diri! hahaha" Ucapku menanggapi drama mereka.
Kami masih saja ketawa sampai duduk di meja yang tadi kami incar, Galih pergi untuk memesan makanan.
Setelah makanan sampai kami makan dengan seru sambil cerita banyak hal sampai tak terasa bel masuk sudah berbunyi.
"Terimakasih Bos Raya sudah ngasih makan Hamba yang jelata ini" Ujar Galih masih melanjutkan dramanya tadi.
"Sering-sering ulang tahun ya" Sambungnya lagi.
Sontak kami ber-tiga ngakak dengar omongannya.
"Kalau aku sering-sering ulang tahun, cepet tua dong aku" Sungutku pada Galih.
"Bodo, yang penting makan enak" Balasnya.
"Galih kampret! Hahahahah..." Sari menimpali.
Kami ngobrol sambil jalan kembali ke kelas, koridor sudah mulai sepi karena murid-murid yang satu per satu sudah berada di kelasnya masing-masing.
"Kamu sama Mona gimana Lih?" Tanyaku yang membuat Galih seketika mendelik pada Sari, menuduhnya membocorkan 'rahasia'.
"Bukan aku! Mereka tau sendiri gara-gara dengar kamu ngomong 'Mini cintik, pijiin hiti mis Gilih'.. " Jawab Sari dengan gaya mencibir dan melengkungkan bibirnya kebawah.
"Ahahahahah.... Aku dan Dwi spontan ngakak lihat mimik wajah Sari"
"Ck...gak bisa emang punya rahasia dari kalian..." Omel Galih pada kami yang masih juga ketawa tak henti.
"Terus gimana? Ada perkembangan gak?" Dwi kali ini ikut bertanya.
"Gak! Di tolak aku, katanya dia udah punya pacar anak SMA lain" Ujar Galih murung, bukannya kasihan kami malah tambah menertawakan nasib naasnya.
"Hahahahah...udah cari target baru aja Lih" Hibur Sari sambil merangkul pundak Galih yang lunglai tertunduk sambil menepuk-nepuknya.
"Udah ada kok" Sahut Galih sambil mendongak ceria kembali dengan cengiran memyebalkan di wajahnya.
"Eeealaaah.. Gak jadi kasian aku, sompret!" Kesal Sari yang diikuti tawa kami hingga ke kelas.
Bimo hari ini tidak mendatangiku seperti biasa, aku juga tidak tau sebabnya. Apa dia bikin masalah lagi? Ah! Sudahlah... Biarkan saja barangkali sibuk main dengan kawan-kawannya yang juga tak nampak sedari pagi, nongkrong kembali di warung belakang.
--o0o--
Aku sudah di rumah, ini juga sudah lewat maghrib. Bimo juga mengantar ku pulang seperti biasa tadi siang tapi tidak mampir katanya ada urusan. Tak ada PR hari ini, seperti hadiah ulang tahun dari guru-guru untukku jadi aku memilih untuk berdiam diri di kamar sambil bingung pilih novel yang akan ku baca ulang.
Bbzzztt...bbzztt...
Ponselku bergetar tanda telepon masuk, dan ku lihat nama Bimo tertera di sana, tak pikir panjang langsung ku jawab telponnya.
"Halo Bim.."
"Salam dulu"
"Haha...Assalamualaikum pak Bimo..."
"Waalaikumsalam Bu Bimo..."
"Hahah..kok bu Bimo?"
"kalau istri pak RT di panggil apa?"
"Bu RT"
"kalau istri pak Bimo dipanggil?"
"Bu Bimo?"
"Yaudah.. Gak salah"
"Hahahah...jadi aku istrimu gitu?"
"Amiin... Doain ya"
"Ahahahah....iya amiin"
"Hehe..Ray aku kerumahmu boleh?"
"Ya boleh, kenapa pakai tanya?"
"Soalnya anak-anak pada mau ikut, katanya mau bikin ayam bakar buat kamu"
"Anak-anak siapa? Teman-temanmu di kantin belakang?"
"Iyaaa...kalau kamu risih, biar aku sendiri saja"
"Eem... Gak kok Bim, gak apa-apa ajak aja. Nanti aku bilang pada ayah kawanku akan datang"
"Oke"
"Bayu ikut? Suruh ajak Dwi"
(Bimo seperti sedang ngomong pada seseorang di belakangnya karena suaranya terdengar menjauh)
"Iya katanya, nanti jemput pacarnya dulu dia"
"Oke Bim"
"Temanmu yang satu lagi?"
"Sari?"
"Iya, mau diajak?"
"Siapa yang jemput?"
"Akbar"
"Iya ajakin!"
"Hahah.. Oke, setengah jam lagi kami sampai."
"Oke Bim, hati-hati"
"Iyaa.."
Telepon di tutup, lalu aku segera menghambur ke bawah menemui ayah yang sedang nonton di ruang tengah.
"Yah, kan Raya ulang tahun. Jadi teman-teman Raya katanya mau main kesini ramai-ramai, boleh gak?" Tanyaku pada Ayah.
"Temen siapa?" Sahut ayah.
"Teman Raya sama Bimo.. Hehe" Jawabku dengan cengengesan.
"Yasudah, jangan sampai kemalaman ngumpulnya, besok sekolah."
"YESS!! Makasih ayaaaah..." Seruku lalu mencium pipi ayahku.
"Mau bikin makanan apa Ray? kok gak bilang dari sore biar mamah bisa bikinin makanan" Ujar mamah setengah panik.
"Eemm.. Gak usah mah, kata Bimo pada mau bikin ayam bakar buat Raya, mungkin mereka bawa ayam nanti." Kataku.
"Ooh..mau bikin bakar-bakar ayam? yaudah nanti ambil kayu yang di sebelah garasi ada tuh masih kering sisa lebaran haji kemaren". Kata mamah padaku.
"Oke mah" Sahutku sambil mengacungkan jempol sembari melangkah naik kembali ke kamarku untuk ganti baju karena aku sudah pakai piama tidurku tadi.
Hmm...ini pengalaman pertamaku teman-teman datang ramai ke rumah, harus bagaimana ya nanti?? Ah entahlah! aku akan nempel pada Bimo saja tak payah berbaur.
Setengah jam setelahnya, terdengar suara motor yang ramai berhenti di depan pagar rumahku, nyaris memenuhi jalan kompleks, jadi ayah bilang untuk memarkirkan kendaraan mereka di halaman rumah saja supaya tidak mengganggu. Lalu ayah masuk lagi, bersama mamah dan Irin yang ikut keluar sebentar menyambut tamuku, Irin dilarang mamah untuk ikut nimbrung jadi mamah meninggalkan aku bersama kawan-kawanku di sini.
"Ganggu gak Ray?" Tanya kak Yogo yang juga ikut kesini meramaikan.
"Enggak kak, ayah sudah kasih izin kok" Jawabku.
"Oke!" Sahutnya lagi.
Dwi dan Sari melangkah mendekati aku, dan duduk berjejeran denganku di teras rumah. Sementara yang lain sibuk mempersiapkan unggun untuk membuat ayam bakar khas mereka sendiri. Mereka ternyata sudah menyiapkan semuanya, dari mulai beberapa ekor ayam mentah yang sudah bersih hanya saja masih utuh, tidak dipotong-potong, sampai ada juga yang membawa gitar.
Bimo juga sibuk ikut membantu setelah menyapaku terlebih dahulu tadi.
Mamah keluar lagi sebentar untuk meletakkan minuman kami. setelah semua siap, dan unggun sudah mulai berkobar mereka mulai memanggang ayam-ayam nya sambil saling bercanda dan saling ledek untuk kemudian tertawa bersama-sama.
"Yak, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh... Hari ini, kita berkumpul disini, di rumah ini dengan unggun yang jadi saksi bahwa kita pernah ada disini, bahwa kita pernah melalui waktu yang sama, di tempat yang sama, dihari spesial kawan kita, agar ini jadi satu kenangan untuk kita nantinya saat sudah dewasa, saat kita sudah tidak saling bertemu dan saling sapa... Spesial untuk yang sedang berulang tahun hari ini, sengaja sudah kami siapkan lagu untuk Araya Shofi Hasan... Selamat ulang tahun, semoga panjang umur kawan!" Agus berdiri menenteng gitar sambil menyampaikan kata sambutan katanya, dan kelak memang kata-kata Agus inilah yang membekas di hati kami setelah semua yang kami lewati bersama Akbar dan juga Bayu, dan kakak kelas kami kini.
Yang lain sepakat bertepuk tangan setelah sambutan Agus berakhir, riuh terdengar menanggapinya. Tawa jelas tergambar di wajah-wajah itu, wajah teman-temanku.
Mereka sedang senang, bersamaku. Saat itu aku sadar mereka bukanlah anak yang buruk atau jahat sama sekali, mereka hanya nakal, hanya bandel seperti remaja pada umumnya yang sedang mencari jati dirinya.
Lagu selamat ulang tahun milik Jamrud di senandungkan ramai-ramai oleh mereka dengan tatapan terarah padaku, aku yang jadi pusat perhatian seketika jadi malu, pipiku rasanya sudah memerah.
Bimo hanya ketawa lihat aku yang salah tingkah.
Iya, malam itu... Hari ulang tahun ke-17 ku yang paling seru, yang paling membekas di hati sebab mereka yang datang menghiburku, bersama si pusat semestaku saat itu yang sedang senyum dengan mata teduhnya, seolah menghujaniku dengan doa untuk kebahagiaanku.
Kami lalu sama-sama makan ayam bakar yang sudah matang, meskipun rasanya ada yang terlalu asin, ada yang terlalu manis kena kecap, tapi kami tetap senang. Dibawah temaram bulan sabit diatas sana.
Terimakasih untuk doa kalian, untuk kehadiran kalian. Aku senang. Seperti itulah kata hatiku saat itu.
Malam semakin beranjak, ayah bilang tak boleh sampai larut, jadi jam 10 kami sudah mulai membereskan sisa-sisa kesenangan kami, merapihkan semula kayu-kayu unggun yang tersisa, dan menutup bekas unggun dengan pasir agar tak nampak menghitam.
Sebelum pulang, Bimo datang padaku dan menyodorkan sebuah kado dengan bungkus yang tak rapi seperti ia bungkus sendiri. Aku ketawa lihat kadonya itu, dia jadi malu dan menggaruk tengkuknya lalu bilang
"Selamat ulang tahun, jangan ketawa itu penuh perjuangan bungkusnya. aku bikin itu seharian, semoga kamu senang"
Ucapnya tulus sembari menatap manik mataku lekat.
"Iyaa..makasih banyak kadonya, aku senang" Jawabku.
"Aku pamit ya.."
"Iya hati-hati Bim" Sahutku kemudian dan ia balas dengan anggukan.
"Arayaaa...Happy birthday, we love you soooo much...muach muach" Sari dan Dwi yang juga akan pulang menghujaniku dengan pelukan dan sibuk mengecup pipiku berbarengan. Heheh
"Dadaaaaah...sampe ketemu besok Raaay" Sari juga Dwi heboh sambil melangkah menuju motor yang sudah menunggu mereka.
Kulambaikan tanganku mengantar kepergian mereka semua dengan senyum lebar yang masih terpasang di bibirku. Aku melangkah ringan masuk ke rumah lalu naik ke lantai atas menuju kamarku tak sabar membuka kado darinya.
Cepat-cepat ku buka bungkusan tak rapi itu lalu kudapati sebuah gantungan kunci berbentuk kepala koala dan sebuah sketsa wajah seorang perempuan sedang tersenyum, iya.. Itu aku yang ada di situ, itu wajahku. Ada surat kecil disana bersama gantungan kuncinya.
'Katanya ini oleh-oleh dari Australia, dikasih sama Teguh karena bapaknya baru pulang dari sana. Tapi aku ingat kamu, lalu tak jadi kusimpan sendiri, biar kamu juga punya oleh-oleh dari Australi."
"Hahahahahaha....." Seketika aku ketawa baca isi surat kecil itu, maksudnya dia berusaha bilang kalau dia selalu ingat padaku meskipun itu hanya dari sebuah benda remeh, dia akan ingat aku. Heheh.
Aku beralih pada sketsa di sebuah kertas tebal berukuran sedang, bagus sekali sketsanya. Aku tidak tau dia bisa menggambar, dan pantas saja seharian tadi dia tak menghampiri aku, sebab ini yang jadi urusannya. Saat aku balik sketsa itu, ada puisi di baliknya, puisinya seperti ini :
Rimba Raya....
Jalan Raya....
Hari Raya...
Indonesia Raya...
Kamu dimana-mana..
Bikin orang senang...
Kalau kangen, aku tinggal lihat jalan...
Kalau kangen aku tinggal nyanyi lagu kebangsaan,
karena nama kamu di sebut terus
Ayahmu hebat
Ini menghibur... sekedarnya..
Tuh, pipimu bersemu...
tandanya kamu malu..
padaku?
Haha!
Ayolah!
Kamu itu seperti pasir, tak bisa di genggam erat
Seperti angin berdesir, menyejukkan
Kamu itu berani,
Berani...
Bikin aku jatuh hati, tanpa izin ku.
Mungkin aku yang lemah iman
Jangan jadi pengecut
Ayo sini hampiri aku
Jangan membisu
Jangan hanya pamer senyummu
Mentang-mentang bagus!
Kemarin ku tanya Samsul
Tentang kamu yang murung
Katanya...
Kamu selalu begitu
Jangan murung...
Aku akan menunggu di sana
Di persimpangan hidup kita
Membawa kuaci untuk ku makan sendiri
Kenapa?
Kamu mau?
Datang padaku saat itu,
Saat ku sebut namamu setiap akan tidurku
Saat ku sebut namamu dalam baris akhir doaku
Agar kau berbahagia selalu
Ku tunggu disana..
Di persimpangan waktuku denganmu
Agar kau ingat padaku
Orang yang bawa kuaci
Sambil merentangkan tangan untukmu
Selamat ulang tahun..
Aku tau kamu senang, aku pun demikian.
Kesini! Bawa senyummu
Supaya mimpiku jadi bagus
Aku mau kamu!
-Kata Bimo-
Aaaaakkh.... Aku terenyuh, ini puisi paling aneh yang pernah aku baca, tapi juga paling berkesan. Kenapa pula Samsul dibawa-bawa, kalau dia tau hidunganya pasti ngembang karena ge-er. Hahahaha
Bimo ku yang aneh... Kamu keren !
kata Samsul aku boleh pinjam namanya
-Bimo-