"Apa aku harus percaya sama kamu?"
Irona membalas tatapan Aksa yang sebenarnya sangat memabukan. Namun ia tidak boleh lengah dan oleng. Irona tidak boleh terbuai dan termakan bujuk rayu Aksa. Ia harus tetap pada pendiriannya.
"Ya harus dong, sayang. Kamu kan pacar aku." Aksa menyelipkan beberapa helai rambut gadisnya ke belakang telinga. Sedetikpun senyumnya tidak pernah luntur.
"Mampus! Gimana, nih? Gue nyerah aja? Eh, jangan, dong! Bisa gengsi" batin Irona.
"Kalau lo emang anggap gue pacar, kenapa lo berduaan sama Eva tanpa seijin gue?"
Skakmat!
Aksa bungkam dan memudarkan senyumannya. Irona merasa menang dan tersenyum sinis.
"Aku kan udah bilang, aku pikir dia mau ngomongin hal yang penting" kilah Aksa.
"Jadi, lebih penting dia dari pada ijin dari aku?"
Aksa terlihat gusar dan mengusap rambutnya dengan kasar.
"Oke. Aku minta maaf. Udah ya kamu jangan ngambek lagi." Aksa menyentuh pipi kanan gadisnya.
"Nggak mau!"