Matahari siang ini memancarkan cahaya yang sangat menusuk retina mata, Irona yang sejak tadi berdiri sebari menghormati bendera diatasnya mengeluarkan banyak peluh di dahi nya, namun sama sekali tidak mengeluarkan keluhan apapun.
Berbeda dengan Niken, sejak pertama ia berada disamping Irona hampir tidak terhitung ia mengoceh dan mengeluh.
"Panas banget gilaa" ucapnya gusar sebari menyeka keringat yang hampir jatuh diatas pelupuk matanya. "Heh Rona, lo ngga panas apa?" ia menoleh pada Irona yang sama sekali tidak terdengar rintihan keluhan ataupun mengajaknya bicara.
"Ya ampun gue panas banget" Niken terlihat seperti manusia kepanasan, tapi memang benar.
"Berisik!" jawab Irona tegas, telinganya pengang mendengar Niken yang tidak berhenti mengeluh. Pasalnya ia juga merasakan hal yang sama, namun apa dengan mengeluh semuanya akan selesai?
Niken menoleh seketika dan memasang wajah tidak suka pada Irona, namun satu kata yang terucap dari bibi Irona sangat berpengaruh untuk Niken, ia langsung diam dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Kring....
Bel istirahat berbunyi sangat nyaring, membuat seluruh siswa berhamburan keluar kelas. Ada yang pergi ke kantin, ataupun mereka yang membawa bekal sendiri dan memilih memakannya di kelas.
"Akhirnyaaaaaa" Niken menarik nafas lega, ia merentangkan tangannya dengan maksud meregangkan otot-otonya yang kaku.
"Nih minum" Aksa menghampiri Irona dan memberikan sebotol air mineral untuk kekasihnya, membuat Niken terbakar api cemburu.
"Aksa.. aku kan juga haus" ucap Niken memasang wajah sendu dan mata yang meminta belas kasih.
"Tuh dayang-dayang lo dateng" bukan Aksa yang menjawab, melainkan Irona. Ia menunjuk Putri dan Nadira yang sedang berjalan mendekat ke arah Niken dengan dagu nya.
Niken hanya mendengus sebal dan pergi meninggalkan dua sejoli ini dengan menghentak-hentakan kedua kakinya.
"Makasih, ya" Irona duduk dipinggir lapangan dan membuka air mineral yang Aksa berikan.
"Maafin aku, ya. Gara-gara aku ngga jemput, kamu jadi telat" Aksa menatap Irona dengan sendu, ia benar-benar merasa bersalah. Sejak tadi ia ingin sekali keluar kelas untuk menemui Irona, namun siapa yang bisa melawan guru killer. Dengan sekuat tenaga Aksa menahan keinginannya itu, ia harus bersabar sampai jam istirahat tiba.
"Ngga apa-apa. Aku nya aja yang kebo" Irona tersenyum, memang ini bukan salah Aksa. Ia tidak bisa terus menerus bergantung pada lelakinya, lagipula ia sudah terbiasa dihukum seperti ini jadi bukan hal baru lagi untuk Irona.
Arin dan Daffa datang menghampiri mereka, "Nih cemilan buat lo" Arin memberikan satu kantung plastik makanan untuk sahabatnya itu. Ia kasihan melihat Irona yang selalu dihukum karena kelakuan nakalnya.
"Makasih ya, Rin" Irona menerima pemberian Arin dengan wajah yang berbinar, ia beruntung dikelilingi oleh orang-orang yang sangat baik dan peduli.
"Lagian elo, padahal gue sama Aksa udah telfonin dari pagi. Tapi hp lo ngga aktif" Arin menatap Irona dengan sedikit kesal, bukan karena ia marah, tapi Arin tidak ingin melihat Irona kembali dihukum.
Irona hanya terkekeh setelah menenggak minumannya, "sori, ponsel gue mati" ia mengeluarkan ponsel yang sejak tadi pagi mati. Ia lupa menghidupkan ponselnya karena tidak sempat.
"Mending sekarang kamu makan yang banyak, ya. Pasti capek berjam-jam hormatin bendera terus" ucap Aksa lembut.
"Aksa, lo nggak malu punya pacar bobrok kayak dia?" Niken dan kedua temannya datang menghampiri Aksa, sudah pasti ia akan membuat masalah.
"Buat apa gue malu?" Aksa bangkit menghadap Niken, ia menatap Niken dengan tatapan menusuk dan memasukan kedua lengannya ke dalam saku celana.
Niken tersenyum miring, "Lo kan most wanted, kebanggaan sekolah, masa cewek lo pembuat onar"
Aksa tersenyum sinis dan membuang wajah, "Gue tahu Irona dari kecil, dan kalau dibandingin sama lo, kelakuan baiknya lebih banyak Irona"
Perkataan Aksa barusan membuat hati Niken mencelos, ia merasa hatinya nyeri ketika Aksa dengan terang-terangan memuji kebaikan Irona. Ia tidak tahan dan lebih memilih pergi meninggalan Aksa.
Irona tidak peduli dengan perdebatan Aksa dan Niken, sedari tadi ia hanya fokus dengan makanannya. Perutnya sangat lapar dan tenggorokannya sangat kering.
"Na, kok lo diem aja sih?" Arin menatap heran pada sahabatnya itu.
Irona mengangkat bahu acuh, "Gue laper. Ngga ada waktu buat ngurusin hal ngga penting" lanjutnya tanpa menoleh sama sekali ke arah Arin.
Aksa yang menyaksikan kekasihnya itu hanya tersenyum, ia suka ketika melihat Irona makan. Pasalnya Aksa seperti melihat anak kecil yang sedang menikmati makanannya, dan hal itu membuat Aksa selalu gemas dengan Irona.
***
"Gue bener-bener ngga tahan sama kelakuan Irona dan Aksa. Mereka udah keterlaluan" Niken menggeram dengan kesal, darahnya sudah naik ke ubun-ubun.
"Sabar, Nik. Lo juga yang suka sama Aksa, jadi lo harus nanggung semuanya"
Ucapan Putri justru menambah kekesalan dihati Niken, ia menoleh dan menatap Putri dengan tatapan penuh ancaman.
"Lo berani sama gue?" Niken mendekat ke arah Putri, ia berjalan semakin dekat hingga jarak mereka hanya tinggal beberapa centi.
"Bukan maksud gue kayak gitu. Tapi kalau lo suka, lo harus perjuangin Aksa gimanapun caranya" Putri masih terlihat tenang, hingga pada akhirnya Niken mundur dan memikirkan apa yang diucapkan oleh temannya itu.
Niken menjetikan jari, "Gue punya rencana"
***
"Yuk!" ajak Aksa pada Irona ketika keluar kelas. Seperti biasanya mereka akan pulang bersama layaknya sepasang kekasih lainnya.
"Kok kamu jalannya dibelakang sih?" Aksa menoleh, karena sejak tadi Irona berjalan dibelakangnya buka disampingnya.
"Ya aku menghormati kamu sebagai laki-laki" jawab Irona dengan kekehan diakhir ucapannya.
"Ck, aku itu butuh pendamping buat nemenin aku dan selalu berada disamping aku."
"Gombal teroooss..mikirin kawin kagak"
Aksa tergelak dengan penuturan kekasihnya, ia tidak mengerti kenapa wanita yang memiliki wajah secantik Irona memiliki mulut yang pedas dan nyeletuk. Tapi jujur saja Aksa menyukai Irona apa adanya, karena Irona tidak pernah berpura-pura menjadi oranglain ketika bersamanya.
"Aaaaaaaa... Aksaaaa" Irona terpekik ketika dengan tiba-tiba Aksa menggendong dirinya dengan gaya ala bridal style, untung saja sekolah sudah sepi hanya ada beberapa siswa yang sedang ekskul.
"Aksa turuunnn" Irona terus merengek dan memukuli dada bidang Aksa, namun Aksa tidak mempedulikan teriakan Irona yang sangat memekakan telinga.
"Aawhh.. Irona sakit" dengan terpaksa Irona mengigit lengan berotot Aksa, ia malu bahkan sangat malu jika diperlakukan seperti ini.
"Turunin akuuuu" Irona mengacung-acungkan kakinya berusaha untuk memberontak, namun tenaga Aksa memang sangat kuat. Bahkan ia tidak merasa berat ketika menggendong Irona.
"Diem!" ucap Aksa tegas yang membuat Irona nyali Irona ciut, ia takut kalau Aksa sudah mengeluarkan intonasi tegasnya. Irona hanya bersembunyi dan menelusup kedalam dada bidang Aksa, berusaha menyembunyikan rasa malu yang menyelimuti dirinya.
Irona bisa membayangkan betapa banyaknya siswa yang memperhatikan mereka.
"Kak Irona sama kak Aksa sweet banget, ya" ucap salah satu adik kelas mereka ketika dua sejoli ini melewati kawasan kelas sepuluh.
"Iya. Berasa nonton drama Korea gue"
Aksa sama sekali tidak memperdulikan bisikan-bisikan adik kelasnya itu, ia tetap berjalan dengan tenang dan tatapan yang lurus kedepan. Berbeda dengan Irona yang saat ini mungkin wajahnya sudah seperti kepiting rebus yang merah padam.