Pagi ini sepertinya Tuhan sedang berbaik hati pada Kota Bandung dan para penghuninya. Langit berwarna biru muda serta awan putih yang setia mendampingi dan matahari tidak hilang seperti kemarin. Fenomena ini bagaikan angin segar bagi ibu-ibu rumah tangga yang selalu direpotkan dengan jemuran yang belum kering.
Jam menunjukan pukul 06.30 WIB, Altamevia kembali dihebohkan oleh Zio dan Irona. Bagaimana tidak, mereka datang beriringan tanpa pertikaian seperti biasanya. Namun ada yang aneh disini, Zio membawa semua peralatan sekolah Irona, dari mulai tas, buku-buku pelajaran yang tebalnya bisa beratus-ratus halaman.
Irona yang memimpin didepan tersenyum bangga dan berjalan dengan sedikit angkuh. Tangan yang ia lipat dan menyunggingkan senyum kemenangan.
"Kok bisa sih?"
"Mereka bikin drama apa lagi dah?"
"Palingan si Zio kalah taruhan"
"Zio! cepetan dong!" Irona menatap kesal Zio karena berjalan sudah terlalu jauh dari dirinya. Zio yang berada dibelakang hanya memutar bola matanya malas.
***
"Irona, kamu mau kan jadi pacar aku?" Zio menggenggam kedua tangan Irona, matanya menatap lekat kedua mata Irona. Irona sedikit tidak percaya, ia mencoba mencari kebohongan diantara kedua mata Zio, namun tidak ada.
Irona sibuk dengan pikirannya sendiri, padahal ini adalah yang ia inginkan selama ini. Bertemu dengan Aksa dan meneruskan kisah mereka yang sempat kandas.
"Oke, kamu jangan lihat aku sebagai Zio. Tapi sebagai Aksa. Karena aku tahu kalau Zio pasti sama sekali ngga berarti buat kamu" Zio masih setia menggenggam tangan Irona, pandangannya sedikitpun tidak beralih. Ia ingin Irona melihat semuanya, karena memang tidak ada yang ia tutupi sama sekali.
Irona terlihat sedikit berpikir. "Tapi ada satu syarat" ucapnya.
"Apa?"
"Lo harus jadi asisten gue selama sehari, untuk mengakui kekalahan lo dari gue" Irona menyimpulkan senyum yang sulit diartikan.
Zio menaikan satu alisnya, "Maksud lo?"
"Gue kan sama lo musuhan, nah gue ngga mau kalau ada orang yang ngira gue takluk sama lo. Jadi lo yang harus mengakui kemenangan gue"
"Dasar cewek" Zio gemas dengan kelakuan Irona, ia mencubit kedua pipi gadis pujannya itu.
"Aw Zio sakit" ucap Irona manja. Bibirnya maju seperti seekor bebek, membuat Zio gemas.
"Aku akan lakuin itu. Asal kamu mau jadi pacar aku" Zio mengerlingkan sebelah matanya
"Dasar genit. Iya aku mau" Irona tersenyum hangat, ia senang karena lelaki yang selama ini ia cari adalah lelaki yang sama dengan yang ada di pikirannya selama ini.
Zio dengan spontan memeluk Irona, ia senang. Gadis yang selama ini ia inginkan akhirnya bisa menjadi kekasihnya.
"Makasih, Sayang" bisik Zio yang hanya dibalas dengan anggukan.
Malam itu menjadi saksi bagaimana dua insan berbeda jenis ini berbahagia. Ada cinta yang terbalaskan dan ada rindu yang sudah terobati.
***
"Kamu jahat banget sih" Zio meletakan tas dan buku-buku tersebut diatas meja Irona, ia terlihat lelah.
Irona terkikik geli melihat ekspresi kekasihnya, sebenarnya ia tidak tega namun ia tidak ingin dianggap kalah dari Zio.
"Maafin aku, ya. Kan cuman sehari"
"Iya-iya ngga apa-apa" Zio tersenyum hangat, tangannya mengusap lembut kepala Irona.
"Astaghfirullah!" tiba-tiba Arin masuk, dengan langkah cepat ia menghampiri dua sejoli yang sedang asyik memadu kasih.
"Kalian ini berdosa sekali, ngapain pagi-pagi udah mojok?"
Irona menarik nafas, "Rin, lo duduk dulu ya" Ia memegang kedua bahu Arin, bisa kacau kalau tidak segera dijelaskan.
"Jelasin sama gue!" tukas Arin
"Gue.... sama Zio... udah jadian" cicit Irona. Ia takut sekaligus sedikit malu. Pasalnya Irona dan Zio adalah musuh abadi, berita hubungan mereka akan terasa aneh jika tersebar luas.
"Oh.. gue udah kira sih. Tapi ngga papa, gue dukung kalian berdua" jauh dari ekspektasi Irona. Tidak ada ekspresi terkejut dari Arin, ia terlihat biasa saja.
"Lo ngga kaget?" Irona mengerutkan dahi, karena ia sendiri sudah berancang-ancang menutup telinga bilamana Arin tiba-tiba berteriak kencang.
"Haha" Arin tertawa sangat keras, "Ngapain gue kaget? kayak kalian ini artis aja" ia masih terkikik disisa-sisa tawanya.
Zio dan Irona hanya memutar bola mata jengah sekaligus bersyukur, karena tidak ada kendala apapun selama proses pertama hubungan mereka.
***
Semua wanita pasti menginginkan pria yang baik untuk pendamping hidupnya kelak. Entah itu ketika menjadi kekasih atau suami, tidak ada seorang pun yang menginginkan kegagalan dalam sebuah hubungan.
Namun kita tidak tahu seperti apa bentuk rencana Tuhan. Kerangka apa yang telah Ia ciptakan untuk kehidupan kita selanjutnya, tidak ada yang tahu. Sebagai makhluk yang berakal dan tahu diri, sudah menjadi kewajiban untuk kita selalu berdoa, semoga kelak diberi teman hidup dengan seseorang yang saat ini berada disamping kita.
Sebuah hubungan pun tidak akan lepas dari sebuah masalah, entah itu permasalahan individual atau dengan hadirnya orang ketiga. Siapa yang berharap hubungannya selalu diterpa masalah? tidak ada. Saat kita berani memulai jatuh cinta, disitu pula kita harus mulai siap dengan permasalahan yang hadir.
Irona selalu takut dengan masa lalunya, dimana ia dicampakan dengan tidak terhormat oleh seorang pria yang sangat tidak tahu diri. Detik ini ia harus memulai kehidupan baru, dengan Aksa, tidak ada harapan selain keadaan hubungan mereka selalu baik-baik saja.
Begitupun dengan Aksa, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa tidak akan membuat Irona menangis kecuali menangis karena bahagia. Yang pantas di genggam dari seorang lelaki adalah ucapan dan pertanggung jawabannya, Aksa bukan tipe orang yang suka ingkar janji. Baginya harga diri lelaki terlihat ketika ia menepati ucapannya.
Irona dan Aksa, memulai kisah baru mereka. Setelah sepuluh tahun terpisah, namun hanya raga yang berjarak, hati mereka masih dekat dan saat ini sudah melekat.
"Jangan bikin aku kecewa, ya" Irona menggenggam tangan kanan Aksa, ia mendongak sebari tersenyum.
"Promise" Aksa menatap kedua mata Irona, tatapannya sangat teduh dan senyum nya begitu tulus.
Irona menaruh banyak harapan pada Aksa, termasuk masa depannya. Ia berjanji akan menjaga semua ini, berjuang sebisanya dan bertahan demi keduanya. Baginya ini adalah awal yang sangat baru, ia tidak pernah merasakan cinta sedalam ini. Apakah Aksa adalah lelaki yang Tuhan takdirkan untuknya? entahlah, hanya author yang tahu.
Aksa tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, namun ia berjanji akan menjaga Irona dan hubungan mereka. Tidak ada yang dapat memisahkan mereka, kecuali tangan Tuhan.
"Irona" panggil Aksa lembut
Irona hanya mendongak, karena ukuran tinggi mereka yang terbilang jauh. Irona yang hanya sebatas bahu Aksa sangat sulit untuk menatap wajah tampan kekasihnya.
Aksa berbalik menghadap Irona, "Aku sayang kamu, teramat" jemari tangannya mengusap lembut kedua pipi Irona. Irona tertegun, ia tidak bisa berkata apa-apa. Baginya Aksa adalah sosok lelaki yang sangat tampan.
"Terimakasih Tuhan, pemberianmu yang sangat sempurna" batinnya.