"Nin, besok Minggu datang ya kerumah, aku mau tunangan." guman Septi ketika ia menelepon Nindi.
"Astaghfirullah, Nisa!" Nindi sontak berteriak dari ujung telepon. "JANGAN BERCANDA, KAMU MAU TUNANGAN SAMA SIAPA?"
Septi menjauhkan Smartphone dari telinganya, wah gila Nindi, apa anaknya belum tidur jadi ia bisa teriak-teriak macam itu?
"Serius lah! Aku mau tunangan, kamu pikir aku lagi halu?" Septi tersenyum kecut.
"Pangeran Abdul Mateen beneran melamar kamu?"
Sontak Septi terkekeh, astaga dia masih ingat juga perihal bercandaan mereka waktu di klinik dulu.
"Bukan nih, aku dilamar Pangeran William, mau dijadiin isteri kedua." balas Septi kesal.
"Woy, aku serius Nis. Kamu mau lamaran sama siapa?"
"Sama calon suamiku lah, memang siapa lagi?" Septi benar-benar kesal, lihat saja sendiri dengan siapa ia bertunangan, biar jantungan sekalian.
"Iya tapi siapa? Astaga, aku belum percaya."
"Jangan bawel, besok datang dan lihat sendiri!" Septi buru-buru mematikan sambungan telepon.
Septi terkikik, ia jamin pasti Nindi akan histeris melihat siapa yang melamarnya kelak. Septi membuka WhatsApp-nya, lalu di WAG Medioke Sableng, grub semasa kuliahnya dengan empat sahabatnya yaitu, Nindi, Lili, Tania dan Uvi. Dimana hanya dia sendiri yang anak kebidanan, lainnya dokter semua.
Disana ia hendak mengetikkan undangan itu untuk sahabat-sahabatnya itu. Lili sih masih di Solo, yang lainnya yang jauh jaraknya.
Nindi di Jakarta, Tania di Surabaya, dan si Uvi kemarin pindah ke Sulawesi. Astaga, ia makin bersyukur karena dulu batal ambil kedokteran. Kalau tidak entah sekarang di mana ia berada.
'Assalamualaikum, haii gengs ... mohon doanya ya, besok Minggu Danisa mau lamaran nih. Yang free bisa banget datang kerumah ya, yang jauh mohon doanya saja.'
Tak perlu waktu lama, grup petugas medis soplak itu langsung heboh.
Lili
SERIUSAN WOY? KITA SEKOTA DAN AKU BARU TAHU SEKARANG? MAKSUD LU APA, NIS?
(MAAF CAPSLOK JEBOL)
Nindi
NAH BENER NIH, KAMU NGEHALU YA? LILI AJA SAMPAI NGGAK TAHU, DAN MENDADAK BANGET MAU TUNANGAN? YANG BENER AJA, DANISA!
(CAPSLOK IKUT JEBOL)
Tania
Nis, aku tahu kamu lama jomblo, tapi nggak gini juga, Nis!
Lili
TAU NIH ANAK, MANA SEKARANG JARANG MAIN KE RUMAH, KECANTOL ORANG MANA SIH? JANGAN BILANG SUAMI PASIEN MU YANG PARTUS KEMARIN!!!
Nindi
NAH, MAU AKU JODOHIN SAMA TEMENKU SOK-SOKAN NOLAK, MALAH SEKARANG HALU!!
Uvi
Nisa, kamu seriusan nggak nih? Prank mu nggak lucu
Septi sontak terpingkal-pingkal, dasar nggak ada akhlak semua memang teman-temannya itu.
"Astaghfirullah, serius aku mau tunangan." Septi mengirim voice note lalu mengirimkannya ke grup.
Lili
BODO! KENAPA AKU BARU TAHU? ANAK MANA SIH?
Uvi
Iya nih, mendadak banget sih?
Tania
Beneran to mau lamaran ini?
Nindi
HALU KALI
Septi terbahak-bahak, ia kemudian memfoto kalung pemberian Mama Bara kemarin, lalu mengirimkan foto itu ke grup.
'Nih dari calon mama mertua, oleh-oleh mutiara lombok.'
Lili
JANGAN KEMANA-MANA NANTI SORE, PULANG DARI RS GUE KESANA!
Uvi
Bantai, Li ... Bantai
Tania
Segera investigasi Li, lapor ke grub.
Lili
TENANG, SUAMI GUE SOHIB ABANGNYA, BIAR NANTI DIA GUE AJAK, TANYA KE ABANGNYA.
Nindi
BENER TUH, KALAU PERLU VIDEOIN SUAMI MU PAS INTEROGASI ABANGNYA LI.
Lili
JANGAN KHAWATIR, TUNGGU SAJA
Tania
Ini kakak ipar sama adik ipar hengpon nya minta ganti semua apa gimana sih? Caplsok muluuu
Lili
CAPLSOK JEBOL
Nindi
CAPLSOK JEBOL (2)
Septi tertawa, ya ampun memang kalau ngobrol di WAG satu ini selalu sukses membuatnya tertawa terbahak-bahak tidak berhenti. Segitu parahnya kah kadar jomblonya sampai-sampai teman-temannya itu tidak percaya bahwa ia mau lamaran sekaligus tunangan?
***
Septi baru saja turun dari motor ketika Pajero putih itu berhenti tepat di halaman rumahnya. Siapa lagi kalau bukan Dokter Yudha dan Lili.
Septi bergegas melepas helmnya lalu melambaikan tangan. Lili tampak terburu-buru turun dari mobil, snelinya masih menempel di badannya.
"Mana Abang mu, Nis?"
Septi terkekeh, "Jadi kesini tuh nyariin Bang Andre?"
"Bawel, aku mau ketemu abangmu."
"Sore Mas Yudha." sapa Septi pada sosok Dokter Yudha yang ikut turun itu.
"Sore, mana abangmu, Nis?" sama seperti istrinya, yang dicari Dokter Yudha tentulah Andre, Abang Septi.
"Di dalam Mas, ayo masuk." Septi tersenyum, "Ada acara apa nih kok tumben pada kemari."
"Acara apa katamu, nih Lili ngomel Mulu dari tadi katanya kamu mau tunangan tanpa cerita dulu sama dia." Dokter Yudha terkekeh, ia sudah bosan sepanjang jalan istrinya ngomel terus.
"Lha gimana lagi Mas, semua serba dadakan." Septi tersenyum kecut.
"Nggak hamil duluan kan?" tanya Lili spontan sambil mengelus perut Septi.
"Ngawur!" Septi menepis tangan Lili. "Masih segel, Shay!" bisik Septi di telinga Lili.
"Lalu kenapa mendadak?"
"Ya jodohnya juga datang mendadak kok." jawab Septi santai.
"Jadi kamu dijodohin?" pekik Lili terkejut
"Bukan, pilihan dia sendiri itu, Li." Andre tiba-tiba muncul, lalu menjabat erat tangan Yudha.
"Jadi beneran mau tunangan ini Bang?" tanya Lili tak percaya pada Andre.
"Iya, tunangan dulu Minggu depan itu. Nikahnya tahun depan, insyaallah." Andre tersenyum, lalu mempersilahkan dua tamunya itu duduk.
"Nih Lili ribut aja dari tadi, Ndre. Masih belum percaya dia kalau adikmu mau tunangan." Yudha tersenyum kecut, dasar wanita apa-apa dibikin heboh.
"Aku juga belum percaya sebenarnya, Yud." Andre tertawa. "Nggak pernah bawa cowok pulang, tau-tau main dilamar orang. Gimana aku nggak syok?"
"Sama siapa sih Bang nanti tunangannya." Lili melirik dalam rumah, Septi baru mengambilkan minum tadi.
"Namanya Abimana, selera dia pengusaha, Li. Dokter macam kita mah lewat." Andre tersenyum kecut. Padahal ia pengen menjodohkan adiknya itu dengan salah satu sejawatnya yang sudah on the way dokter spesialis.
"Oh gitu," Lili menoleh menatap suaminya yang masih diam menyimak itu.
"Nggak ada niatan ikut-ikutan kan?" tanya Yudha sambil balas menatap Lili.
"Ikut-ikutan apaan?"
"Nanti kamu jadi pengen ikutan punya suami pengusaha juga lagi, kan aku yang repot." seloroh Yudha sambil terkekeh.
"Nggak lah, gila apa?" Lili buru-buru mencubit gemas perut suaminya itu.
"Halah nggak usah gitu, Yud! Dulu Lili ngamuk lari ke sini aja kamu bingung." goda Andre sambil tertawa terbahak-bahak.
"Bingung lah, namanya juga sayang. Nggak mau kehilangan lah."
"Cie, sayang sayangan." Septi muncul sambil membawa empat gelas es sirup dan sepiring kue bolu.
"Nggak usah sirik, besok juga bisa sayang sayangan kan?" Lili meraih segelas es sirup lalu menyedotnya.
"Iya lah, emang kamu terus yang boleh? Aku juga mau lah."
"Kirain mau nungguin bayi yang kamu tolong lahiran kemarin." Yudha ikut meraih gelasnya.
Septi memutar bola matanya dengan gemas. "Please deh, anaknya udah matang siap membuahi, aku nya udah menopause nggak bisa dibuahi."
"Lho siapa tahu masih bisa, iya kan?" Yudha terkekeh, kemudian diikuti tawa yang lainnya.
Septi hendak kembali membuka mulut ketika Smartphone miliknya berdering. Abimana? Nama itu yang muncul di layar. Sontak ia berdiri dan menjauh.
"Hallo, gimana Bi?"
"On the way kerumah ya, mau ajak jalan-jalan nih. Kamu capek nggak?" suara itu seolah-olah jadi pembangkit semangat untuk Septi.
"Oh enggak kok, santai. Tapi ini Dokter Yudha sama Lili ke sini."
"Adiknya Bastian itu ya?"
"Iya, mereka di sini nih. Tuh sama Abang baru ngobrol." Septi melirik ke teras, tampak Lili sedang memperhatikan dirinya.
"Wah kalau gitu tunggu mereka pulang dulu. Bisa-bisa gagal sureprise kita ke Nindi."
"Nah itu, jangan on the way dulu Bi, tunggu kabar dari aku ya!"
"Oke kabari ya, aku tutup dulu Sayang."
Ahh, kenapa tiap Bara memanggilnya sayang wajah Septi jadi memerah seperti ini? Rasanya lain. Septi buru-buru menggeleng perlahan, mencoba biasa saja lalu kembali melangkah bergabung dengan tiga dokter yang tengah mengobrol itu.