App herunterladen
7.69% BARA / Chapter 10: Interogasi

Kapitel 10: Interogasi

Hari ini Hanifa kembali berangkat kerja, badannya sebenarnya masih sama sih pegal di sana sini, apalagi pangkal selangkangannya itu masih terasa pedih. Bagaimana tidak kalau anak bosnya itu terus menggarapinya tanpa henti. Dasar, bapaknya alim padahal, anaknya bisa ya kayak gitu? Dumel Hanifa kesal dalam hati.

Tapi bukankah ia bisa menolak? Lalu kenapa ia hanya diam pasrah saja? Bahkan turut menikmati sentuhan laki-laki itu pada tubuhnya. Ahh dasar aneh!

Hanifa melangkah masuk ke kantor, kemudian naik ke lantai atas di mana mejanya berada. Disana sudah ada Silfi dan Nisrina, yang kemudian memandangi dirinya lekat-lekat dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.

"Apaan sih kalian?" Hanifa risih dipandangi seperti itu oleh teman-temannya. Ia kemudian duduk di mejanya.

"Ceritakan padaku, apa yang sudah kalian berdua lakukan?" desak Silfi kemudian mendekati meja Hanifa.

"Apa? Aku melakukan apa memangnya? Sama siapa?" tanya Hanifa mencoba mengelak.

"Kamu ke apartemen Pak Bara kan kemarin?" cecar Nisrina tak sabar.

"Iya, minta tanda tangan beliau." jawab Hanifa santai.

"Terus kalian ngapain sampai kemudian yang antar berkas itu kemari Pak Bara? Kenapa kemarin kamu nggak masuk?"

"Iya, kenapa kamu sampai dua hari nggak pulang ke kost, kamu kemana?"

Hanif gelagapan ketika dua temannya itu mencercanya dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Lantas ia harus jawab apa? Bilang kalau selama dua malam dia ditahan di apartemen anak bosnya itu untuk menjadi teman tidurnya? Tidak mungkin!

"Dan aku perhatikan jalanmu berbeda pagi ini, habis ngapain semalam?" tanya Nisrina tanpa Tedeng aling-aling.

Hanifa makin memucat, kenapa dua temannya itu jadi macam agen FBI yang lagi mengintrogasi target penangkapan sih? Hanifa benar-benar bingung harus menjawab apa, hingga kemudian sosok itu muncul dengan penuh wibawa melangkah menuju ruangannya.

"Pagi Pak!" sapa mereka kompak.

"Pagi!" jawab Bara singkat seperti biasa. "Han, tolong ke ruangan saya!" perintahnya lalu kembali melangkah masuk ke dalam.

Hanifa hanya mengangguk ia kemudian bangkit dan hendak melangkah menyusul masuk ke ruangan bosnya itu.

"Ettttt ... eettt ...." cegah Silfi sambil meluruskan tangannya, menghadang tubuh Hanifa yang sudah hendak melangkah itu.

"Apaan sih, sudah ditunggu pak bos itu!" Hanifa mendumel, ia benar-benar harus lari sekarang daripada ia harus mati kutu menjawab pertanyaan-pertanyaan biang gosip itu.

"Jangan kau pikir kau bisa lari ya! Kami tunggu jawabanmu!" ancam Nisrina lalu menurunkan tangan Silfi, membiarkan Hanifa melangkah menuju ruangan bosnya.

Hanifa hanya memanyunkan bibirnya, ia kemudian melangkah masuk ke ruangan bosnya.

"Nggak salah lagi nih!" bisik Silfi pada Nisrina. "Udah diperawanin dia!"

Nisrina hanya mengangguk setuju, wajah Hanifa juga tidak bisa bohong. Ia tahu betul wajah-wajah itu, wajah yang sudah pernah tersentuh dan menikmati surga dunia.

"Bener ih, udah digarapin dia sama pak bos ganteng!"

***

"Duduk!" guman Bara ketika Hanifa masuk dan sudah berdiri di depan meja kerjanya.

"Ada apa, Pak? Ada yang bisa saya bantu?"

"Sayang ... jangan seformal itu kepadaku ketika kita hanya sedang berdua seperti ini!" protes Bara sambil tertawa.

Sayang? Sontak ada yang menusuk hati Hanifa dalam. Betulkah bos muda itu mencintai dan menyayangi nya?

"Maaf ...." desis Hanifa sambil menundukkan kepalanya.

"Mereka penasaran dengan apa yang sudah kita lakukan?" tanya Bara to the point.

Hanifa mengangkat wajahnya, menatap sosok itu yang tampak sangat luar biasa dengan Hem Maroon dan dasi hitamnya itu.

"Betul, Mas!" jawab Hanifa lirih.

"Perlu aku yang bilang pada mereka bahwa aku akan menikahi mu?"

"Jangan ... itu belum perlu, Mas." cegah Hanifa cepat.

"Oke kalau itu mau mu, jawab saja apa adanya juga tidak masalah!" ujar Bara santai.

"Mulai hari ini pindah ke apartemen ku, tinggalkan kost mu!" perintah Bara tegas.

"Tapikan kita belum bisa tinggal bersama, Mas." Hanifa benar-benar terperanjat dengan perintah yang diberikan kepadanya itu.

"Apartemen itu bebas, Han! Santai lah!"

Hanifa menghela nafas panjang, pindah tinggal bersama? Tidur satu ranjang bersamanya? Ahh ... rasanya Hanifa sudah tidak bisa tidur dengan nyenyak lagi!

***

Nisrina dan Silfi langsung mendekati Hanifa ketika gadis itu keluar dari ruang si bos. Mereka harus mendapatkan jawaban dari segala kemungkinan-kemungkinan yang terus berputar dikepala mereka sejak kemarin.

"Gimana, ayo jawab! Servis pak bos enak nggak?" tanya Silfi mulai kurang ajar.

"Heh, ada pertanyaan lain nggak?" Nisrina buru-buru menonyor kepala Silfi, dasar mesum!

"Kan penting juga itu, seganteng itu ya ampun, nggak bisa bayangin kalau ditiduri sama sosok ganteng bertubuh atletis macam dia, aduhh ... aku basah!"

Hanifa dan Nisrina kompak mengeryit sambil menipuk gadis itu. "Dasar mesum!" guman Hanifa dan Nisrina bersamaan.

"Serius, lihat orangnya aja aku auto basah, apalagi kalau sampai disentuh dan di ... aduh! Auto banjir!" pekik Silfi sambil geleng-geleng kepala.

Hanifa dan Nisrina hanya menatap sosok itu dengan tatapan nanar. Kasian, padahal jomblo, tapi khayalan tentang ena-ena nya sampai mana-mana. Dasar!

"Heh, udah! Mengkhayal terus!" Nisrina mencubit lengan Silfi. "Balik fokus ke Hanifa nih!"

"Oke-oke, sekarang jawab! Kemana kamu dua hari nggak balik ke kost?" tanya Silfi dengan tatapan penuh tanya.

"Aku ke rumah saudaraku, ya ampun!" jawab Hanifa berusaha tenang.

"Jadi kamu kemarin nggak masuk karena kerumah saudaramu? Bukan karena sakit?"

"Eh apa? Sakit?" Hanifa tersentak, ia menatap satu persatu wajah temannya itu.

"Iya, kata Pak Bara kamu sakit, surat dokternya sudah kamu kirim ke beliau kata dia kemarin."

Mampus! Kenapa bosnya itu tidak bilang kemarin? Jadi makin terpojok kan dianya? Astaga! Lantas harus menjelaskan yang bagaimana pada dua Miss kepo ini?

"Hayo, yang bener yang mana nih? Udahlah jujur saja!" desak Silfi tidak mau menyerah.

"Astaga, kalian ini kenapa sih? Memangnya kalian kira aku ngapain?" Hanifa masih berusaha mengelak.

"Ya kamu ke apartemen Pak Bara, terus ena-ena berdua di sana, sampai kemarin kamu lemes nggak biss jalan, terus kemarin kamu nggak masuk. Gitu sih dugaanku." guman Silfi menjelaskan analisisnya.

"Ihh ... gini nih pikiran kalo nggak pernah disapu! Ngeres!" Hanifa memanyunkan bibirnya, memang itu yang terjadi kan sebenarnya?

"Udah jangan ngalor-ngidul gitu ah! Jawab aja susahnya apa sih?" Nisrina ikut tidak sabar.

"Apa yang harus aku jawab sih?" Hanifa benar-benar sudah lelah dan kesal!

"Punya Pak Bara enak? Servisnya memuaskan nggak?" tanya Silfi lagi tanpa tedeng aling-aling.

"Enak banget Sillll!!! Sampai merem melek teriak-teriak pokoknya!" jawab Hanifa gemas lalu bangkit dan melangkah toilet.

"Oh my God!" desis Silfi dengan mulut ternganga.

"Sudah pecah nih perawan temen kita yang selama ini alim!" guman Nisrina tak percaya. Mereka terus menatap sosok yang tengah melangakah ke kamar mandi dengan seksama.

"Aku juga mau ihh!" desis Silfi gemas.

"Dasar mesum! Memang dia mau sama kamu?" ujar Nisrina sambil menatap gemas ke arah Silfi.

"Suruh coba dulu deh, dijamin memuaskan!" guman Silfi sambil terkekeh.

"Dasar edan!"


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C10
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen