"DEVAN!"
Anak yang sudah mulai beranjak dewasa itu memutar bola matanya malas. "Kenapa si," keluhnya dengan kesal, dia benar-benar malas dengan dady nya saat ini.
"Udah dady bilang, kalau dari awal kamu enggak mau sekolah, ya bilang sama dady. Biar dady sekalian enggak sekolahin kamu, biar jadi bajingan selamanya!" Devan menatap nyalang dady nya, tersenyum miring dan memperlihatkan ponselnya.
"Apa? Bajingan?" Devan tertawa lumayan lama, tidak. Itu hanya untuk mengejek. Devan sangat suka melakukannya akhir-akhir inj.
"Devan udah jadi bajingan dari awal, pernah masuk penjara, jadi tahanan dua tahun, pernah hampir melecehkan anak orang, dan sering keluar masuk club malam untuk bersenang-senang. Bagian mana lagi Devan kurang bajingan. Ini juga karena dady, Devan miskin juga karena dady, kalo dady lupa,"
Aku kasar, aku emosional, aku selalu sesuka hati, aku selalu mengaturmu, aku selalu mendominasi gerakmu, aku selalu ragu atas perasaanmu, aku selalu curiga dan aku tidak mudah percaya.
Maaf, aku juga manusia. Selalu kurang puas, dan aku selalu merasa masih kurang mengekangmu. Salahkan dirimu yang membuatku haus untuk marah. Semua masalah ada di dirimu. Karena kamu terlalu sempurna dan mau menerimaku yang brengsek ini.