App herunterladen
63.63% BILARA / Chapter 28: Bagian XXVII

Kapitel 28: Bagian XXVII

Semalaman Ara bersama dengan Astri bercerita panjang lebar. Bercerita tentang kehidupan Ara, pun bercerita tentang kehidupan Astri. Mereka saling menguak jati diri masing-masing, saling terbuka selebar-lebarnya. Berusaha tidak ada yang akan ditutupi kembali. Ara percaya dengan Astri, dia bisa menjaga dan melindunginya dengan baik. Sudah dari awal pula ia meyakini bahwa Astri nantinya akan menjadi temannya. Teman untuk selama-lamanya. Semoga doanya ini didengar oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dikabulkan.

Walaupun demikian, manusia tak akan luput dari kesalahan. Tidak mungkin tidak pernah lupa. Seperti Astri menunjukan jati dirinya, masa lalunya, dan hal-hal yang seperlunya diketahui oleh Ara, supaya nanti tidak akan terjadi kesalahpahaman. Rupanya, masih terdapat beberapa hal yang tidak tersampaikan. Hal yang bahkan paling penting seharusnya untuk Ara dengar.

"Ra, kamu udah siap?" Astri mengetuk pintu kamar Ara yang masih tertutup itu.

Tidak lama kemudian, Ara menampakkan wujudnya setelah membuka pintu. "Iya, Astri aku sudah siap. Tapi kenapa kamu pagi-pagi seperti ini sudah di depan kamarku?"

"Hehe, kita berangkat bersama, ya. Anggap aja ini adalah permintaan maaf aku."

"Maaf apanya? Kamu saja nggak salah."

"Ya udahlah. Pada intinya aku mau berangkat bersama kamu."

"Iya, Astri. Ayo kita berangkat," ajaknya.

"Ayo!" katanya bersemangat. "Aku mau ambil motor dulu di garasi, kamu ke depan aja dulu, Ra."

"Baiklah."

Sesampainya Ara di gerbang tempat kos Ara dan Astri, Ara berdiri di dekat gerbang. Berulang kali ia menghirup dan menghembuskan napasnya. Berulang kali Ara mengatur dirinya untuk tenang. Namun, ia tidak tahu yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Ara merasa gelisah. Ia merasa bahwa dirinya sedang tidak tenang. Firasatnya mengatakan bahwa akan terjadi suatu hal yang tak ia senangi nantinya. Pun ia jelas tidak tahu akan hal tersebut. Selalu seperti ini sedari dahulu. Jika ia merasa tidak tenang dan gelisah, maka nantinya ia akan ada hal yang membuatnya tidak suka.

Hanya menunggu kurang lebih lima menit, Astri sudah berada di depannya bersama motor kesayangannya itu. "Siap, Ra. Berangkat sekarang kita."

"Pelan-pelan saja, ya. Jangan terlalu ngebut seperti sebelumnya."

Astri menyerahkan pelindung kepala pada Ara untuk dipakai.

"Santai aja, Ra. Kamu tinggal duduk manis dan sampai di tempat tujuan dengan selamat." Lalu, roda motor Astri berputar membawa badan motor, pengendara, dan penumpangnya melaju ke depan.

Ketika berada di perjalanan, Ara melihat banyak orang-orang berlalu lalang. Orang yang sedang bekerja, orang yang akan berangkat bekerja, sampai orang-orang yang sekedar bersantai di taman atau berjalan-jalan di atas trotoar. Pada saat mendekati jalanan berlampu lalu lintas, warna lampu berubah menjadi merah. Menandakan para pengendara untuk menghentikan kendaraannya pada jalur yang tepat.

Ara melihat ke arah samping jalan, ia mendapati sekumpulan manusia sedang berkumpul. Entahlah, ia tidak tahu akan hal yang sedang dilakukan oleh mereka. Yang ia lihat, manusia-manusia itu seperti tengah kebingungan di pagi yang cerah ini. Namun, masih terdapat satu atau dua orang tidak pada posisi yang sama. Mereka bersikap tenang dan biasa saja. Saat itu, matanya tidak sengaja menangkap mata salah satu orang yang tadinya bersikap tenang itu berubah melotot ketika pandangan mereka bertemu. Tentu Ara merasa tidak nyaman, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Berharap orang tersebut tidak melihat, bahkan sampai melotot ke arahnya.

"Bener, guys. Dia orangnya."

Seseorang itu mendekati Ara. Dari jarak satu sampai dua meter, dia berkata demikian. Mengarahkan jari telunjuknya pada Ara di depannya sembari menoleh ke belakang. Suaranya keras, mungkin supaya teman-temannya itu mendengar ucapannya karena jalanan yang cukup bising di pagi hari ini. Akibat dari hal tersebut, orang-orang di sekitar sana menjadi mengalihkan atensinya pada Ara dan seseorang yang menunjuknya. Entahlah, ia tidak mengerti maksud dari seseorang itu.

"Ada apa, Ra? Kenapa dia menunjuk-nunjuk kamu?"

"Entahlah Astri, aku pun nggak tahu apa yang sedang dia lakukan itu."

Sepuluh menit kemudian, nyala lampu lalu lintas akan berubah dari warna merahnya. Di waktu itu pula, setelah sekumpulan manusia itu mendengarkan ucapan temannya, mereka langsung berbondong-bondong berlari mendekati Ara sepertinya. Membuat space kerumunan di jalanan tersebut. Mereka sudah seperti wartawan saja. Menyodorkan ponsel seperti akan merekam sebuah wawancara. Lalu, menanyakan hal yang ingin mereka tanyakan sampai tuntas. Namun, di sini ia tak paham dengan pertanyaan yang meraka ajukan. Pertanyaan yang ia rasa ditunjuk untuk Ara menjawabnya.

"Apakah benar anda adalah seseorang itu? Lalu apakah benar anda menjalin hubungan dengan Allegra Arizki?" ucap salah satu dari sekumpulan orang itu dengan menggebu dan tiba-tiba.

"Iya benar, tolong dijawab!" ucap yang lainnya dengan memaksa.

Ara panik, dahinya terlipat, dan matanya melebar. Dia tidak tahu apa-apa dan diberi pertanyaan "seseorang itu". Dia juga tidak menjalin hubungan apapun bersama Legra. Bisa jadi dengan pengecualian pertemanan. Namun, sepertinya telah terjadi sesuatu. Mereka seharusnya tidak tahu akan hal yang sedang terjadi di antara Ara juga Legra. Siapa pula mereka ini? Mengapa bertanya demikian?

Ara menggelengkan kepala cepat. Ia tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Sesegera mungkin ia menepuk bahu Astri untuk melajukan motornya kembali. Membelah space kerumunan di jalanan yang tidak sepatutnya ada. Lampu lalu intan sudah berganti warna pada saat itu. Jika terus dilanjutkan, maka jalanan akan menjadi macet tentunya.

"Astri, ayo, ayo jalan, Astri!" ucapnya mendesak Astri.

"Mereka itu siapa Astri? Kenapa mereka tiba-tiba bertanya demikian?"

Astri mendengarkan. Sembari berpikir dan menghadap ke jalanan di depannya ia berkata, "Maafkan aku, Ara. Aku lupa memberitahu kamu tentang yang satu ini. Maaf."

"Hah, iya, apa?"

"Nanti akan aku jelaskan ketika sudah sampai," katanya dengan nada seperti orang yang bersalah.

Tidak butuh waktu lama, hanya sekitar dua puluh lima menit mereka sampai di halte yang berdekatan tempat Ara bekerja. Astri ikut turun dari motornya, menggiring Ara untuk duduk di bangku halte.

"Maafkan aku, Ara. Aku seharusnya sudah membicarakan ini sejak kemarin. Tapi aku lupa. Sungguh, aku benar-benar lupa masalah ini."

"Sudahlah, ceritakan saja yang seharusnya kamu katakan padaku, Astri," katanya.

"Sebenarnya, Clover mempunyai foto kamu saat sedang bersama dengan Legra. Aku tidak tahu Clover mendapatkannya dari mana. Foto tersebut berisikan kamu tengah memeluk Legra, Ara."

Wajah Ara berubah pias, "Kamu tenang aja, aku tidak masalah dengan itu. Perkataanku yang menyukai Legra hanyalah bualan saat itu. Kamu juga sudah tahu penyebabnya bukan, kalau aku hanya ingin tahu kamu menyukai Legra atau tidak." Astri menyengir dan beberapa detik kemudian wajahnya berubah serius.

"Aku punya foto itu, Clover mengirimkannya dulu." Sembari menunjukkan foto tersebut, Astri kembali menjelaskan pada Ara. "Clover pernah bilang padaku, Ra. Dia akan menyebarkan foto tersebut pada awak media. Dia ingin kamu dihujat oleh netizen dengan membeberkan perselingkuhanmu dengan Legra di belakang Daneen. Padahal, kenyataanya nggak seperti itu. Clover benci sekali denganmu, Ra. Entah dari mana asal dia membencimu."

"Clover?" ucap Ara.

Astri menunjukkan ponselnya. Dalam ponsel itu terdapat gambar Ara yang tengah memeluk Legra dan Ara yang sedang mendongak menatap Legra. Foto yang Ara tebak diambil pada hari sabtu kemarin.

"Iya, aku rasa dia sudah melakukan aksinya menyebarkan foto ini. Aku berusaha untuk mencegahnya waktu itu dan berhasil. Tapi dia malah meminta ingin melihat dan membuatmu iri terhadapnya dengan menggunakan aku. Tepat di saat aku berpura-pura marah padamu kemarin, aku menggagalkannya. Dia bertambah kesal terhadap kamu. Maafkan aku."


AUTORENGEDANKEN
Anastasya_Ainun Anastasya_Ainun

Berhati-hatilah dengan lupa. Karena lupa sering sekali menyesatkan diri pemiliknya yang cerdas.

Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C28
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen