Siska menatap pantulan dirinya di depan cermin kamar Fran. Dia mengenakan hoodie kebesaran berwarna army dan celana panjang yang kedodoran berwarna putih.
"Lo punya sabuk gak?" tanya Siska dengan kedua tangan yang sibuk memegangi celananya agar tak melorot.
"Emang kegedean banget?"tanya Fran dengan fokus utama adalah pinggang Siska yang sangat kecil. Bahkan kedua kaki Siska bisa masuk kedalam satu lubang kaki celana Fran saking kurusnya.
"Lo di kasih makan emak lo enggak sih?" Fran menggerutu. Dia kasihan saat melihat tubuh indah namun ternyata hanya tulang dilapisi oleh kulit.
"Dia sibuk diet," timpal Afka yang sedang fokus dengan game online nya.
Siska memang jarang makan bukan karena diet, tetapi karena memang dia tidak nafsu makan. Entah kapan terakhir kali dia makan masakan ibunya yang selalu sibuk mengurus banyak hal tapi melupakan anaknya sendiri. Siska lebih memilih makan di cafe manshionsa sekalian menemani Ghirel bekerja. Tak jarang juga dia pergi ke rumah Tzuwi hanya untuk makan.
"Sok tau lo," protes Siska sambil mengenakan sabuk yang diberikan oleh Fran barusan.
"Kemana nih enaknya?" tanya Afka dengan mata tetap fokus kepada game online kesayangannya.
Siska dan Fran saling pandang sejenak lalu sama-sama menggelengkan kepalanya sembari berkata,"gak tau."
"Sok-sokan tanya kemana, keluar dari rumah ini aja belum tentu diijinin." Siska menggerutu. Dia duduk pasrah di sebelah Afka.
"Kalau kalian yang ijin pasti dibolehin, percaya aja sama gue!" kata Afka dengan percaya diri.
Fran mengernyitkan dahinya, dia tidak yakin dengan ide sahabatnya yang cukup gila ini."kalau nanti gue ijin dan gak dibolehin, anu lo gue sunat lagi ya."
Afka berdecak kesal, kedua temannya ini memang bodoh atau pura-pura bodoh sih!
"Lo berdua belum sadar? Inti dari pertemuan ini adalah perjodohan," kesal Afka. Wajahnya terlihat menahan emosi.
"Tau darimana lo?" tanya Siska.
Afka tersenyum terpaksa, dia menghentikan game online nya lalu menatap keduanya dengan tatapan serius. "gue udah sering diginiin. Hampir sebulan sekali ada aja yang dateng ke rumah dengan embel-embel makan malam bersama, tapi nyatanya minta anaknya dijodohin sama gue."
"Terus kalau gini, gue sama Fran dijodohin gitu?" tanya Siska.
Fran mengusap wajahnya frustasi, bagaimana bisa dia dijodohkan dengan mantan kekasih sahabatnya? bukankah dunia ini terlalu sempit jika ini benar-benar terjadi. Melihat Afka yang hanya diam tak protes apapun membuat Fran semakin yakin dengan hal tersebut.
***
Ketiganya berhasil mendapat ijin untuk jalan-jalan di mall dekat sana. Mereka mengendarai mobil berwarna hitam kesayangan Afka. Tentu saja pemiliknya yang menyetir, di dampingi oleh Siska. Dia sudah memaksa Fran agar duduk di depan dengannya, tetapi sahabatnya itu menolak dengan alasan ingin rebahan di kursi belakang. Siska terlihat gelisah, dia memperhatikan sekitar takut jika ada yang mengenalnya memergoki dia dengan Afka dan mengadukannya kepada Ghirel, sahabatnya itu.
"Lo gak papa?"tanya Afka yang menyadari kegelisahan pada diri Siska.
Siska mengangguk ragu,"gak papa."
"Kenapa?" tanya Afka yang tak percaya dengan jawaban Siska.
"Gue takut ada yang liat kita terus ngadu ke Ghirel," kata Siska.
Afka bahkan tidak berpikir ke arah situ, toh dia tidak ada niatan menjalin hubungan kembali dengan Siska sehingga tak ada rasa takut jika nanti Ghirel memergokinya.
"Kan kita gak selingkuh,kita juga ketemu secara gak sengaja,"ujar Afka dengan santainya.
"Persahabatan gue taruhannya Af,"balas Siska sembari menghela nafasnya kasar.
***
Sepulangnya dari supermarket, Ghirel sedang menunggu angkutan umum seperti biasanya. Tzuwi tadi sudah pulang terlebih dahulu karena ada acara keluarga dadakan, maklum keluarga orang berada memang biasanya lebih sibuk.
Tiba-tiba teleponnya berbunyi, ada nomor tidak dikenal yang menghubungi dia. Dengan ragu, Ghirel menjawab panggilan tersebut.
"Hai Kak, ini gue Hevan." ternyata yang menghubungi Ghirel adalah Hevan, adik kelas yang duduk dengannya saat PAS sewaktu itu.
"Ada apa Van?"tanya Ghirel.
"Aku tadi lagi mau ke mall sendirian, eh liat kakak di halte. Mau gak anterin aku?"tanya Hevan to the point.
Ghirel langsung berdiri, matanya menelisik sekitar mencari-cari keberadaan laki-laki tersebut.
"Aku dibelakang kakak," kata Hevan.
Ghirel memutar tubuhnya, melihat adik kelas yang terlihat polos di sekolah itu sangat tampan dengan pakaian casualnya. Laki-laki itu mengenakan kaos putih polos dengan jaket jeans berwarna hitam dan celana putih tulang dengan panjang selutut.
"Wah, lo keren banget! Bisa-bisanya gak punya pacar padahal lo udah nyaris sempurna." puji Ghirel.
Tak bisa dipungkiri bahwa Hevan merasa senang mendengar pujian tersebut, dia berterima kasih dengan senyuman tulusnya.
"Gimana kak? mau temenin aku?" tanya Hevan.
Ghirel berpikir sejenak, sepertinya tidak buruk untuk menjalin hubungan pertemanan dengan Hevan. Dilihat-lihat dia laki-laki yang cukup baik.
"Boleh, tapi bawain belanjaan gue ya!" kata Ghirel membuat Hevan tertawa. Gadis di depannya ini terlewat bar-bar ternyata, hal itu membuat Hevan semakin jatuh cinta kepada Ghirel.
Di perjalanan, Ghirel sempat mengirimkan pesan kepada Afka bahwa dia akan pergi dengan Hevan. Ghirel harap Afka mau mengerti dan tidak cemburu yang berlebihan. Melihat pesannya yang tak kunjung dibalas, Ghirel akhirnya membiarkannya saja.
"Btw, lo ke mall mau ngapain?" tanya Ghirel.
"Mau belanja bulanan," jawab Hevan sembari menyetir.
"Belanja bulanan?" tanya Ghirel.
Hevan melirik Ghirel sesaat, "oh kakak gak tau ya kalau aku tinggal sendiri?"
"Tinggal sendiri?" tanya Ghirel.
Hevan mengangguk, "semenjak papah nikah lagi, aku gak sudi buat tinggal sama mereka."
Ghirel sedikit tertegun,ternyata dibalik sifat ceria laki-laki itu,terdapat luka mendalam di hatinya. Memang,senyuman seseorang kebanyakan hanya sebuah tipu muslihat agar dirinya terlihat baik-baik saja. Ghirel juga seperti itu,hari-harinya terkesan sederhana dan bahagia. Tanpa sepengetahuan banyak orang,gadis itu menyimpan banyak luka dan beban hidup yang berat.
"Ibu kandung kamu kemana emangnya?" tanya Ghirel. Mungkin ini terdengar lancang,tetapi pasti ada sebuah alasan mengapa papah Hevan memutuskan untuk menikah lagi.
"Mamah meninggal sekitar tiga tahun yang lalu," jawab Hevan dengan senyum yang dipaksakan.
"Sakit?" tanya Ghirel.
Hevan mengangguk sembari memutar setirnya, "kecelakaan."
Mendengar hal tersebut Ghirel merasa simpati. Dia jadi mengingat bahwa ayahnya juga meninggal karena kecelakaan,jadi Ghirel tau betul bagaimana rasa sakitnya.
"Ayah gue juga," kata Ghirel.
Ghirel menghela nafasnya sejenak,matanya berkaca-kaca jika harus mengingat ayahnya karena Ghirel sangat merindukannya.
"Kecelakaan taxi," lanjut Ghirel.
Hevan tertegun,ibunya juga meninggal karena kecelakaan dalam sebuah taxi. "Mamah juga meninggal karena kecelakaan taxi."
"Jangan bilang di depan ruko cahaya pelangi jam 9 malam?" tanya Ghirel ragu.
Hevan mengerem mobilnya secara mendadak,dia menoleh ke arah Ghirel dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. "bener,itu bener banget."