App herunterladen
6.06% Emergency Marriage / Chapter 22: I see him/her

Kapitel 22: I see him/her

Aku gegana, Guys. Gelisah galau merana dan penyebabnya adalah Satria. Tadi setelah pulang dari melihat hotel, aku ke kantor Satria dan menuju ruangannya. Dia memang tidak ada di tempat. Sekretarisnya juga tidak ada. Jadi, dia memang belum pulang ke Jakarta.

Bayangkan, bagaimana aku tidak gelisah? Suara wanita di telepon tadi yang membuatku seperti ini. Siapa dia? Dan sedang apa bersama Satria? Mungkinkah itu wanita yang sama seperti di Makassar? Kalau beneran, wanita itu keterlaluan sekali sampai mengikuti Satria ke Bali. Tapi, tunggu. Bisa jadi kan Satria memang sengaja menemuinya? Sebelumnya mereka mungkin sudah janjian. Ya Tuhan, kepalaku benar-benar nggak bisa berpikir dengan tenang. Kalau bisa, aku ingin terbang ke Bali sekarang, menyusulnya. Tapi gimana? Biarlah aku dikatakan lebay. Aku beneran penasaran dan cemas.

Aku terus menggigiti ujung penaku. Fokusku kacau. Dari tadi mataku memelototi layar komputer, tapi tidak mengerjakan apa pun. Ah! Kenapa aku tidak berpikiran untuk menghubungi sekretaris Satria saja? Aku bisa pesan padanya untuk mengawasinya.

Setelah aku mendapat nomor ponsel sekretaris Satria yang bernama Ruben, aku segera menghubunginya. Tidak lama panggilanku diangkat.

"Pak Ruben, saya Rea istri Satria."

Ruben kedengaran gugup. "Oh, Bu Rea. Ada yang bisa saya bantu, Bu?"

"Kalian... maksudku... Apa rapat kalian sudah selesai?"

"Iya, Bu. Rapat kami sudah selesai dari tiga jam yang lalu."

"Jadi,kenapa kalian belum kembali ke Jakarta?"

"Pak Satria tiba-tiba ada urusan sedikit di sini. Jadi terpaksa menunda kepulangannya ke Jakarta."

"Benarkah? Pak Ruben, tolong bisa sambungkan ke Satria?"

"Pak Satria sedang tidak bersama saya, Bu."

"Jadi kemana dia?"

"Saya juga kurang tahu, Bu. Setelah rapat selesai, beliau bergegas pergi tanpa mau saya temani."

Fix! Dia pergi menemui wanita itu dan sudah tiga jam lamanya. Mereka ngapain aja coba?

Aku menghempaskan diri di kursi. Harusnya aku nggak boleh seperti ini. Dari awal aku dan Satria itu menikah karena dijodohkan. Bahkan kami berjodoh pun karena sebuah kecelakaan. Posisiku sekarang harusnya Kak Reni yang menempati. Bukankah waktu itu kami sudah sepakat tidak akan mencampuri urusan masing-masing? Jika aku atau Satria memiliki pacar pun, nggak akan ada yang melarang asal nggak ketahuan Kakek.

Tapi, mengetahui ada wanita yang dekat dengan Satria, kenapa membuat perasaanku nggak nyaman? Ini menyebalkan.

"Rea, kamu ada masalah?" tanya Andra saat melintasi kubikelku.

Aku menggeleng. "Nggak ada apa-apa."

"Masih memikirkan Bang Satria? Tenang saja, sebentar lagi juga dia pulang."

"Andra, pesawat ke Bali jam segini ada enggak ya?"

Andra mengerjap. Mungkin dia heran atau mau menertawakanku? Aduh, aku sudah seperti seorang istri yang nggak mau ditinggal jauh suaminya. Kemana pun suami pergi harus mengekor. Semoga Andra tidak berpikir begitu.

"Kamu mau ke Bali?" Mata Andra membulat. Aku meringis menyadari kebodohanku.

"Nggak, cuma tanya aja."

"Aku pikir kamu mau menyusul Bang Satria ke sana."

"Memang bisa?"

"Eh, apa? Jadi beneran kamu mau ke Bali?"

"Enggak, Andra. Cuma ini sudah mau sore masa Satria belum pulang juga."

Andra menggeleng. "Kamu jangan cemas, Rea. Bang Satria baik-baik saja. Dia biasa bepergian ke luar kota bahkan luar negeri kok."

Bukan itu yang aku cemaskan. Aku mungkin akan masa bodo seandainya dia pergi hanya untuk bekerja sesuai rencananya. Tapi sekarang.... Haduh Andra tidak mengerti kegusaranku.

***

Aku memasuki mansion dengan lunglai. Sekarang sudah pukul lima sore, tapi kabar dari Satria belum aku dapatkan. Aku tahu dia sedang marah padaku. Dia kesal karena kata-kataku. Mungkin kepergiannya dengan wanita itu sebagai balasan rasa kesalnya padaku. Lagi pula, aku juga tidak pernah mau memenuhi keinginannya untuk memiliki bayi.

Saat pertama kali menikah dengannya, mungkin aku memang tidak pernah berpikir untuk melakukan itu bersamanya. Sekarang juga masih sama sih. Hanya saja alasannya beda.

Setelah mandi dan berganti baju, aku keluar dari kamar. Aku butuh refreshing sejenak. Dari siang tadi banyak pikiran buruk yang terus melintas di otakku. Aku akan jalan-jalan ke taman belakang mansion. Atau, menemani Kakek menikmati teh sorenya.

Mansion Kakek terlampau indah. Di taman belakang ada kolam renang yang sangat besar dan panjang. Aku tidak tahu tujuan kolam renang itu untuk apa. Semenjak tinggal di sini, nggak ada satu pun yang berenang di kolam itu. Jadi, mubazirkan bikin kolam renang lebar-lebar begini? Mending dibikin taman semua saja dengan bunga warna warni pasti jauh lebih indah. Atau buat modal bikin ternak ayam. Lumayan berguna.

Udara sore langsung menyambutku begitu aku keluar. Taman hijau Kakek sangat cantik dan terawat. Iya dong. Punya puluhan pembantu masa tamannya nggak keren. Dari sini aku bisa melihat Kakek yang sedang duduk meminum teh di temani seseorang, mungkin Om Fred.

Aku menggeser bola mataku melihat kolam berbentuk memanjang yang tepat berada di tengah-tengah taman. Airnya jernih berwarna kebiruan dipadu pantulan warna cahaya keemasan sinar matahari sore menjadi tampak semakin indah. Pemandangan kolam renang itu semakin menarik kala mataku juga menangkap seorang yang sedang berkecipak di dalam airny yang tenang. Baru kali ini aku melihat ada seseorang yang berenang di sini. Tapi siapa? Andra kah? Bukannya dia bilang akan kembali ke apartemen dulu? Oh mungkin anak Om Fred lainnya.

Aku menajamkan mataku untuk melihat siapa yang sedang bergumul dengan sangat lincah di permukaan air. Sepertinya bukan anak perempuan Om Fred. Lengan yang kerap kali muncul bukan milik seorang perempuan. Gaya bebasnya yang keren habis.

Aku masih memerhatikan dengan seksama hingga tubuh itu mengakhiri kegiatannya lalu naik ke atas. Tubuh atletis itu membuka kaca mata renangnya sehingga aku bisa melihat dengan jelas bahwa yang berdiri di sana dengan buliran air yang masih bercucuran ternyata adalah... Satria.

Iya, aku nggak salah lihat. Itu beneran Satria. Jujur, hatiku berbunga-bunga melihat sosoknya itu. Perasaan lega mendominasi. Jadi, kapan dia pulang? Kenapa aku sampai tidak tahu? Ah bodo amat, yang penting Satria ada di depan mataku dan rasa bahagia ini tidak ingin repot-repot aku sembunyikan lagi.

"Abang!" teriakku membuatnya mendongak. Tanpa pikir panjang lagi aku berlari ke arahnya dan langsung meloncat ke tubuhnya nya.

Dengan gerakan refleks Satria menangkap tubuhku. Aku melingkarkan kedua kaki ke pinggang Satria. Dada telanjangnya aku peluk erat dengan kedua tangan memeluk lehernya. Namun itu nggak berlangsung lama, karena detik berikutnya, Satria kehilangan keseimbangan dan akibatnya kami berdua tercebur ke dalam kolam, menimbulkan suara yang cukup keras.

Kami langsung tenggelam di dalam air bersama. Namun, dengan gerakan cepat Satria meraih pergelangan tanganku dan membawaku ke permukaan air. Kepala kami berdua menyembul kemudian.

Aku mengusap wajahku yang basah begitu juga Satria.

"Kamu itu apa-apaan sih?! Yang tadi itu bahaya tau!"

Aku mengabaikan omelan Satria dan lebih memilih mendekat padanya lalu memeluknya.

"Bang Satria, kenapa lama pulangnya?"

Aku mendongak dan bisa melihat wajah basah Satria tertegun. Mungkin dia nggak nyangka aku akan memeluknya seperti ini.

"Memangnya kenapa kalau lama? Bukannya kamu senang? Jadi tidak ada yang mengganggumu."

Aku menggeleng. "Aku minta maaf, jangan marah lagi ya." Kupasang muka sememelas mungkin d

supaya dia iba.

Kurasakan pergerakan dadanya yang menarik napas panjang. "Oke."

"Dan jangan pergi keluar kota tanpa mengajakku lagi."

"Kalau itu aku nggak janji." Satria melepas pelukanku lalu berenang menuju tepian kolam.

"Bang! Tungguin!" Aku berenang menyusul Satria. Bajuku basah kuyup. Begitu aku naik ke atas, Satria langsung menyampirkan handuk ke tubuhku. Kenapa Satria harus bersikap seperti ini padaku? Aku jadi berbunga kan? Bukan hanya itu, ini jantungku pun berdetak tak menentu. Ah, siall dobel L.

"Sana ganti bajumu, nanti masuk angin."

"Rea? Kenapa kamu basah kuyup begitu?" tanya Kakek saat melewatiku. Beliau sudah selesai rupanya acara minum tehnya.

"Satria, lain kali kalau mau ajak Rea, berenang. Suruh dia pake baju renang. Kamu nggak kasihan sama dia kedinginan begitu?"

Aku cekikikan. Malah Satria kena semprot Kakek.

"Kelakuan kok, ada-ada saja," gerutu Kakek berlalu.

Aku nyengir lebar melihat Satria mendengkus. Dia lantas memakai bathrobe-nya lalu beranjak meninggalkan kolam renang.

"Bang! Tungguin!"

Dengan hati-hati aku mengejar langkahnya. "Bang, kenapa kamu nggak angkat teleponku? Terus ini kamu sampai jam berapa? Kok nggak kasih aku kabar kalau udah pulang?"

Aku tersaruk-saruk mengikuti langkahnya yang lebar.

"Kamu itu bawel banget sih."

Aku tidak peduli dan terus nyerocos padanya. "Bang, di sana ngapain aja, seru nggak? Abang sempat jalan-jalan ke ubud nggak?"

Satria mengerang begitu kami sampai di depan pintu kamar kami. Dia mencondongkan badan ke arahku membuatku memundurkan badan ke belakang. "Aku itu ke Bali kerja. Bukan untuk jalan-jalan. Dan tutup mulut kamu. Diam. Berisik! Aku capek."

Dia membuat gerakan mengunci mulut dan aku melakukan hal yang sama seraya menganggukkan kepala beberapa kali. Baru kemudian Satria lanjut masuk ke dalam kamar.

Aku membiarkan Satria masuk kamar mandi terlebih dulu. Mungkin aku akan ganti baju di walk in closet saja. Aku kan baru mandi, masa mau mandi lagi. Yah kupikir aku hanya perlu ganti baju saja.

Aku pun melangkah menuju walk in closet. Aku segera tanggalkan satu per satu baju yang sudah basah kuyup dan membiarkan mereka teronggok di sana. Setelah itu aku mengeringkan tubuh basahku dengan handuk. Aku melempar handuk itu begitu saja dan mulai membuka laci pakaian dalamku. Namun, saat tubuhku berbalik ke samping untuk membuka laci, aku seolah merasakan kehadiran seseorang. Menyadari itu bukan hanya halusinasi, aku menoleh cepat ke arah pintu. Dan alangkah terkejutnya aku ketika mendapati Satria yang sedang berdiri terpaku di ujung pintu.

"Aaaarrrrgh!"

Jeritanku kontan membahana ke seluruh penjuru kamar.

PS. Halowwwwww ketemu Satria Rea lagi nih. Ada yang kangen nggak? Gimana bab kali ini? Semoga gak membosankan yah.

Dukung terus Satria-Rea.

Dengan memberi ulasan/review ya di halaman depan cover.

Nah komen dan powerstone juga pasti selalu kunanti. Hehe. Terima kasih ya yang udah dukung mereka sampai bab ini.

See you soon. <3<3<3


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C22
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen