App herunterladen
4.6% Sang Raden / Chapter 17: Sedih

Kapitel 17: Sedih

Sore itu Kirana jadi lebih banyak diam, membuat Raden Sastra malah jadi serba salah jika gadis cerewet itu bersikap kalem seperti itu. Diam-diam Raden memandangnya, memperhatikan Kirana yang sedang membereskan baju-baju dan memasukannya ke lemari dengan diam seribu bahasa.

"Aku ingin minum" ucap Raden memecah kesunyian.

Tanpa menjawab Kirana langsung pergi ke dapur mengambil minum untuk Raden Sastra, sepertinya usaha Raden masih belum berhasil membuat Kirana berbicara. Tidak lama kemudian Kirana datang membawa segelas air ditangannya, kemudian ia menyodorkan gelas itu kepada Raden.

Kirana berdiri menunggu Raden memberikan gelasnya lagi, usai minum pria itu kembali memberikan perintah kepada Kirana.

"Obati lukaku" perintahnya lagi.

Kirana benar-benar menjalani apa yang di perintahkan oleh Raden tanpa bersuara sedikitpun, Raden semakin kesal dengan kondisi seperti itu, tapi disisi lain dia harus menahan kesalnya terlebih dulu dan masih mencoba untuk membuat Kirana berbicara.

Sedangkan di sisi lain, perasaan Kirana sedang tidak karuan. Tiba-tiba saja dia kepikiran Dila dan Mesi, perasaannya berdesir tidak menentu, ada sedih, ada rindu, ada takut yang sulit ia jelaskan. Ia merindukan dunianya, merindukan kakek dan neneknya... Kirana ingin pulang dan bertemu dengan mereka lagi. Semua perasaan itu bercampur aduk dalam hati dan pikirannya. Sebab itulah Kirana terdiam karena sedang mencoba untuk mengendalikan dirinya.

Jari jemarinya mengoleskan ramuan ke luka Raden yang sudah hampir sembuh, dengan teliti dan hati-hati Kirana mencoba untuk tetap fokus meskipun dia sedang tidak baik sekarang. Wajah tegas pria tampan itu memperhatikan Kirana yang sejak tadi tidak menoleh ke arahnya, akhirnya, karena tidak tahan dengan sikap diamnya, Raden mulai menanyakan langsung padanya.

"Sebenarnya apa yang terjadi padamu?" Raden tidak bisa menahan dirinya, dia mulai kesal.

"Apa kau tersinggung karena aku berkata ketus padamu sore tadi?! Kau diam karena protes atas pelakuanku. Seharusnya kau sadar diri kau itu siapa, dan sudah sepatutnya merawatku dengan baik. Lihat kelakuanmu malah...

"Hiks... Huhuuhuu..." Kirana menangis pilu...

Raden terdiam melihat gadis di hadapannya kini tertunduk sambil menangis begitu sedih, Kirana terisak, air matanya mengalir deras. Sebenarnya Kirana menangis bukan karena omelan Raden Sastra, tapi dia memang sudah tidak bisa menahan perasaannya lagi dan meluapkan semuanya dengan cara menangis.

Raden mencengkram udara kemudian menghela nafas panjang, lihat apa yang dia lakukan sekarang, mencoba mengajaknya bicara tapi malah membuat keadaan semakin buruk. Kirana menangis, Raden jadi bingung apa yang harus ia lakukan supaya gadis itu tidak menangis lagi.

"Baiklah... Aku minta maaf" ucapnya dengan nada lembut, ia merasa sangat bersalah.

"Kau tau? Aku adalah orang yang tidak pernah meminta maaf, tapi kau adalah orang yang sangat berjasa padaku. Jadi... Kali ini, aku benar-benar minta maaf karena sudah memarahi dan membuatmu sedih" Raden sedikit menundukkan kepalanya untuk melihat wajah Kirana yang menunduk sambil terisak-isak.

Perlahan Kirana menatap pria yang sedang menatapnya dengan tatapan tulus, tapi karena sedang memendam sedih yang tak terkira, Kirana belum bisa menghentikan tangisnya.

"Kau... Mau memaafkan aku kan?"

Kirana hanya bisa menjawab dengan isaknya, dia belum bisa berkata karena beban di dadanya begitu sesak. "Baiklah, kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Berhentilah menangis, aku minta maaf" ucap Raden kemudian menghapus air mata Kirana dengan penuh kelembutan.

Kirana sangat terkejut, mata berairnya tidak mampu berkedip ketika ia melihat Raden tersenyum padanya. Setelah sekian lama, selama mereka kenal baru kali ini Raden Sastra tersenyum begitu manis. Kirana tertegun, berharap senyum itu tidak akan pernah hilang dari wajah Raden.

"Jangan menangis lagi"

Kirana mengangguk lalu membalas senyum itu. Sejenak mereka terdiam saling pandang satu sama lain, lagi-lagi jantung Raden berdegup dengan sangat kencang. Entah kenapa akhir-akhir ini setiap kali menatap Kirana, Raden selalu merasakan ada yang aneh pada jantungnya.

"Eum... Sudah malam, lebih baik kita tidur sekarang" ucap Raden langsung mengalihkan pandangannya.

Kirana mulai beranjak dari tempat duduknya, kemudian Ia pun mulai bersiap menggelar alas dan bersiap tidur. Sebelum memejamkan matanya, Kirana kembali menatap Raden yang sedang terbaring sambil menatap langit-langit atap rumah.

"Raden..." sapa Kirana, Raden pun langsung melirik kearahnya. "Terimakasih" ucap Kirana sambil tersenyum kemudian ia berbalik dan bersiap tidur.

Raden hanya bisa terdiam menatap punggung Kirana yang tertutup oleh rambut panjangnya.

*******

Hari sudah semakin siang, matahari juga mulai terasa panas dikulit bersih kedua gadis itu. Sekali lagi Mesi membuka petanya, ia melihat ke arah peta kemudian melihat ke sekeliling hutan. Sekarang mereka berada tepat di titik area yang dilingkari di peta, tempat di mana ketika Kirana menghilang.

"Gimana Mesi? Apa benar ini tempatnya?" tanya Dila, sesekali tangannya mengusap keringat yang membasahi kening.

"Iya, aku yakin di area inilah Kirana menghilang" jawab Messi dengan penuh keyakinan.

Dua pasang mata gadis itu bergantian berkeliling untuk melihat ke sekitar, siapa tahu dia menemukan satu petunjuk tentang jejak Kirana. Mereka berjalan perlahan mengelilingi tempat itu, sambil melihat dengan teliti jalan yang mereka lewati. Kata orang-orang disini ada sebuah makam keramat, tapi selama mereka berkeliling di area itu, mereka belum juga menemukan makam keramatnya.

"Sudah lama kita mencari makam itu, tapi kenapa kita belum menemukannya juga. Messi apa kau sudah melihat peta dengan benar? Siapa tahu bukan disini tempatnya" keluh Dila mulai lelah dan kepanasan.

"Ini adalah tempat yang sama di peta, aku juga yakin di sini letak makam itu" Mesi juga kepanasan. "Dila, istirahat dulu yuk. Kita ngadem sama makan dulu, aku sudah lapar" ucap Mesi lemas.

"Itu ide yang bagus Mesi, aku juga sangat lapar. Siapa tau setelah kita makan kita jadi fokus dan bisa menemukan makam keramat itu" ucap Dila dengan mata yang berbinar.

"Yuk" ajak Mesi.

Sebelum mereka menurunkan ranselnya, Dila dan Messi mencari tempat terlebih dulu supaya mereka bisa beristirahat siang dengan aman. Mereka mencari tempat yang memiliki pohon rimbun untuk berteduh, dan rumput yang tidak terlalu tinggi.

"Disini aja Dila, sepertinya teduh dan aman. Jika tiba-tiba ada babi hutan lagi, kita bisa naik ke dahan itu nanti" ucap Mesi kemudian mempersiapkan tikar untuk alas duduk.

"Baiklah, kau yang lebih tau. Ayo, biar aku yang menyiapkan makannya" ucap Dila yang sudah tidak sabar ingin makan siang.

Sejak pagi mereka hanya minum air saja, mereka belum sempat makan karena memburu waktu. Sekarang karena mereka sudah berada di tempat tujuan, Dila dan Mesi merasa lega karena sudah masuk kesana tanpa harus ketahuan para polisi itu. Penyisiran hari terakhir, mereka semua tidak akan datang ke tempat itu karena sebelumnya mereka sudah disana beberapa hari lalu.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C17
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen