App herunterladen
8.88% KETIDAKSENGAJAAN BERAKHIR SALING CINTA / Chapter 31: Part 31 Berpisah Dengan Dilan

Kapitel 31: Part 31 Berpisah Dengan Dilan

"Arini aku pamit dulu ya. Jaga dirimu baik-baik disini."pesan Dilan sebelum pergi meninggalkan ke Jakarta. Perasaan Arini begitu sedih sekali ketika akan melepas Dilan pergi.

"Ya. tenang saja."jawab Arini dengan singkat. Dia tidak kuat berbicara untuk terakhir kalinya dengan Dilan. Laki-laki yang selalu baik dan menolongnya terus.

"Itu dijaga. Jangan lupa susunya diminum."Dilan melirik kearah perut Arini.

"Ya. Makasih udah bantu aku selama ini."Arini tidak bisa menahan rasa kagumnya hingga hampir menangis karena kebaikan Dilan kepadanya.

"Udah jangan sesedih itu. Aku malah sedih jadinya."Dilan juga ikut sedih.

"Ini aku ada sesuatu untukmu. Semoga ini bisa membantumu."Dilan memberikan sepucuk amplop kepada Arini. Didalam amplop itu terdapat beberapa uang untuk mencukupikebutuhan Arini. Kedua mata Arini membelalak kearah amplop yang diberikan Dilan itu.

Arini tambah yakin kalau Dilan itu adalah laki-laki yang telah dikirmkan Tuhan kepadanya untuk membantunya. Semakin kesini hatinya semakin terasa sedih ketika akan ditinggalkan Dilan pergi. Reflek tangannya langsung memeluk tubuh Dilan. Dia tidak peduli kalau Dilan sudah memiliki pacar dan orang lain akan melihatnya. Yang kini dia rasakan adalah perasaan haru dan bahagia bisa memeiliki teman sebaik Dilan.

Dibalik rasa sedihnya tapi dia juga merasa beruntung karena mendapatkan teman sebaik Dilan. Arini memeluk Dilan dengan begitu eratnya. Bahkan tidak terasa tetsan air matanya berjatuhan di kaos Dilan. Dilan terkejut saat Arini tiba-tiba memeluknya.

Dilan ikut membalas pelukan Arini. Sebenarnya Dilan juga juga merasa sedih tapi dia tidak ingin menunjukkannya. Kini dia berusaha meguatkan Arini dengan mengelus punggung Arini dengan halus.

"Kamu harus kuat demi anakmu."Dilan memeluk Arini sambil mengusap-usap punggung Arini dengan halus. Arini mengangguk dalam dekapan Dilan.

Arini hanya bisa memandangi Dilan yang sudah pergi menjauh dan tinggallah punggung Dilan yang terlihat. Setelah Dilan tidak terlihat lagi, Arini langsung masuk ke dalam rumah dan menangis sejadi-jadinya. Dilan yang begitu baik kepadanya telah pergi meninggalkannya.

Ditengah menagisnya itu, Arini sadar kalau dia sekarang harus bisa hidup mandiri di Bandung. Sudah cukup bantuan yang telah diberikan Dilan kepadanya. Dan kini giliran dia sendiri memikirkan bagaimana dia bisa bertahan hidup dan memenuhi kebutuhannya dan anaknya.

"Aku harus kuat. Aku pasti bisa."Arini menyemangati dirinya setelah ditinggalkan Dilan. Tangannya menyeka air mata yang telah jatuh deras di pipinya.

Arini memaksa dirinya sendiri agar tidak terlalu sedih ketika ditinggalkan Dilan. Kini dia berusaha bangkit dan memulai lembaran baru hidup sendirian di rumah Dilan.

"Aku harus ngapain ya biar aku bisa bertahan hidup disini."Arini memegang perutnya. Dipikirannya kini memikirkan bagaimana dia bisa memenuhi kebutuhan dia dan anaknya.

Otak Arini mulai berputar-putar mencari sesuatu yang bisa digunakannya sebagai ladang penghasilan buat hidupnya. Dia sadar hanyalah tamatan SMA. Tentu minim akan keahlian yang bisa digunakan untuk mencari pekerjaan. Walaupun memang sekarang dia masih mempunyai beberapa uang hasil kerjanya kemarin di rumah majikannya dan dikasih uang pesangon majikannya ditambah lagi tadi Dilan meninggalkan sepucuk amplop yang berisi uang. Tapi kalau dia tidak bekerja pasti uang itu lama kelamaan akan habis.

"Kerja apa ya?"Arini berpangku tangan di meja makan. Pikirannya membayangkan beberapa pekerjaan yang bisa dia lakukan seperti pelayan.

"Kayaknya aku tidak mungkin bisa jadi pelayan. Secara nanti perutku akan semakin membesar dengan seiring bertambahnya usia kandunganku."batin Arini sambil menggelengkan kepala hendak melamar kerja jadi pelayan.

"Oh ya aku kan bisa masak. Aku jualan makanan saja."Arini baru sadar kalau dirinya mempunyai keahlian memasak. Jadi dia ingin meneruskan hobinya itu menjadi pekerjaannya.

"Kira-kira aku jualan apa ya?"pikir Arini lagi.

"Aku jualan nasi bungkus sama jajanan aja gimana."Arini seperti mendapatkan bisikan.

Sekarang Arini sudah memiliki rencana akan berjualan makanan untuk bisa tetap bertahan hidup di Bandung. Mumpung dia kini punya beberapa uang hasil kerjanya kemarin dan diberi uang olah nyonya Diana dan Dilan jadi bisa digunakannya untuk modal berjualan.

"Bentar aku mau ngitung uangku dulu."Arini mengambil dompet hendak menghitung jumlah uangnya yang akan digunakann untuk berjualan besok.

Arini melihat jumlah uangnya lebih dari cukup untuk memulai usahanya. Bahkan kalau dihitung-hitung lagi dia masih bisa menyisihkan uangnya untuk keperluan yang lain. Ini masih awal buat diirnya berjualan jadi untuk makanan yang akan dijualnya tidak akan terlalu banyak. Ditambah lagi posisinya tengah hamil tidak memungkikannya untuk beraktivitas lebih.

Berbeda dengan Dilan yang sekarang sudah naik bus menuju kota Jakarta. Pikirannya masih terus memikirkan Arini. Sebenarnya dia sampai sekarang juga masih tidak tega meninggalkan Arini seorang diri di Bandung. Apalagii keadaan Arini sekarang tengah hamil dan butuh pendamping.

"Semoga dia baik-baik saja disana."Dilan hanya bisa mendoakan yang terbaik buat Arini.

Selama perjalanan Dilan tanpa henti memikirkan Arini. Dia menganggap Arini hanya sebatas teman dan adik. Memang diakui Arini cantik dan baik hati tapi dia masih tahu posisinya yang sekarang sudah memiliki pacar Adira. Lagian Dilan juga sudah berjanjj dengan Adira tidak akan beralih hati ke cewek lain.

Sore hari, Arini menyempatkan untuk berbelanja ke supermarket yang pernah ditunjukkan Dilan kemarin. Sama seperti sebelumnya dia kini berjalan kaki sendiri kesana.

Setibanya di supermarket dia langung memilah milih bahan-bahan yang diperlukannya untuk dimasak besok. Saat tengah asyik memilih tiba-tiba dia merasa ingin mual. Dengan kondisi supermarket yang cukup ramai tidak mungkin dia mual-mual di dalam supermarket.

"GImana ini. Aku nggakboleh mual-mual disini."Arini membatin dalam hati sambil memandangi beberapa orang yang berlalu lalang.

"Anakku…tolonglah jangan mual-mual disini. Bantu mamah…."tangan Arini yang satunya menutup mulutnya dan satunya lagi memegang perutnya. dia berkata dalam hati agar tidak mual di supermarket. Dan ternyata ada keajaiban buat dirinya karena tiba-tiba rasa mualnya berhenti. Dia bernafas lega.


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C31
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen