Tidak terasa Arini sekarang sudah tiba di Bandung. Dia kini bingung harus tinggal dimana. Secara di Bandung dia tidak punya siapa-siapa yang bisa dimintai bantuan untuk mencarikan penginapan sementara.
"Kamu kenapa?"Dilan tiba-tiba muncul dari samping tubuh Arini.
"Oh kamu. Ini aku mau cari penginapan disini. Tapi aku nggak tahu jalan disini. Ditambah lagi ini sudah malam."kata Arini dengan tatapan sedih. Dilan merasa iba dengan Arini. Sebetulnya dia juga penasaran kenapa Arini pergi ke Bandung sendirian sedangkan di Bandung tidak memiliki kerabat satupun.
Panji nampak ikut merasakan kebingungan yang dirasakan oleh Arini itu. Apalagi Arini cewek tidak baik malam-malam begini diluar sendirian. Kebetulan Dilan memang belum menikah tapi sudah memiliki rumah sendiri di Bandung.
"Begini saja, apa kamu mau menginap di rumahku ? Untuk sementara saja kamu nginap di rumahku, nanti kalau kamu sudah menemukan rumah yang cocok, baru deh kamu pindah. Gimana?"Panji tidak tega dan berniat membantu Arini. Niatan baik Dilan itu disambut Arini dengan perasaan senang. Beruntungnya dia telah bertemu orang sebaik Dilan . Tapi disisi lain dia juga khawatir kalau Dilan akan berbuat yang tidak-tidak padanya. Secara Dilan adalah orang yang baru dikenalnya.
"Kalau aku lihat-lihat dia sih baik. Dan tadi juga dia menolong aku."Arini memandnagi Dilan dari ujung kaki hingga ujung rambut Dilan. Dia masih ragu pada kepribadian Dilan.
"Nggak usah khawatir aku nggak akan menyakiti kamu kok."Dilan tahu kalau Arini masih meragukannya. Arini langsung tertawa sambil menahan malu karena Dilan mengetahuinya.
Akhirnya Arini mau menerima bantuan dari Dilan. Keduanya berjalan bersama menuju rumah Dilan. Kebetulan rumah Dilan tidak jauh dari terminal tempat mereka turun dari bus tadi.
Mereka berdua berjalan bersama kearah rumah Dilan. Sengaja Dilan mengajak Arini berjalan kaki karena jarak rumahnya dengan terminal cukup dekat. Jadi untuk menghemat biaya gitu ceritanya.
"Rumah kamu disini ya?���Arini memasuki gang menuju perumahan. Dilan mengangguk sambil menatap Arini yang masih terlihat cinglak cingluk.
"Ya. Btw kamu bisa cari rumah disini. Kayaknya kemarin ada rumah yang dijual. Barangkali belum ada orang yang beli. Rumahnya cukup dekat dengan rumahku kok."Dilan baru ingat kalau di perumahnnya ada rumah yang dijual. Arini merasa sedikit tenang ketika mendengar informasi dari Dilan mengenai rumah dijual sekitar kompleks rumah Dilan.
"Iya mungkin besok aku lihat-lihat dulu."kata Arini. Ketika melihat suasana sekitar kompleks rumah Dilan, Arini merasakan rasa ketenangan dan kedamaian. Kayaknya suasana seperti itu yang dia inginkan untuk bisa tinggal bersama anaknya nanti. Kedua mata Arini tidak henti-hentinya memandangi rumah-rumah yang berjajar dikanan kiri jalan.
"Ini dia rumahku."Dilan berhenti di depan rumah cat warna putih. Arini ikut berhenti dan melihat rumah Dilan dari luar. Rumahnya nampak sederhana dengan warna cat crem. Dari luar rumah Dilan terlihat cukup luas.
"Bagus juga rumahmu."puji Arini sambil memandangi rumah Dilan.
"Makasih. Ini aku beli dari hasil kerjaku selama ini."Dilan berbicara sambil memandangi rumahnya. Dalam hatinya merasa terharu ketika mengingat perjuangannya membangun usahanya dari nol hingga mampu membeli rumah itu. Itu adalah rumah pertama yang dibelinya sebelum membeli rumah kedua di Jakarta.
Tidak banyak yang tahu kalau Dilan tinggal seorang diri. Orantuanya telah meninggal dunia sejak dirinya masih SMA. Sejak ditinggalkan orangtuanya menuntutnya untuk harus hidup mandiri. Dan sekarang dia sudah menmbuktiannya. Dia bekerja banting tulang sendirian mulai dari pedagang keliling keliling di Kota Bandung hingga sekarang menjadi pengusaha di Jakarta. Kebetulan memnag hari ini dia ingin pulang ke Bandung. Dan tidak sengaja bertemu dengan Arini.
"Ayo masuk."Panji mengajak Arini masuk. Mereka berdua berjalan bersama memasuki rumah.
"Silahkan masuk. Sederhana sih rumahnya."Dilan nampak merendah. Arini memandangi setiap sudut rumah Dilan. Terlihat rumah Dilan begitu rapi dan bersih.
"Ini itu udah bagus tauk. Yang penting bisa untuk berteduh dari panasnya matahari dan hujan."puji Arini. Dia tidak menyangka kalau Dilan bisa menjaga kebersihan rumahnya.
"Ayo aku tunjukkan kamarmu."Arini mengikuti lagkah kaki Dilan yang hendak masuk ke dalam rumahnya. Panji ingin menunjukkan dimana letak kamar Arini.
Rumah Dilan memang tidak terlalu luas. Rumahnya hanya ada dua kamar tidur dan satu kamar mandi. Maklum saja rumah itu dia beli khusus untuk dirinya sendiri jadi itu sudah cukup buat untuk dia tinggali.
"Bagus banget kamarnya."Arini senang melihat kamar Dilan. Walaupun sering ditinggal pergi oleh Dilan kamarnya masih nampak rapi dan bersih. Padahal biasanya cowok identic dengan ogah-ogahan menjaga keberihan rumah. Tapi ternyata anggapannya itu dibantah oleh Dilan. Dilan membukatikan kalau tidak semua laki-laki jorok.
"Kamu bisa tidur disini. Kalau aku akan tidur di kamar depan. Oh ya kalau kamu mau ke kamar mandi, ada di sebelah dapur ya."kata Panji sambil melirik Arini yang masih terus mengamati kamarnya.
"Ya. Makasih ya udah dibolehin nginap disini.'Arini tersenyum manis kearah Dilan. Baru kali ini Dilan melihat cewek tersenyum dengan manis sekali.
Arini terus mengamati kamar Dilan dengan pelan-pelan. Tanpa disadari , Dilan terus memandanginya dari kejauhan. Arini merasa ada sesuatu yang melihatnya jadi dia reflek menoleh kebelakang. Terlihat Dilan terus menatapnya dengan tatapan kosong.
"Hai."Arini melambaikan tangan kearah Dilan. Seketika Dilan tersadar dari lamunannya. Dilan merasa malu sekali ketika Arini mengetahuinya ketika melamun.
"Oh ya aku mau ke kamarku."Dilan tergagap. Arini malah hanya melongo saja melihat sikap Dilan yang aneh itu.
Setelah dilan pergi, Arini langsung menutup pintu kamarnya. Dia mulai meletakkan semua barangnya di pinggir dekat kasur.
"Capek sekali rasanya."setelah meletakkan tas ranselnya Arini langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur. Kedua mata Arini menatap langit-langit kamar Dilan.
"Beruntung kamu nak, kita bisa ketemu sama dia. Kalau nggak mamah nggak tahu kita harus pergi kemana."batin Arini sambil mengelus perutnya.
Ketika mata Arini terpejam tiba-tiba rasa mualnya kembali muncul. Perutnya mulai tidak nyaman kembali. Mulutnya langsung ingin memuntahkan sesuatu. Sekarang hal yang paling dibenci Arini adalah mual-mual. Dia sadar kalau ibu hamil muda pasti akan sering mual-mual. Jadi wajar kalau dirinya sekarang masih sering mual-mual kayak hari-hari kemarin ketika masih bekerja di rumah Nyonya Diana. Ditengah-tengah rasa mualnya itu tiba-tiba dia teringat dengan Nyonya Diana dan Panji.
"Uwekkk…..uwekkkkk…."Arini mual-mual sambil kepikiran majikannya yang ada di Jakarta. Karena di dalam kamar Dilan tidak ada kamar mandinya, Arini langsung berlari menuju kamar mandi di luar. Tangannya terus menutup mulutnya agar tidak muntah di lantai.
Dilan yang duduk di kasurnya tiba-tiba terkejut ketika mendengar ada suara perempuan muntah di dalam rumahnya. Dengan cepat Dilan langsung keluar dari kamarnya . Dia terkejut ketika melihat Arini sedang berlari kearah kamar mandi sambil menutup mulut.
"Kamu kenapa Arini?"Dilan menggedor-gedor pintu kamar mandi. Didengarnya Arini sedang muntah-muntah di dalam.
"Ng..nggak papa kok. Tenang aja."Arini menyempatkan untuk bercicara dengan Dilan walaupun dia sendiri masih merasa mual. Biar Dilan nggak khawatir dengannya.
"Uwek….Uwekkk."Arini masih muntah-muntah.
Dilan terlihat khawatir pada kondisi Arini yang masih tidak kunjung berhenti dari mualya. Dilan masih menunggu di depan pintu kamar mandi sampai Arini keluar. Tidak berselang lama Arini keluar dari kamar mandi.
"Kamu nggak papa? Ayo kita ke dokter aja."Dilan terlihat cemas pada Arini. Nampaknya Arini terlihat pucat dan lemas setelah mual di kamar mandi.
"Nggak. Ngak usah. Aku udah baik-baik saja kok. Aku Cuma masuk angin saja tadi."jawab Arini. Arini terpaksa berbohong karena tidak mau memberitahukan keadaan yang sebenarnya kalau dirinya tengah hamil anak Panji. Dia malu mengakuinya karena hamil diluar nikah.
"Tapi wajah kamu pucat itu."Dilan mendekatkan wajahnya ke wajah Arini. Dia ingin melihat wajah Arini dengan jarak dekat. Semakin terlihat sekali wajah Arini yang nampak pucat itu.
"Nggak papa kok. Udah nggak usah secemas itu."Arini memukul pelan dada Dilan. Arini juga terlihat sedang melemparkan senyum kepada Dilan untuk menunjukkan kalau dirinya baik-baik saja dan tidak perlu dikhawatirkan.
"Apa kamu lapar?"tanya Dilan ketika tidak sengaja mendengar suara perut Arini berbunyi pertanda lapar. Arini mengangguk. Memang kebetulan Arini sekarang sedang lapar. Setelah hampir seharian dia belum makan.
Tanpa butuh waktu lama Dilan langsung keluar dan mencarikan makanan untuk Arini. Ini sudah malam jadi makanan yang dijual juga terbatas. Terpaksa Dilan membeli nasi goreng yang kebetulan lewat di depan rumahnya. Dilan membeli dua bungkus nasi goreng.
"Ini makanlah.���Arini duduk di sofa ruang tamu. Dilan mencul membawa dua bungkus nasi goreng untuk dimakan bersama-sama.
"Makasih. Maaf sudah merepotkanmu."kata Arini. Arini merasa kagum dengan kebaikan Dilan. Sudah banyak dia dibantu oleh Dilan. Padahal ini kali pertamanya mereka bertemu tapi Dilan sudah sebaik itu padanya.
Mereka berdua makan bersama. Arini terlihat lahap sekali ketika makan. Perutnya yang memang sangat lapar langsung merasa senang sekali dan dengan kecepatan kilat dia melahap nasi gorengnya sampai habis tidak bersisa sedikitpun.
"Sudah kenyang?"tanya Dilan setelah selesai makan nasi goreng. Kebetulan Arini sudah selesai menghabiskannya lebih duluan.
"Hehe.iya. Makasih yak. Berapa tadi."Arini langsung merogoh saku celananya. Dilan melihatnya ingin tertawa karena Arini terlihat masih polos.Baru pertama kalinya Dilan melihat ada cewek sepolos Arini.
"Kamu umurnya berapa sih?" Setelah tertawa Dilan kini penasaran dengan sosok Arini.
"Umurku 18 tahun."jawab Arini dengan singkat.
"Berarti baru lulus SMA ya. Pantas."Dilan tercengang ketika tahu Arini masih anak-anak. Wajar saja wajahnya terlihat imut dan masih polos.
"Ya."jawab Arini. Tiba-tiba Arini nampak sedih ketika dia tahu kalau umurnya masih muda tapi sudah hamil. Ditambah lagi tidak ada kehadiran Panji disampingnya.
"Kamu terlihat sedih kenapa?"Arini tiba-tiba melamun dan sorot matanya menunjukkan rasa kesedihan yang teramat mendalam.
"Nggak kok. AKu nggak punya siapa-siapa disini."kata Arini sambil menunduk.
"Kana da aku. Kita sekarang berteman. Ok."Dilan menghibur Arini. Mendengar perkataan Dilan barusan entah kenapa membuatnya merasa lega sekali. Munkin memang benar yang dimilikinya hanyalah Dilan di Bandung.