Arini terlihat sibuk memasak menu makanan kesukaan Nyonya Diana di dapur. Tidak lupa dia juga memasakkan nasi goreng khusus untuk Panji sebagai ungkapan terima kasihnya karena tadi pagi Panji telah merelakan waktunya untuk mengantarnya ke pasar hanya sekedar berbelanja. Dan dia juga tidak tahu kalau ujung-ujungnya Alena mengetahui Panji pulang bersamanya. Kemungkinan Alena marah melihat Panji bersamanya tadi.
Setelah sarapan Nyonya Diana siap, Arini langsung melanjutkan pekerjaannya yang lain sambil menunggu Nyonya Diana turun. Baru kali ini Nyonya Diana belum turun padahal ini sudah pukul setengah 7. Sedangkan Panji masih belum terlihat juga setelah Alena menciduknya tengah pulang semobil dengannya tadi.
"Sebaiknya aku menghampiri ke kamar Nyonya aja."kata Arini sambil menatap kearah lantai atas dan tangannya masih memegang sapu. Panji tidak dihiraukannya karena bisa saja sekarang Panji sedang keluar dengan Alena.
Setibanya di depan kamar majikannya, dia sempat mendekatkan telinganya kearah pintu untuk mendengarkan majikannya sedang apa di dalam. Ternyata di dalam kamar sepertinya tidak ada suara yang menujukkan aktivitas Nyonya Diana. Arini merasa penasaran sekali padahal jam segini seharusnya dan biasanya Nyonya Diana sudah bangun dan turun ke bawah. Tapii ini malah tidak.
"Nyonya Diana.Nyonya."Arini mengetuk pintu kamar Nyonya Diana dengan pelan-pelan. Pintu kamar majikannya telah diketuk beberapa kali tapi tidak mendapatkan respon juga. Arini muylai panic dan khawatir dengan majikannya itu hingga dia langsung memutuskan untuk membuka pintu kamar majikannya. Ternyata pintu kamarnya tidak terkunci.
Tanpa butuh waktu lama Arini langsung masuk kedalam kamar majikannya. Betapa terkejutnya dia ketika sudah masuk kedalam kamar majikannya, Nyonya Diana masih terbaring di atas kasur namun keadaannya terlihat sedang menggigil.
"Nyonya…Nyonya kenapa?"Arini berlari kearah majikannya dengan kaki yang masih terseok-seok.
Arini panik sekali ketika melihat majikannya yang terlihat sedang sakit. Saat tangan Arini menempel di dahi majikannya ternyata suhunya panas sekali. Melihat kondisi Nyonya Diana yang seperti itu seketika membuatnya harus meminta tolong sama orang lain yang ada di dalam rumah. Dia berlari keluar kamar majikannya dan mengintip kebawah tapi dilihatnya tidak ada orang disana.
Dia baru ingat kalau jam segini Pak Mansyur sudah bekerja. Akhirnya Arini turun kebawah untuk meminta tolong kepada Pak Mansyur saja. Walaupun kakinya masih terasa sakit dan jarak kamar Nyonya Diana ke pos satpam lumayan jauh tapi dia tetap memaksakan untuk terus berjalan dengan cepat agar Pak Masyur segera menolong majikannya. Rasa sakitnya belum ada apa-apanya jika dibandingkan semua perhatian dan kebaikan yang telah diberikan Nyonya Diana kepadanya.
"Pak..Pak Nyonya Pak."Arini berjalan masih dalam keadaan pincang dan kini hampir tiba di pos satpam. Pak Mansyur melihat Arini langsung mendekat kearah Arini.
"Ada apa sama nyonya mbak?"Pak Mansyur berlari kearah Arini karena kasihan kalau Arini berlari dengan keadaan pincang. Ingin rasanya dia bertanya mengenai kondisi kaki Arini tapi diurungkannya karena majikannya sedang membutuhkan pertolongannya.
"Nyonya sakit pak. Sekarang ada di atas."Arini sedikit ngos-ngosan saat menjelaskannya. Telunjuk tangan kanannya mengarah keatas lantai kedua rumah majikannya.
Pak Mansyur langsung paham akan maksud dari Arini. Arini merasa lega karena Pak Mansyur langsung berlari kedalam rumah untuk segera menolong Nyonya Diana. Arini langsung ikut membuntuti lari Pak Mansyur. Arini tidak bisa mengimbangi langkah kaki Pak Mansyur karena kakinya sedang sakit.
"Mbak ayo kita bawa ke rumah sakit aja."Pak Mansyur sudah meggendong Nyonya Diana kebawah. Arini yang masih terseok-seok seketika langsung berhenti.
"Ke rumah sakit ya pak. Ya udah ayo pak. "jawab Arini dengan panic. Mereka berdua berjalan menuju pinggir jalan untuk mencari taksi yang lewat.
Pak Mansyur dan Arini bersama-sama pergi membawa Nyonya Diana ke rumah sakit dengan memesan taksi supaya cepat sampai disana. Karena rumah tidak ada yang menjaga akhirnya Pak Mansyur harus tetap di rumah. Jadi Arini harus sendirian mengantarkan Nyonya Diana ke rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit, Arini langsung menuntun Nyonya Diana masuk kedalam rumah sakit. Nyonya Diana saat itu sudah sedikit sadar jadi dia bisa merasakan sekaligus mendengarkan suara Arini yang terdengar ngos-ngosan karena menuntunnya berjalan. Arini dengan semangatnya walaupun kakinya masih sakit tetap berusaha membantu Nyonya Diana masuk ke dalam rumah sakit.
"Sini mbak."beberapa perawat mendatangi Arini hendak ikut menolong Nyonya Diana. Terlihat Nyonya Diana dibawa oleh beberapa perawat masuk ke dalam ruangan. Arini terus mengikutinya dengan langkah terseok-seok.
Beberapa perawat menolong dan membawa Nyonya Diana masuk ke dalam kamar pasien. Arini merasa lega setelah beberapa perawat membantu Nyonya Diana untuk segera mendapatkan pertolongan pertama dari dokter. Arini mengikuti langkah kaki beberapa perawat itu walaupun harus terlambat sedikit. Setibanya di depan pintu kamar ruangan Nyonya Diana dirawat, terlihat seorang dokter perempuan lewat di depan Arini dan masuk ke dalam ruangan yang dimasuki Nyonya Diana tadi.
"Gimana dok. Nyonya Diana sakit apa?"setelah beberapa menit menunggu, Arini melihat dokter keluar dari kamar rawat Nyonya Diana.
"Ibu yang ada di dalam tidak apa-apa kok mbak. Hanya kecapekan saja. Oh ya mungkin karena telat makan jadinya maagnya kambuh. Jadi asupan makannya tolong dijaga."kata dokter dengan tenang. Arini merasa lega setelah dokter menjelaskan kondisi majikannya.
"Syukurlah kalau gitu. Makasih ya dok. Apa saya boleh masuk ke dalam?"Arini tidak sabar menjenguk keadaan Nyonya Diana.
" Boleh. Silahkan."jawab dokter tersebut dengan tersenyum kearah Arini.
Arini masuk kedalam kamar rawat Nyonya Diana. Sesampainya di dalam, Arini melihat Nyonya Diana masih dalam keadaan tidur. Jadi Arini tidak mau menganggunya. Sekarang dia duduk disamping kasur Nyonya Diana sambil memperhatikan wajah majikannya itu. Menunggu Nyonya Diana sampai sadar membuatnya malah ketiduran.
Ceklek suara pintu kamar terbuka
Panji datang dengan sedikit ngos-ngosan saat masuk kedalam kamar mamahnya itu. Beruntung tadi Pak Mansyur segera memberitahuinya kalau mamahnya sedang dirawat di rumah sakit. Jadi tanpa pikir panjang lagi dia langsung menancap gas mobilnya ke arah rumah sakit tempat mamahnya dirawat. Kebetulan posisinya tadi saat diberitahu Pak Mansyur, dia hendak pulang ke rumah setelah sebelumnya menghantarkan Alena pulang dulu.
Dilihat mamahnya masih tidur diatas kasur sedangkan disampingnya ada seorang perempuan dengan rambut panjangnya terurai. Nampaknya Panji tidak asing dengan rambut itu. Panji mendekat kearah kasur mamahnya sambil memperhatikan wanita yang tengah ketiduran disamping mamahnya.
"Arini."tiba-tiba Panji langsung mengenali perempuan yang tidur disamping mamahnya.
Arini terbangun setelah namanya dipanggil. Bukan maksud Panji membangunkan Arini, entah kenapa suaranya tidak dapat dikontrol saat memanggil Arini yang terdengar begitu keras. Arini terkejut melihat Panji yang sudah datang dan berdiri di depannya. Keduanya saling adu pandang.
"Mamah dimana ini ya?"Ditengah Arini dan Panji saling beradu pandang ternyata Nyonya Diana sudah sadar. Kedua tangannya memegang kepalanya yang masih terasa sakit .
"Nyonya sekarang ada di rumah sakit."Arini mengalihkan pandangannya dari Panji ke Nyonya Diana. Arini berdiri mendekati Nyonya Diana.
"Memang saya kenapa?"tanya Nyonya Diana menatap kearah Arini.
"Tadi nyonya badannya panas dan tidak sadarkan diri. Jadi saya bawa Nyonya ke rumah sakit."Arini menjelaskan. Nyonya Diana dan Panji mendengarkan penjelasan Arini dengan seksama. Nyonya Diana beruntung memiliki Arini di rumahnya ketika Panji tidak ada di rumah. Dia tidak bisa membayangkan kalau tidak ada Arini disampingnya.
"Kamu yang bawa saya kesini?"Nyonya Diana memastikan. Arini mengangguk.
"Makasih ya nak."kedua tangan Nyonya Diana menarik tubuh Arini kedalam pelukannya. Arini terkejut melihat majikannya yang sedang memeluknya. Panji masih tidak menyangka kondisi kaki Arini yang masih sakit tadi digunakannya untuk menghantarkan mamahnya ke rumah sakit. Untuk berjalan saja tadi pagi masih pincang. Bagaimana tadi saat Arini harus membawa mamahnya ke rumah sakit.
Panji menatap kearah Arini yang sedang dipeluk mamahnya. Dalam hatinya serasa menyesal sekali. Wanita yang niatnya baik hendak bekerja menggantikan bibinya sementara waktu untuk menjadi asisten rumah tangga di rumahnya malah dengan teganya dia nodai dulu. Dan sekarang apa yang dilakukan Arini telah membuatnya semakin merasa bersalah.
"Kamu kenapa nak?"Nyonya Diana melepaskan Arini. Panji yang terlihat melamun kearah Arini, membuat Nyonya Diana bingung.
"Panji."panggil Nyonya Diana karena tidak dijawab Panji.
"Gimana mah."jawab Panji dengan tergagap.
"Kamu kenapa ngelihatin Arini sampai segitunya?"Panji langsung langsung mengalihkan pandangannya dari Arini dan kini giliran menatap kearah mamahnya.
"Memang kenapa Tuan Panji ngeliatin aku."batin Arini tidak percaya kalau Panji melihatnya tadi.
"Siapa yang ngeliatin dia sih mah."Panji tiba-tiba bersikap cuek. Arini tidak kaget dengan sikap Panji barusan yang terkesan dingin padanya.
"Panji takut kalau mamah kenapa-kenapa."Panji mendekat kearah mamahnya dan mencium dahi mamahnya. Arini melihatnya senang sekali. Tiba-tiba perasaan rindunya kepada mamahnya terlintas di hatinya. Melihat Panji yang bisa mencium dan menyayangi mamahnya membuat hatinya merasa iri.
"Oh ya mah, Panji keluar dulu ya. Mau tanya sama dokternya, mamah boleh pulang sekarang apa nggak?"Panji melepaskan pelukannya dari mamahnya. Panji langsung keluar untuk menemui dokter yang telah memeriksa mamahnya tadi. Arini dan Nyonya Diana tinggal berdua saja di dalam kamar itu.
Setelah keluar menemui dokter ternyata mamahnya bisa pulang sekarang juga. Jadi Panji langsung membawa mamahnya pulang dengan dibantu Arini. Saat keluar dari kamar Nyonya Diana kaget melihat cara jalan Arini yang terlihat pincang.
"Kamu kenapa?"Nyonya Diana melihat kearah kaki Arini sedangkan Panji hanya bisa diam saja walupun sudah tahu lebih duluan.
"Ini tadi saya jatuh nyonya."jawab Arini.
"Sus, saya boleh minta tolong."Nyonya Diana yang dibantu Panji berjalan tiba-tiba melambaikan tangan kanannya kearah suster yang lewat di depannya.
"Ya ada apa bu?"tanya suster mendekati Nyonya Diana. Panji dan Arini penasaran dengan apa yang akan dilakukan Nyonya Diana.
"Tolong bantu saya ke mobilnya anak saya ya sus."kata Nyonya Diana kepada susternya. Seketika susternya mengmbil kursi roda dan menempatkan tubuh nyonya Diana ke kursi roda. Sedangkan Panji hanya diam saja sambil melihat mamahnya yang tiba-tiba aneh.
"Nak, kamu bantu Arini jalan. Kasihan dia jalannya kayak gitu."Panji mendengar perintah mamahnya langsung kaget dan melihat kearah Arini. Arini tidak menyangka kalau majikannya seperhatian itu hingga menyuruh anaknya untuk membantunya berjalan. Padahal dia sendiri tidak berniat meminta bantuan kepada majikannya.
"Nggak usah Nyonya saya bisa jalan sendiri."Arini malu dan terlihat tidak mau dibantu Panji.
"Sudah saya nggak mau ditolak."kata nyonya Diana.
Panji menuruti perintah mamahnya. Lagian mamahnya juga benar, tidak seharusnya dia membiarkan Arini berjalan sendirian dengan keadaan seperti itu. Apalagi Arini tadi sudah menyelamatkan nyawa mamahnya. Arini yang tidak mau mengecewakan majikannya, kini hanya bisa pasrah ketika tubuhnya dibantu Panji berjalan menuju ke mobilnya. Tangan Arini yang satunya melingkar di pundak Panji, sedangkan tangan Panji yang satunya memegang perut Arini agar tidak jatuh ketika berjalan. Selama perjalanan menuju ke mobil, mereka berdua hanya diam saja tanpa ada percakapan sedikitpun,