App herunterladen
100% 13 Kali | Chanyeol & Wendy / Chapter 15: Epilog

Kapitel 15: Epilog

BERULANG kali, ciuman-ciuman singkat berlabuh di bibir Chanyeol dengan jeda-jeda yang juga singkat.

"Aku harus pulang, Wen," katanya di sela-sela kecupan. "Bunda udah nge-chat."

"Sebentar." Wendy menggerakkan tubuh untuk mencari posisi nyaman selagi duduk di ranjangnya, menciumi Chanyeol dua kali lagi. "Bilang aja, masih ngerjain tugas sama aku, Chan."

Chanyeol ketawa rendah. "Dasar." Lalu, ia membalas Wendy dengan ciuman-ciuman lainnya, sebelum akhirnya mencium pipi Wendy dengan lama. "Udah, ya?"

"Masih mau sama kamu," ujar Wendy selagi membawa pelukan di sekitar leher Chanyeol, manja.

"Wendy, Sayang, aku beneran harus pulang," ujar Chanyeol dengan nada membujuk. "Ini udah hampir jam dua belas. Mama kamu juga lama-lama bakal heran, kalau kita alasan ngerjain tugas sampai larut begini."

"Gapapa. Mama udah tidur, kok. Tadi, aku cek."

"Bukan gitu, Wendy..."

"Apa, Chan?"

Ketika gadis itu melepas peluknya, tatapan Chanyeol menangkap bibir Wendy yang melengkung ke bawah, kecewa.

Gara-gara gemas, Chanyeol kembali mendekatkan wajah. "Sini. Cium terakhir. Tapi, habis ini aku pulang."

Gak mau disia-siakan, Wendy langsung mencium bibir Chanyeol sekali lagi. Lama.

"Kamu inget gak, dulu sebenernya kita udah resmi jadian?" tanya Chanyeol tiba-tiba, setelah melepas ciumannya.

Dahi Wendy berkerut. "Hah? Kapan?"

"Waktu kelas tiga SD. Pas kamu baru pindah. Gerobak bakso."

Habis mengingat-ingat, Wendy memukul bahu Chanyeol sampai cowok itu mengaduh.

"Dih? Itu, 'kan, gak kehitung, Chan!"

"Kehitung, ah."

•••

Chanyeol kecil menghampiri gerobak bakso di kantinnya seraya elusan di perutnya yang terasa lapar.

"Abang! Aku mau semangkuk, ya. Biasa, gak pakai bihun!" pesannya sambil menaruh selembar uang, yang langsung dijawab dengan acungan jempol dan gerakan gesit dari tukang bakso tersebut.

Selagi menunggu, Chanyeol duduk di tempat yang biasa diduduki abang baksonya untuk bersantai.

Wendy kecil datang dan berdiri tak jauh dari gerobak sambil menatap dengan kepengin.

Chanyeol yang menyadarinya, langsung membuka mata lebar-lebar. Itu, 'kan, anak yang baru pindah dua hari lalu di kelasnya.

Jujur, Chanyeol naksir duluan, gara-gara waktu tugas seni budaya kemarin, disuruh mementaskan bakat di depan kelas, suara merdu Wendy langsung bikin hatinya jatuh.

Punya ide, jari Chanyeol menudingnya. "Eh, anak baru! Ngapain di situ? Kalau mau beli, ke sini. Jangan bikin abang bakso kesayanganku ini nungguin rezeki dari kamu."

Gadis kecil itu masih diam aja di tempat.

"Kamu laper?" tanya Chanyeol sambil bangkit dan mendatanginya.

Wendy yang merasa diajak ngobrol, langsung menunduk malu. "Iya. Tapi, gak punya duit," ujarnya gamblang.

"Ya udah, mau kubeliin?" tawar Chanyeol.

"Boleh?" tanya Wendy.

"Tapi, ada syaratnya."

"Apa?"

"Jadi pacarku."

Wendy yang gak ngerti arti pacaran yang sesungguhnya itu apa, cuma mengangguk-angguk polos.

"Ya udah, mau!" jawab Wendy cepat, dengan mata berbinar.

•••

"Dulu, aku kira, pacaran itu artinya temen superdeket, kayak next level-nya sahabat!" selak Wendy sambil bersedekap dan mengerucutkan bibir. "Apalagi, dulu gak ada yang mau deketin aku karena segan. Makanya, aku cepet-cepet iya-in. Mana situasinya lagi kepalang laper."

Tubuh jangkung Chanyeol bergerak seraya ia tertawa geli mendengar penjelasan dari pacarnya.

"Dulu, kita pernah ada kata putus gak, ya?" tanya Chanyeol heran.

"Lama-lama, lupa sendiri kalau pacaran! Aku aja baru inget sekarang," gelak Wendy. "Lagian, kenapa dulu kamu bisa kepikiran nembak begitu, sih? Random banget."

"Akunya udah jatuh cinta duluan," ujar Chanyeol sambil terkekeh, merengkuh tubuh Wendy dan menyembunyikan wajah di ceruk lehernya.

"Dari dulu, akal kamu emang jago kalau soal gombal-gombalan," timpal Wendy sambil mengusap tengkuk Chanyeol.

"Tapi, kamu kepincut juga, 'kan, Wen?"

"Iya."

"Sini, Wen. Cium terakhir. Habis ini aku beneran pulang. Asli."

Wendy ketawa. "Terus aja, terakhir, terakhir. Gak ada habisnya."

"Lho, kamu keberatan?"

"Enggak."

Tangan Chanyeol menangkup pipi Wendy dan mencium bibirnya, lama. Hangat dan manis.

Di ciumannya, ada dua senyum yang melekat.

•••

Pulang sekolah, Wendy yang berusia 9 tahun itu terperanjat tatkala Chanyeol menautkan jari mereka sambil berkata, "Karena ternyata rumah kita deketan, ayo, hari ini kita pulang bareng!"

Dengan senyum merekah, Chanyeol membawa tubuh Wendy berlari kecil dengan semangat menuju ke rumahnya.

"Emangnya, kalau orang pacaran, harus pulang bareng, ya?" tanya Wendy dengan polos–yang masih belum tahu apa arti pacaran.

"Iya, dong! Harus pulang bareng sambil gandengan tangan," jawab Chanyeol menggebu. "Seenggaknya, itu yang kutonton di TV-TV dan yang kubaca diem-diem dari novel koleksi bundaku."

Wendy cuma mendengarkan sambil tersenyum bingung.

"Wendy," panggil Chanyeol. "Kita beneran pacaran, 'kan?"

Meski gak tahu apa artinya, gadis kecil itu menjawab dengan mantap, "Iya, kita pacaran!"

*SELESAI.*


AUTORENGEDANKEN
nebulusventus nebulusventus

It's time to say goodbye, because this story has come to an end. :(

Sampai jumpa di cerita-cerita berikutnya! Jangan lupa mampirin aku di Wattpad juga.

Salam sayang. <3

Load failed, please RETRY

Wöchentlicher Energiestatus

Rank -- Power- Rangliste
Stone -- Power- Stein

Stapelfreischaltung von Kapiteln

Inhaltsverzeichnis

Anzeigeoptionen

Hintergrund

Schriftart

Größe

Kapitel-Kommentare

Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C15
Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
  • Qualität des Schreibens
  • Veröffentlichungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund

Die Gesamtpunktzahl 0.0

Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
Stimmen Sie mit Powerstein ab
Rank NR.-- Macht-Rangliste
Stone -- Power-Stein
Unangemessene Inhalte melden
error Tipp

Missbrauch melden

Kommentare zu Absätzen

Einloggen