App herunterladen
44.04% Mystic Boy / Chapter 37: Sadewa (Chapter 37)

Kapitel 37: Sadewa (Chapter 37)

Dewa membuka jendela kamarnya di pagi hari yang cerah. Ia juga melihat jam di dinding kamarnya. Tetapi, laki-laki itu terkejut ketika melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB.

"Astaga, gue lupa kalo gue lagi ada janji buat ketemuan sama Amor!" serunya. Laki-laki itu pun terburu-buru masuk ke dalam kamar mandi, dan berusaha mandi secepat kilat.

Beberapa saat kemudian, Dewa pun keluar dari kamar mandi dan memakai baju dengan sedikit terburu-buru. Karena terlalu banyak bersedih, ia sampai melupakan Amor. Padahal, ia berjanji untuk menemui gadis itu pukul 09.00 WIB. Tapi, ia justru terlambat. Yeah, siapa tahu dengan melihat sosok Amor, perasaannya akan jadi sedikit lega. Ia pun segera mengambil kunci motor dan helmnya.

Melihat Dewa yang terburu-buru seperti itu, Rusdiana dan Belle sampai terheran-heran.

"Kamu nggak sarapan dulu, Nak?" tanya Rusdiana. Laki-laki itu menjawab sembari memasang helmnya.

"Enggak, aku sekarang mau makan sama teman," sahut Dewa. Ia hendak mencium tangan Rusdiana. Namun, ia baru ingat bahwa Rusdiana bukanlah manusia. Ia merasa sangat sedih karena tak bisa mencium tangan orang tuanya seperti anak-anak pada umumnya. Namun, ia berusaha untuk menyembunyikannya.

"Ah ... em ... aku berangkat dulu," gumamnya. Ia pun pergi meninggalkan Rusdiana dan Belle di sana. Belle memandangi Rusdiana yang terus memandangi pintu yang terkunci itu.

"Kenapa tante terlihat sedih?" tanyanya. Rusdiana tersenyum tipis sembari menggelengkan kepala.

"Nggak apa-apa. Aku hanya seperti sedang melihat anakku sendiri," sahut Rusdiana. "Entah kenapa aku sangat berharap bahwa ia adalah anakku,"

"Aku merasa dia sangat mirip denganku. Mulai dari wajahnya, gayanya, sifat cerobohnya, bahkan sampai kebiasaan bangun pagi yang juga sulit kulakukan ketika aku masih hidup, itu sangat mirip denganku," lanjutnya. "Apa salah jika aku berharap bahwa dia adalah anakku?"

Belle terdiam sejenak. Sebagai sesama wanita dan sama-sama telah mati, ia memahami perasaan Rusdiana. Apalagi, ia sudah bersama dengan Dewa sejak laki-laki itu masih anak-anak.

"Tidak ada yang salah dengan keinginanmu, itu karena kau adalah seorang ibu," sahut Belle. "Bukankah perasaan seorang ibu terhadap anaknya itu sangat kuat? Jika kau memiliki perasaan seperti itu, mungkin saja Dewa adalah anak kandung tante,"

Rusdiana tersenyum. Ya, ia sangat berharap bahwa yang dikatakan Belle itu benar ...

*****

Dewa hanya memainkan sendok dan garpu itu tanpa mencoba memakan makanan yang ada di hadapannya sedikitpun. Bahkan ia tak sadar jika sedaritadi Amor tengah memandanginya.

"Kenapa nggak dimakan?" pertanyaan Amor benar-benar membuyarkan lamunan Dewa. Wajah laki-laki itu terlihat sama sekali tak bersemangat, mata Dewa juga terlihat serung kosong dan juga bengkak karena akhir-akhir ini ia terlalu banyak menangis.

"Coba ceritain ke aku, ada apa sama kamu sampai-sampai tangan kamu terluka begini?" tanya Amor sembari menunjuk tangan Dewa yang terbalut perban. "Katakan sejujurnya, aku nggak mau kalau kamu sampai bohong,"

Tampaknya, gadis itu sudah sangat hafal dengan kebiasaan Dewa yang selalu mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Padahal, ia sedang tidak dalam kondisi yang baik. Dewa tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain berkata jujur kepada Amor.

"Aku bertemu dengan ibuku, ia sekarang lagi ada di rumahku," gumam Dewa.

"Oh ya? Bagus dong. Terus masalahnya apa?" tanya Amor. Dengan tatapan sedihnya, Dewa berkata.

"Masalahnya ... dia bukan lagi manusia," sahut Dewa. Amor terkejut mendengar cerita Dewa. Laki-laki itu pun menceritakan awal pertemuannya dengan Rusdiana, sampai bagaimana ia mengetahui semua kebenaran itu.

"Aku merasa sangat menyesal. Dia mati di depanku, dan aku nggak bisa berbuat apa-apa," lanjut Dewa. "Dan begonya lagi, aku nggak tahu kalau dia ibuku ..."

Dewa sangat ingin menangis. Tapi, ia tidak bisa melakukannya. Sebab, air matanya telah habis. Hati Amor merasa sangat miris mendengar cerita dari kekasihnya yang sangat ingin tinggal bersama sang ibu. Gadis itu pun meraih tangan Dewa.

"Kalau gitu, kamu katakan semuanya. Jangan seperti ini," ucap Amor. Dewa memandangi Amor, dan menantikan perkataan selanjutnya dari gadis itu.

"Aku tahu, pasti itu berat banget buat kamu. Tapi, kamu harus melakukan itu agar ibumu bisa tenang," lanjut Amor. "Ingatlah bahwa suatu saat, kamu pasti bisa bertemu lagi dengan ibumu. Dan ibumu pasti bisa mendapatkan tempat yang layak di sisi Tuhan,"

Memang benar yang dikatakan Amor. Tapi, Dewa merasa sangat tidak siap untuk mengatakannya. Namun, ia juga tak ingin ibunya merasa tidak tenang karena belum bisa menemukan anaknya ...

*****

Begitu sampai rumah, Dewa langsung mencari-cari keberadaan Rusdiana. Wanita itu terlihat sedang berdiri di sudut ruangan kamar Dewa. Dengan napas yang tersengal-sengal, Dewa mencoba mengatakannya.

"Ibu ... aku ... ingin berkata jujur sama ibu," ucap Dewa. Laki-laki itu mencoba mengatur napasnya, dan kembali berbicara.

"Aku ... aku ... aku adalah anak yang selama ini ibu cari," ucap Dewa sembari berusaha untuk menahan tangisnya. Rusdiana terdiam, ia benar-benar tak menyangka.

"Maafkan aku, Bu ... karena ... aku nggak bilang sama ibu," Dewa tak bisa lagi menahan air matanya. Ia menangis tersedu-sedu sembari berlutut di hadapan ibunya.

"Maafkan aku ... Maafkan aku, Bu ..."

***** TBC *****


Load failed, please RETRY

Geschenke

Geschenk -- Geschenk erhalten

    Wöchentlicher Energiestatus

    Rank -- Power- Rangliste
    Stone -- Power- Stein

    Stapelfreischaltung von Kapiteln

    Inhaltsverzeichnis

    Anzeigeoptionen

    Hintergrund

    Schriftart

    Größe

    Kapitel-Kommentare

    Schreiben Sie eine Rezension Lese-Status: C37
    Fehler beim Posten. Bitte versuchen Sie es erneut
    • Qualität des Schreibens
    • Veröffentlichungsstabilität
    • Geschichtenentwicklung
    • Charakter-Design
    • Welthintergrund

    Die Gesamtpunktzahl 0.0

    Rezension erfolgreich gepostet! Lesen Sie mehr Rezensionen
    Stimmen Sie mit Powerstein ab
    Rank NR.-- Macht-Rangliste
    Stone -- Power-Stein
    Unangemessene Inhalte melden
    error Tipp

    Missbrauch melden

    Kommentare zu Absätzen

    Einloggen